JOKO DOLOG - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Saturday 19 March 2016

JOKO DOLOG

Joko Dolog, begitulah panggilan terkenalnya adalah sebutan untuk sebuah patung atau arca yang bernama Mahasobhya, berada ditengah Kota Surabaya, di Taman Apsari, di depan Gedung Grahadi. Patung yang sesungguhnya merupakan Arca Budha Mahasobhya ini dulu diletakkan didepan rumah Residen Belanda, Baron A.M. Th. de Salls, di Surabaya.
Banyak yang bilang raut mukanya teduh dan tangannya membentuk sikap bhumispar samudra atau telapak tangan kiri tertutup dan seolah ingin menyentuh bumi.
Pada batur alas sandarannya terdapat serangkaian tulisan yang dikenal dengan sebutan prasasti yang disebut Wurare, karena ditemukannya di suatu tempat yang bernama Wurare, tepatnya di daerah Kandang Gajah wilayah Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto pada tahun 1817 Masehi. Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta tapi sudah mengarah ke Jawa kuno-Kawi, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289 Masehi itu memuat beberapa fakta sejarah di jaman Kerajaan Singosari, nama lain untuk Kerajaan Tumapel yang didirikan oleh Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, pendiri Dinasti Rajasa (alias ken Arok, versi Pararaton) pada tahun 1222 Masehi.
Inti sebenarnya dari artikel ini adalah membahas tentang Prasasti Wurare ini. Sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan Arca Budha Mahasobhya sebagai penghormatan dan perlambang bagi seorang raja bernama Sri Kertanagara bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanagara Wikrama Dharmatunggadewa dari kerajaan Singhasari, yang dianggap berdasarkan keturunannya telah mencapai derajat Jina atau Jina Mahasobya (Budha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya terletak di alas lapik Arca Budha tersebut, yang ditulis bidang melingkar di bagian bawahnya.
Raja Kertanegara sendiri mulai memerintah atau dinobatkan menjadi raja pada tahun 1176 saka atau 1254 Masehi (Nagarakertagama pupuh 41 bait 3).
Sebagai catatan! Sebenarnya arca Mahasobya ini pada awal mulanya berada di tempat dimakamkannya Sri Kertanagara sendiri, sekarang dikenal dengan Candi Singosari, entah kenapa sampai berada di daerah Wurare, tidak tanggung-tanggung sejak Hayam Wuruk melakukan Tour Wisata dan Napak Tilas keberadaan arca ini sudah hilang, diberitakan dalam Negarakertagama pupuh 55 bait ke-3, pupuh 56 bait dan pupuh 57. Hal yang patut diingat dalam pupuh tersebut bahwa kehilangan Arca Mahasobya ini sudah dianggap sepantasnya atau layak dan diduga telah hilang ke Nirwana.Diceritakan bahwa hilangnya ketika ada petir tahun saka 1253 atau 1331 Masehi, 1 satu tahun setelah Hayam Wuruk lahir.
Arca yang ada di candi Singosari itu sebenarnya bukan hanya Arca Mahasobya saja, tetapi juga ada arca Siwa dan keduanya hilang. yang satu dibawa ke Leiden, Belanda dan yang satu lagi jalan-jalan dan nyasar di Wurare, berat soalnya sedangkan arca Siwanya lebih kecil, gak ribet kalau dibawa, sama diberitakan juga oleh Negarakertagama pupuh 56 bait ke-2 tentang arca Siwa tersebut.
Pada lapiknya terdapat prasasti yang merupakan sajak, memakai huruf Jawa kuno, dan berbahasa Sansekreta. Dalam prasasti tersebut disebutkan tempat yang bernama Wurare, sehingga prasastinya disebut dengan nama prasasti Wurare. Namun jika melihat lapiknya, disebut prasati Wurare, sangat menarik karena memuat beberapa data sejarah di masa lampau. Angka prasasti menunjukkan 1211 Saka yang juga menurut legenda patung ini dibuat dan ditulis oleh seorang abdi raja Kertajaya bernama Nada. Prasasti yang berbentuk sajak sebanyak 19 bait ini isi pokoknya dapat dirinci menjadi 5 hal, yaitu :
1. Pada suatu saat ada seorang pendeta yang benama Arrya Bharad bertugas membagi Jawa menjadi 2 bagian, yang kemudian masing-masing diberi nama Jenggala dan Panjalu. Pembagian kekuasaan ini dilakukan karena ada perebutan kekuasaan diantara putra Mahkota.
2. Pada masa pemerintahan raja Jayacriwisnuwardhana dan permaisurinya, Crijayawarddhani, kedua daerah itu disatukan kembali.
3. Pentahbisan raja (yang memerintahkan membuat prasasti) sebagai Jina dengan gelar CriJnanjaciwabajra. Perwujudan sebagai Jina Mahasobya didirikan di Wurare pada 1211 Saka.
4. Raja dalam waktu singkat berhasil kembali menyatukan daerah yang telah pecah, sehingga kehidupan menjadi sejahtera.
5. Penyebutan si pembuat prasasti yang bernama Nada, sebagai abdi raja.
Patung tersebut dibuat untuk menghormati Kertanegara Putra Wisnu Wardhana sebagai raja Singosari pada masa itu. Beliau terkenal karena kebijaksanaannya, pengetahuannya yang luas dalam bidang hukum dan ketaatannya pada agama Budha serta cita-citanya yang ingin mempersatukan bangsa Indonesia.
Legenda lain menyebutkan bahwa Kertanegara membangun patung untuk menghilangkan kutukan Mpu Bharadah yang dapat menggagalkan usahanya mempersatukan kerajaan – kerajaan yang terpisah – pisah pada saat itu. Menurut keterangan Bupati Surabaya (Regent), patung Joko Dolog berasal dari kandang gajah.
Pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu dibawah Residen De Salls memindahkan patung tersebut ke Surabaya dan ditempatkan di Taman Apsari.
Sumber : Trans Surabaya
Menurut legenda, patung ini dibuat pada 1211 Saka atau 1289 M di makam Wurarare [Lemahtulis], yang merupakan rumah Mpu Bharadah di desa Kedungwulan
Dengan data-data tersebut nampak bahwa arca Mahasobya ini merupakan peruwujudan Kertanegara sendiri. Dan prasasti Wurare merupakan bukti keberanian bangsa kita yang tidak ingin dijajah oleh bangsa lain manapun. Atau mungkin juga sudah semestinya letaknya di Surabaya yang penduduknya terkenal dengan keberanian dan sifat-sifat kepahlawanannya.
Sejarah penemuan Arca Joko Dolog, tidak terlepas dari legenda yang tersebar dimasyarakat, ada beberapa versi yang mengatakan, Arca Joko Dolog ditemukan pada Tahun 1812 oleh Belanda, akan dikapalkan ke Amsterdam, lewat pelabuhan Ujung Galuh sekarang Tanjung Perak.
"Saat mau di pindahkan ke kapal, Arca tidak dapat diangkut, meskipun dengan berbagai macam cara telah dilakukan namun hasilnya tetap nihil, akhirnya diputuskan untuk tidak dibawa ke Belanda" Ujar juru kunci Sugianto.
Arca Joko Dolog, imbuh Sugianto, sudah mengalami beberapa kali renovasi kurang lebih dua kali. Pada tahun 1957 Arca Joko Dolog diberi “alas duduk” berupa batu. Sebelumnya, Arca Joko Dolog bersila di tanah tanpa alas. Pemugaran areal pertapaan Jogo Dolog dimulai sejak tahun 1998, dengan pembangunan joglo atau atap untuk melindungi keberadaan Joko Dolog

No comments:

Post a Comment