Prasasti Nglaroh (Watu Gilang) - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Thursday 17 March 2016

Prasasti Nglaroh (Watu Gilang)

Prasasti Nglaroh PRASASTI WATU GILANG NGLAROH
Lokasi: Kaliancar, Kec. Selogiri Waktu Tempuh: ± 1/2 jam dari pusat kota Wonogiri. Potensi: - Wisata Ritual dan Ziarah Leluhur
Peluang pengembangan: - Pembuatan tanda arah menuju lokasi Prasasti Nglaroh, yang terletak di dusun Nglaroh, Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah adalah sebuah batu yang diyakini merupakan petilasan Raden Mas Said atau KGPAH Mangkunegara I atau dikenal juga sebagai Pangeran Samber Nyawa.
Dulu, wilayah yang kemudian hari dinamakan Wonogiri ini merupakan basis perjuangan Raden Mas Said beserta pengikutnya dalam mengobarkan perjuangan melawan Belanda. Pada awal ditemukannya prasasti ini, tidak ada yang menyangka bahwa ini adalah peninggalan Raden Mas Said. Namun ada salah seorang warga yang mencoba memindahkan batu ini jauh. tetapi keesokan harinya batu ini kembali lagi. Di tempat ini, menurut juru kuncinya (Pak Topo) Prasasti Nglaroh merupakan embrio tempat terbentuknya pemerintahan kabupaten Wonogiri. Diriwayatkan bahwa batu ini dulunya merupakan tempat duduk Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyowo) pada saat memimpin perang melawan penjajahan Belanda. Pangeran Samber Nyowo bersama pamannya, Khasan Nuriman ini menyusun strategi perang dengan mantap dan matang di tempat ini. Terbukti bahwa di batu gilang ini ada bulatan-bulatan kecil berjumlah 5 yang digunakan sebagai patokan dalam menentukan hari sesuai hitungan jawa (Pahing,Pon, Wage, Kliwon, legi). Di belakang prasasti ini ada sebuah sumur yang dinamai sendang drajat. Konon katanya pada zaman dahulu jika ada orang ingin mendapatkan kedudukan, sukses dalam kehidupan, pasti mengambil air di tempat ini untuk diminum.
Juga pada saat ada resepsi siraman bagi yang akan melaksanakan akad nikah, sebagian air yangh diguinakan untuk mandi calon pengantin diambilkan dari sendang drajat ini.
Di Prasasti nglaroh ini setiap tanggal 1 Muharrom sering didatangi warga dan bahkan selalu menjadi tempat utama dalam perayaan 1 Sura. Kadang ada pertunjukan wayang kulit. Orang-orang kraton Surakarta pun juga sering mendatangi prasasti nglaroh ini dalam
melakukan ritual tahunan. Prasasti Nglaroh sekarang ini telah direnovasi dan berkat dukungan warga setempat serta dana dari pemnerintah kabupaten Wonogiri. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa telah ada sadar wisata dari warga setempat dan sesuai dengan sapta pesona.
Desa Pule
Desa Pule adalah salah satu desa di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Untuk mencapai desa ini, bisa ditempuh melalui perjalanan sekitar 10 menit dari Terminal Krisak yang berada di Jl Solo-Wonogiri.
Meski terletak di pinggiran kabupaten, lantaran berbatasan langsung dengan Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, kemunculan desa ini berkaitan erat dengan sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri.
Alkisah, tahun 1742 KGPAH Mangkunegara I atau dikenal dengan nama Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas Said memutuskan keluar dari Keraton Surakarta karena tidak puas dengan pemerintahan raja pada masa itu. Raden Mas Said lantas melakukan perjalanan ke sebuah perkampungan yang saat ini dikenal dengan nama Dusun Nglaroh, masuk wilayah Desa Pule.
Setelah meminang putri seorang ulama di perkampungan tak jauh dari Ngalor, yakni Raden Ayu Patah Ati, Raden Mas Said memutuskan tinggal beberapa waktu di Nglaroh. Dari perkampungan kecil itulah strategi perang melawan Belanda disusun.
Menetapnya Raden Mas Said di Dusun Nglaroh otomatis membuat 40 prajurit pengikut pangeran tersebut yang dikenal dengan nama 40 prajurit Joyo turut tinggal di sekitar dusun tersebut. Mereka berkumpul di satu kawasan agar memudahkan koordinasi dalam mengatur strategi perang untuk mengusir Belanda.
Empat puluh prajurit itu di antaranya Kyai Wirodiwongso, Raden Sutowijoyo, Mas Ngabei Joyo Dikromo, Kyai Ngabei Joyo Santiko, Kyai Ngabei Joyo Rencono, Kyai Ngabei Joyo Puspito, Raden Ngabei Joyo Sentono, Raden Ngabei Joyo Mursito dan Kyai Ngabei Joyo Hutomo.
Prasasti
“Empat puluh orang prajurit tersebut berkumpul di sekitar Nglaroh. Mereka berjuang melawan penjajah dengan semangat yang dikobarkan Pangeran Samber Nyawa, tiji tibeh, mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh [mati satu mati semua, makmur satu makmur semua],” ? jelas Kepala Desa Pule, Sugimo, saat ditemui Solopos.com, di sela-sela menghadiri kegiatan panen ikan di Dusun Nglaroh, Desa Pule, baelum lama ini.
Karena menjadi tempat berkumpul para prajurit itulah, wilayah seputar Nglaroh akhirnya diberi nama Desa Pule. Sugimo menjelaskan dalam bahasa Jawa berkumpulnya prajurit berarti kumpule prajurit, sehingga jadilah kata pule bagian dari kata kumpule menjadi nama desa tempat 40 prajurit Raden Mas Said berkumpul menyusun strategi perang.
Menurut Sugimo, tak hanya nama desa, tindakan Raden Mas Said di perkampungan tersebut juga kata-kata yang dilontarkan penguasa Pura Mangkunegaran itu kemudian menjadi cikal bakal nama sejumlah dusun. Ada 10 dusun di Desa Pule yang namanya berasal dari kata-kata atau tempat yang disampaikan Raden Mas Said pada pertengahan abad 18 itu.
Sebut saja Dusun Jetak, yang berarti semua jejak [langkah/tindakan] harus pakai otak. Lalu ada Dusun Marekam, yang berasal dari keyakinan bahwa seseorang akan puas atau marem jika berada dalam tekanan. Semangat tersebut digunakan Raden Mas Said untuk mendorong prajuritnya agar tetap maju meskipun menghadapi tekanan Belanda.
Camat Selogiri, Bambang Haryanto, saat ditemui terpisah, mengatakan sejumlah tempat di Kecamatan Selogiri memang berkaitan erat dengan cerita Raden Mas Said dan lahirnya Kabupaten Wonogiri. Lantaran itu, tidak heran kegiatan peringatan Hari Jadi Wonogiri yang jatuh pada bulan Mei, salah satunya dipusatkan di Dusun Nglaroh, Desa Pule.
Di dusun itu terdapat Prasasti Nglaroh, berupa batu berukuran panjang satu meter, tempat Raden Mas Said menentukan kapan pasukannya menyerang belanda.
Dan setelah merdeka pemerintahan kabupaten wonogiri mendirikan prasasti untuk mengenang jasa-jasa nya dan untuk menghargai tokoh pendiri kabupaten wonogiri ini dan sesuai nama desa yang pertama kali Raden mas singgahi yaitu dusun nglaroh maka Prasastinya pun di beri nama Prasasti Nglaroh sekaligus saat itu di jadikan lah hari jadi kabupaten wonogiri
Sampai saat ini pada hari-hari tertentu Prasasti Nglaroh masih banyak masyarakat sekitar wonogiri bahkan dari luar kabupaten wonogiri datang untuk berwisata religi sekaligus berziarah.
Nglaroh, Cikal Bakal Wonogiri
Wonogiri – Sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri tak bisa dilepaskan dari sepak terjang Raden Mas Said atau yang dikenal dengan sebutan Pengeran Sambernyowo. Pasalnya Pangeran Sambernyowolah yang pertama kali membentuk sebuah pemerintahan baru di wilayah ini. Dulu, wilayah yang kemudian hari dinamakan Wonogiri ini merupakan basis perjuangan beliau beserta pengikutnya dalam mengobarkan perjuangan melawan Belanda.
Pangeran Sambernyowo yang merupakan pangeran dari Kraton Kartasura pada saat melawan Belanda menggunakan sebuah daerah yang ada di ujung utara Wonogiri. Daerah tersebut bernama Nglaroh. Nama ini menurut runtutan kisah berasal dari kata ngelar (menyiapkan) dan roh (jiwa). Diartikan sebagai tempat dimana beliau mempersiapkan segenap pemikiran dan jiwa untuk menyusun kekuatan dalam mengusir segala bentuk penjajahan.
Nah di Nglaroh juga, Pangeran Sambernyowo berikut pengikut setianya yang disesepuhi olah Ki Wiradiwangsa kemudian membentuk pemerintahan baru meski dengan skala kecil. Kejadian ini tercatat pada Hari Rabu Kliwon tanggal 3 Rabiulawal 1666 th jawa Dalam perhitungan Jawa ditandai dengan suryo sengkolo Angrasa Retu Ngoyag Jagad tahun Jumakir Windu Sengoro. Jika dikonverensikan atau dihitung dalam penanggalan Masehi, pembentukan pemerintahan baru ini tepat pada tanggal 19 Mei 1741. Disebut pula sebagai Kahutaman Sumbering Giri Linuwih.
Hingga sekarang, tanggal 19 Mei selalu diperingati oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri sebagai hari jadinya. Dibuktikan dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1990. Menurut sumber resmi di Pemkab hari jadi adalah suatu hal yang dianggap maha penting karena pada hakikatnya merupakan awal perjalanan sejarah dan titik tolak untuk menatap masa depan dengan pembangunan secara sistematis dan berkesinambungan.
Guna menghargai jasa Pangeran Sambernyowo dan wilayah Nglaroh, Pemkab Wonogiri kemudian mendirikan bangunan prasasti dan tugu pusaka. Prasasti bertempat di Dusun Nglaroh Kelurahan Selogiri Wonogiri. Bangunan ini berupa tulisan diatas batu. Sedangkan tugu pusaka terletak di pinggir jalan raya Solo – Pacitan. Tepatnya di depan Kantor Kecamatan Selogiri.
Ada yang menarik dari tugu pusaka ini. Selain terbuat dari campuran batu berwarna hitam legam klasik. Berbentuk layaknya sebuiah candi. Tugu ini pun difungsikan sebagai tempat penyimpanan pusaka Kabupaten Wonogiri.
Ada 2 (dua) buah pusaka yang disimpan disana. Yakni berupa Tombak dengan nama Kyai Totok dan sebuah keris yang dinamakan Nyai Jaladara. Keduanya hingga kini selalu dijamasi atau disucikan di Waduk Gajah Mungkur setiap permulaan bulan Suro atau Muharram

3 comments:

  1. Tahu sejarah berdirinya/pembangunan tugu itu gimana ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tugu Pusaka itu bukan dibangun oleh Pemkab Wonogiri, melainkan dibangun oleh Paduka K.G.P.A.A. Mangkunegara VII pada tahun 1936. Saat itu Kabupaten Wonogiri masih menjadi wilayah Praja Mangkunegaran.

      Delete
  2. Gabung Bersama kami di Betpulsa,net
    Situs Paling Terpercaya Betpulsa
    Menangkan Bonus Jutaan Rupiah Setiap Harinya
    Jaminan Kemenangan Bergaransi

    Games Yang Tersedia Antara Lain :
    * SPORTSBOOK
    * POKER
    * LIVE CASINO
    * IDN LIVE
    * BLACK JACK
    * SLOT ONLINE
    * SABUNG AYAM S128

    Promo di Betpulsa :
    * Min Depo 25 K
    * Min WD - 50 K
    * Bonus New Member 15%
    * Next Deposit 10%
    * Bonus Harian 5%
    Dan Masih Banyak Bonus Lainnya
    * Deposit Via Pulsa Tanpa Potongan Rate 100%
    * Deposit dan Withdraw 24 jam Non stop ( Kecuali Bank offline / gangguan )
    * Proses Deposit & Withdraw Tercepat
    * Livechat 24 Jam Online
    * Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi CS Kami

    ## Contact_us ##
    WHATSAPP : 0822 7636 3934

    ReplyDelete