DIBALIK KISAH TARIAN SANJAYARANGIN BABAD LOROG PACITAN - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Tuesday 2 January 2018

DIBALIK KISAH TARIAN SANJAYARANGIN BABAD LOROG PACITAN


Kisah Panji Sanjaya Rangin
Diceritakan bahwa dahulu Raden Adipati Bandhung mempunyai dua orang putra.namun, dua putra adipati Bandhung tersebut tidak pernah hidup rukun. Ketika Raden Adipati Bandhung meninggal, Perebutan kekuasaan antara kedua putra tersebut tidak dapat dihindari. Seharusnya, putra tertualah yang mendapatkan kekuasaan menggantikan Adipati Bandhung. Karena Putra kedua sangat menginginkan tahta, maka putra tertua mengalah dan mengembara ke Pajang.
Akhirnya putra tertua dari Adipati Bandhung tadi bergelar Kyai Bandhung di daerah Pajang. Namun didaerah ini kyai bandhung bukan untuk menjadi Ratu melainkan membuka suatu perguruan. Kyai bandhung tidak merasa nyaman diPajang lalu beliau pindah kedaerah Ponorogo.
Ketika beliau pindah dari Pajang ke Ponorogo ada salah satu dari Santinya yang ikut dalam perjalanannya kedaerah ponorogo, beliau adalah Raden Panji Sanjaya Rangin. Ketika sudah sampai didaerah ponorogo Raden Panji Sanjaya Rangin minta tanah untuk dibukanya dan dibuat pedesaan. Akhirnya Raden PanjiSanjaya Rangin mendapatkan tanah dipesisir selatan. Yaitu mulai dari kali Wuluh sampai daerah Lorog, panggul. Lalu batas daerah kali Wuluh adalah daerah mojoyang sudah diserahkan kepada kyai Ageng Petung. Kyai Banhung merestui dari niat Raden Panji Sanjaya Rangin untuk membuka tanah didaerah selatan beliau juga berdoa agar tanah yang dibuka oleh Raden Panji Sanjaya Rangin kelak tumbuuh subur dan Makmur.
Kyai Bandhung berpesan untuk membuat Pesanggrahan ( tempat tinggal) namun, bila menemukan daerah yang lebih nyaman boleh memilih tempat untuk tinggal namun jika sudah tidak ada harus menempati tempat yang dianggap paling nyaman. Akhirnya Raden Panji Sanjaya Rangin membuat tempat tinggal atau pesanggrahan pertama yaitu didaerah Kebonagung yang sekarang dikenal dengan desa sanggrahan.
Setelah daerah Pesanggrahan ini makmur lalu Raden Panji Sanjaya Rangin mendapat petunjuk untuk membuka daerah lagi diselatan yaitu didaerah Tulakan sekarang. daerah yang dibuka disebut dengan Desa nglaran yang akhirnya daerah itu berkembang dan semakin luas
Setelah itu Raden Panji Sanjaya Rangin masih membuka daerah lagi disebelah timur. Daerah tersebut berupa rawa- rawa dulunya dan daerah yang sangat kaya akan airnya. Maka daerah tersebut dirasa sangat cocok uuntuk daerah persawahan. Dan akhirnya daerah tersebut menjadi makmur sampai sekarang. Daerah bukaan yang ketiga tersebut dikenal dengan sebutan Lorog. Atau Ngadirojo sekarang.
Akhirnya daerah tersebut diberikan oleh Raden Panji Sanjaya Rangin kepada Kyai Ageng Bandhung. Setelah menempati daerah tersebut Kyai Ageng Bandhung lalu menikah dengan putri Kyai Ageng Jantur. Sedangkan Raden Panji Sanjaya Rangin kembali lagi kedaerah yang dibukannya sebelum daerah lorog tadi yaitu desa Nglaran. Yang akhirnya beliau pun meninggal didaerah nglaran dan dimakamkan juga didaerah nglaran tersebut. Hingga sekarang pun makam dari Raden Panji Sanjaya Rangin masih terawat.
Namun setelah wafatnya Raden Panji Sanjaya Rangin, banyak dari putra- putranya yang bertempat dan menetap didaerah lorog.
B. Silsilah Panji Sanjaya Rangin.
Silsilah Raden Panji Sanjaya Rangin.
1. Adipati Handayanigrat berputra : Ki Ageng Kebo Kenongo Ing Pengging
2. Ki Ageng Kebo Kenongo berputra : Mas Karebet Sultan Hadiwijoyo ing Pajang.
3. Mas Karebet berputra : R. Panji Sanjaya Rangin ing Lorok
4. R. Panji Sanjaya Rangin berputra : Ki Ageng Nolokerti ing Lorok
5. Ki Ageng Nolokerti berputra : Ki Ageng Jokerti ing lorok
6. Ki Ageng Jokerti berputra : Ki Ageng Pronoyudho ing Lorog.
7. Ki Ageng Pronoyudho berputra : Ki Ageng Kertoyudho ing Lorok.
8. Ki Ageng Kertoyudho berputra : Ki Ageng Pronoyudho II ing Lorok.
9. Ki Ageng Pronoyudho II berputra : Ngabei Wonosediro Wedana Lorok.
C. Keadaan makam masa sekarang.
Makam Raden Panji Sanjaya Rangin pada masa sekarang masih sangat terwat.tercatat ada sejumlah Guru Kunci yang merawat Makam Raden Panji Sanjaya Rangin yaitu :
1. Nurdiyah
2. Mustari
3. Kasan Ngali
4. Kasan Mustar
5. Sarmorejo
6. Janadi
7. Bonasir
Namun nama- nama diatas tidaklah keseluruhan, karena banyak dari Guru Kunci yang tidak tercatat. Karena pendataan itu baru dimulai dari jaman sejak kemerdekaan saja. Dan sangat sulit untuk mengumpulan informasi keseluruhan, karena kebanyakan dari Guru Kunci yang dahulu sudah tidak ada lagi.
Selain itu masih banyak pula para peziarah yang hadir untuk memanjatkan doa. Para peziarah makam Raden Panji Sanjaya Rangin bukan saja dari Wilayah daerah Pacitan saja.namun, melainkan dari kota- kota besar seperti dari kota Semarang, Surabaya, Bandung, dan juga dari Ibu Kota Jakarta.
DONGENG YANG DITUTURKAN OLEH BPK KATNI SPD MPD
KI AGENG BANDUNG DAN PANJI SANJAYANGRANGIN
Malam belum begitu larut; namun mendung hitam tebal membuat sore itu seakan telah tengah malam. Rembulan yang sedang purnama sama sekali tidak tampak; membuat suasana semakin sepi dan gelap pekat, segelap dan sepekat hati, fikiran Den Mas Bandung sore itu. Ia sandarkan bahunya ke balai-balai tempat ia mengajarkan pengetahuan ilmu agama terhadap anak-anak dan remaja. Fikiran dan telinganya teringat, terngiang pesan orang tuanya di tanah Periangan sebelum mereka mangkat.
“Ngger…Ayah dan ibunda berpesan, suatu saat nanti jika ayah dan bundamu telah tiada hidup rukun dan damailah bersama adikmu. Sebagai putra tertua kau akan meneruskan tahta di tanah Periangan ini. Jadilah penguasa yang arif, bijaksana, mengayomi kawulo dasih demi ketenteraman dan kedamaian masyarakat!”
“Daulat ayahanda akan hamba laksanakan. Hamba mohon doa restu ayah-bunda.” Akan tetapi apa yang terjadi? Setelah ayah dan ibunya mangkat adik satu-satunya berambisi menggantikan. Den Mas Bandung tahu sebagai putra mahkota seharusnya dialah yang menggantikannya. Namun dia memilih mengalah daripada terjadi pertumpahan darah dengan adiknya. Ia berusaha menepati pesan dan wasiat orang tuanya tetap hidup rukun dan damai bersama adiknya, sehingga memilih mengembara dan sampailah di wilayah kerajaan Pajang sampai sekarang.
Untuk menghibur galau hatinya dialunkan tembang macapat ‘maskumambang’ dengan lirik yang sangat menyentuh.
Urip ira pinter samubarang kardi Saking ibu rama Ing batin saka Hyang Widhi Mulane wajib sinembah
Sejatine sembah bhekti marang gusti Tuwin ibu rama Iku tindak bener becik Ora amung tata krama
(Hidupmu pandai/mengerti terhadap banyak hal
Dari ibu dan bapak
Di dalam batin dari Tuhan Yang Maha Kuasa
Makanya wajib disembah
Sebenarnya sembah dan bakti terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa
Dan (terhadap) ibu bapak
Itu perilaku yang benar dan baik
Tidak hanya bertata-krama)
Dua pupuh tembang maskumambang itu terasa meringankan beban berat akibat pengalaman dan kenangan masa lalu. Setiap ada kesedihan, kegalauan ia lantunkan tembang-tembang yang dapat menghibur hatinya; karena dia begitu mencintai tembang-tembang jawa walau dilahirkan di tanah Sunda.
Tersebutlah seorang pemuda yang ikut memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Ki Ageng Bandung. Ia bernama Panji Sanjayangrangin. Ia seorang pemuda yang tekun belajar dan selalu setia kepada gurunya
“Sanjaya…sore ini sengaja kau kupanggil karena ada sesuatu yang harus aku sampaikan padamu.”
“Baiklah Ki Ageng. “ Ki Ageng sebutan terhadap Dem Mas Bandung.
“Begini…” Ki Agengg Bandung membenahi tempat duduknya. “Kau tahu, aku telah menetap di wilayah Pajang ini sejak beberapa tahun silam sehingga telah saatnya aku mesti meneruskan pengembaraanku. Padepokan ini aku serahkan kepadamu. Tuntunlah saudara-saudaramu, adik-adikmu dalam belajar!”
“Ki Ageng akan mengembaraa kemana? Kemanapun Ki Ageng pergi jika diperkenankan aku akan selalu menyertai. Belum cukup pengalaman dan pengetahuan yang harus aku pelajari dari Ki Ageng. Lagi pula bukankah aku dapat membantu Ki Ageng sesuai kemampuan?”
“Sudahlah… Tinggalah kau di tempat kelahiranmu. Kau akan dapat mengabdikan diri di kerajaan Pajang ini.”
“Apakah yang dapat aku lakukan tanpa Ki Ageng? Aku hanya seorang hamba bukan bangsawan atau prajurit yang dpat membela Negara/kerajaan.”
“Kau harus tahu sanjaya … bahwa pengabdian tidak hanya dapat dilakukan oleh pejabat, orang berpangkat, atau konglomerat, namun juga dapat dilakukan oleh rakyat, orang melarat atau siapapun. Berjuang itu bukan untuk mencari beras, baju dan uang, namun berjuang itu sebuah pengorbanan yang tulus, ikhlas tanpa pamrih. Pahlawan bukan hanya mereka yang gugur memenggul senjata membela bangsa di medan laga akan tetapi semua perbuatan baik untuk kepentingan masyarakat, kepentigan bersama, bangsa dan Negara; itulah jiwa kepahlawanan. Ingat pesan para winasis dan leluhur kita dalam tembang dhandhanggula berikut:
Dhuh nak angger padha dipun eling Apa kang aran kapahlawanan Dudu mung kar’na arane Jiwa tansah anggugu Pakaryan utama lan becik ‘Ra krana drajat pangkat Lan sifat ngadigung Uga adigang-diguna Nanging sucining ati resiking budi Mrih sedaya utama
(Kepada anak cucu silahkan diingat
Apa yang dikatakan kepahlawanan
Bukan hanya karena namanya
Jiwa selalu patuh
Pada pekerjaan yang benar dan baik
Bukan hanya karena derajat dan pangkat
Dan sifat sombong (karena kedudukannya)
Juga sombong (karena kekayaan/kejayaan dan kepandaian)
Tetapi sucinya hati dan bersihnya fikiran
Agar semua benar/baik).
“Sanjaya… tembang ini mengajarkan bahwa jiwa kepahlawanan ini didasari perbuatan baik, bukan karena derajat, pangkat, kedudukan apalagi sifat adigang, adigung, adiguna sombong mengandalkan hartanya, kekuatannya, kekayaannya atau kepandaiannya.”
“Lalu apa Ki Agenng?”
“Yang utama sucinya hati, bersihnya budi (fikiran); dan itu semua bertujuan mendapatkan kebaikan.”
Ki Ageng… mohon dimaafkan karena aku belum dapat melakukan seperti yang Ki Ageng pesankan. Oleh karenanya apapun yang terjadi dan kemanapun Ki Ageng pergi mengembara Sanjaya akan menyertai.”
“Mengapa niatmu begitu keras tekatmu begitu bulat Sanjaya?”
“Sebab…sebab…aku masih harus belajar dan menimba pengalaman dari Ki Ageng.”
“Baiklah kalau begitu, besuk kita beragkat. Tetapi kau mesti ingat bahwa perjalanaann hidup yang akan kita lalui penuh liku-liku, syarat dengan ‘lara-lapa’, sanggupkah kau Sanjaya?”
Berapa lama perjalanan Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayarangin tidak diceritakan, akan tetapi keduanya telah sampai di Kadipaten Ponorogo yang saat itu penguasanya Betara Katong. Mereka mengabdi kepada penguasa Ponorogo ini. Sebelum itu di Ponorogo kedatangan Ki Ageng Ampak Baya dan Ki Menak Sopal. Atas seijin penguasa Ponorogo kedua orang ini membuka hutan. Ki Ampak Baya membabad hutan di wilayah Pacitan, sedang Ki Menak Sopal membuka hutan di sebelah timur Ponorogo yang dalam perkembangannya wilayah ini bernama trenggalek. Ki ageng Ampak Baya kemudian terkenal dengan nama Ki Ageng Posong memimpin perdikan ketiga, sebab tanah perdikan pertama berlokasi di Jati dan tanah perdikan kedua dipimpin oleh Ki Ageng Petung di Rejasa. Sedang tanah perdikan keempat dipimpin/didirikan oleh Syeh Maulana Maghribi, seorang mubalig penyebar islam bertempat tinggal di Duduwan.
Dengan datangnya Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syeh maulana Maghribi di Pacitanpun terjadi Islamisasi. Pendatang aru ini harus berhadapan dengan penguasa setempat yaitu Ki Ageng Buwono Keling yang tetap mempertahankan tradisi-tradisi Hindu-Budha.
Pengabdian Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin kepada penguasa Ponorogo mendapatkan sambutan baik dan bahkan telah beberapa tahun mereka menunjukkan kesetiannya; sehingga suatu hari mereka dipanggil menghadap.
“Ki Ageng Bandung dan kau Panji, kesetiaanmu terhadap Ponorogo tidak saya ragukan. Sebenarnya saya senang kau berdua tetap tinggal di sini, akan tetapi sebagai wujud kepercayaan dan terima kasihku kau saya serahi wilayah sebelah tenggara Ponorogo. Bukalah hutan di sana. Sanggupkah kalian?”
“Hamba sanggup Paduka!” sahut Ki Ageng Bandung dan Panji Saanjayangrangin hamper bersamaan.
“Kami hanya dapat menghaturkan terima kasih dan mohon doa restu!”
“Tapi ingat bahwa di Rejasa, Posong, Duduwan telah ada yang memiliki. Bukalah hutan di sebelah timur.”
Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin disertai beberapa orang dari Ponorogo telah memasuki wilayah yang akan dibuka.
“Sajaya…mari kita membuaat pesanggrahan di sini untuk tempat peristirahatan. Jika nanti ada tempat yang lebih baik untuk kitaa diami kita berpindah, namun jika tidak disinipun tempatnya sudah lumayan.” Sanjayangrangin dan lainnnya menurut perintah Ki Ageng Bandung. Mereka membabad hutan dan membuat rumah untuk pesanggrahan. Sampai sekarang tempatt ini bernama Sanggrahan dan termasuk wilayah desa Ketro Wonojoyo, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.
Pembabatan hutan oleh Panji Sanjayangrangin diteruskan dan dimulai dari selatan yaitu di sekitar Gunung Kuir. Akan tetapi setelah dibabad tempat ini tidak rata penuh dengan bukit dan lembah. Pembabatan semakin ke utara disinni tempatnya agak rata yang sampai sekarang dinamakan desa Nglaran (dari kata welaran = pelebaran)yaitu pelebaran dari wilayah Gunung Kunir. Dengan seijin Ki Ageng Bandung Nglaran ditempati Panji Sanjayangrangin, sedang Sanggrahan ditempati oleh Ki Ageng Bandung.
Suatu sore…Panji Sanjayangranginn bertandang ke Sanggrahan. Di ruang depan ia
“Pembukaaan hutan harus kita teruskan Sanjaya.”
“Lantas wilayah sebelah mana yang harus kita buka Ki? Bukankah kita telah menjadikan beberapa pedusunan dan telah menemukan tempat tinggal?”
“Benar Sanjaya, namun kita harus ingat bahwa pembukaan hutan ini bukan hanya untuk diri sendiri, kita mesti mengingat anak cucu kita nanti. Lagipula selagi kita maasih kuat marilah kita lakukan sesuatu untuk kemaslahatan orang banyak.”
Pagi-pagi benar setelah sholat subuh Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin telah memasuki hutan di sebelah timur. Daerah yang mereka temukan merupakan perbukitan yang kurang menarik namun wilayah Lorok (saat itu belum dinamakan Lorok) menjadi perhatian sebab bagian yang rata lebih luas, sumber airbanyak walaupun disana sini banyak rawa. Menurut perhitungan Ki Ageng Bandung daerah ini sangat subur. Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin sepakat akan tinggal di situ. Oleh Karena itu pembukaan hutan dimulai dari lereng bukit sebelah selatan dan perkembangan berikutnya daerah itu dinamakan dusun Bandung. Sesepuhnya Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin juga ikut tinggal di situ.
Ki Ageng Bandung lama tidak sowan ke Ponorogo; padahal berkat kemurahan Adipati ponorogo-lah mereka dapat membuka hutan dan menjadikan pedusunan yang ramai. Oleh karenanya membulatkan tekat untuk sowan ke ponorogo. Dan benara juga suatu sore ia sudah berada di pendopo Kadipaten Ponorogo.
“Assalamu ‘alaikum ndoro Adipati.”
“Wa’alaikum salam. Ooh… Ki Ageng Bandung. Silahkan paman!”
“Sendika gusti, sowan saya kesini untuk melaporkan bahwa saya bersama Panji Sanjayangrangin telah berhasil membuka beberapa padusunan yang sekarang mulai ramai.”
“Bersyukurlah paman, oleh karena jasa paman maka mulai sekarang paman Bandung saya angkat menjadi seorang Ngabei di sana. Paman saya mita sowan ke Ponorogo dua kali setahun grebeg Maulud dan ba’da puasa. Upetinya berupa hasil pertanian daerah paman!”
“Sendika gusti, titah gusti Adipati akan selalu hamba perhatikan.” Ki Ageng Bandung pulang ke Lorok dengan hati senang.
Hari masih pagi. Matahari merah menebar sinarnya yang terasa hangat-hangat kuku. Satu persatu berdatanganlah orang-orang dari Sanggrahan, Nglaran berkumpul di dusun Bandung. Ki Ageng Bandung sengaja mengundang mereka untuk mengumumkan pengangkatanya menjadi Ngabei di wilayah Lorok oleh Adipati Ponorogo.
“Saudara-saudaraku…belum lama ini aku telah menghadap Adipati Ponorogo. Aku mendapatkan ‘nawolo’ (surat perintah) menjadi Ngabei di wilayah Lorok dan sekitarnya. Aku bersyukur mendapatkan kepercayaan ini. Namun bagiku ini sebuah amanah dan tanggung jawab yang cukupaberat. Oleh karenanya aku tidak dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan saudara semua.”
“Hidup Ki Ageng Bandung… hidup Ki Ageng Bandung…sambbut paraa hadirin bersorak mengelu-elukan pemimpin mereka.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan akhirnya tahunpun terjelang. Pengembangan wilayah di Lorok semakin luas; pembukaan hutan di sebelah timur dusun Bandung akhirnya bernama Setriyan karena semula tanah ini diperuntukkan anaknya aberama Satriya. Di hutan utara Satrian ditemukan pohon tanjung sepasang oleh karenanya dinamakan Tanjungpuro yang pada saat hutan dibuka ternyata di situ telah ada masjid dan rumah menghadap ke selatan berpagar batu bata mentah; sehingga masjid ini dikenal dengan masjid Tiban/Lorog (sudah ada sebelumya). Perluasan wilayah kesebelah utara akhirnya dinamakan desa Wiyoro (dari kata wiyar = pelebaran/perluasan).
Panji Sanjayangrangin diperintah untuk membuka hutan diseberang sungai yang oleh ki Ageng Bandung ditandai dengan bendera 9selembar kain) di puncak pohon. Dusun itu akhirnya dinamakan dusun Bendera; sampai sekarang disebut Ndiran. Yang dikembangkan kearah timur laut yang terkenal dengan dusun Njayan diambil dari nama pembukannya Panji Sanjayangrangin.
Demikianlah Ki Ageng Bandung dan Panji Sanjayangrangin turun temurun di tanah Lorok. Sampai meninggalnya Ki Ageng Bandung dimakamkan di Dusun Satriyan. Sedang masa tuanya Panji Sanjayangrangin kembali kewilayah pembukaan hutan pertamanya yaitu desa Nglaran serta meninggal dan dimakamkan di situ. Makam kedua tokoh sesepuh/tetua ini sampai sekarang menjadi tempat ‘penyadranan’ dan ‘pekaulan’ tidak saja bagi orang-orang Pacitan namun mayoritas orang-orang dari luar Pacitan.
***

7 comments:

  1. Keturunan dari sidomulyo masih adakah

    ReplyDelete
  2. Keturunan dari Raden panji sanjaya rangin

    ReplyDelete
  3. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete