JUAL BELI GENDERUWO DI DESA BESOWO - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Saturday, 12 March 2016

JUAL BELI GENDERUWO DI DESA BESOWO


Di bawah pohon beringin besar di tengah pekuburan tua yang terletak di sebelah timur Desa Besowo dipercaya menjadi pintu keluar masuk genderuwo yang diperdagangkan. Sebelum mengambil genderuwo tersebut, mereka melakukan ritual di bawah pohon itu. (57v)


SORE itu areal persawahan di Desa Besowo, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban cukup semarak. Di areal persawahan yang melingkupi desa berpenduduk 628 kepala keluarga tersebut memang tengah memanen hasil bumi berupa kacang. Pria, wanita, tua dan muda tumpah ruah turun ke sawah, memungut hasil panenan. Kehidupan pertanian di Besowo memang cukup maju. Sayangnya, kehidupan damai masyarakat tani di Desa Besowo itu tertutup mitos genderuwo yang telah melingkupinya selama bertahun-tahun.
Ritual pembelian genderuwo, menurut sebagian warga, seringkali dilakukan oleh dukun desa di tempat-tempat seperti kuburan, tanah yang dikeramatkan, bahkan di tengah hutan yang cukup jauh dari desa. Ritual untuk mengambil genderuwo yang paling dekat adalah di kuburan tua yang terletak di sebelah timur desa. Di tempat yang memiliki pohon beringin besar tersebut, konsumen biasanya diajak dukun setempat untuk melakukan pengambilan makhluk (konon) setengah manusia setengah demit itu, dengan cara mempersembahkan sesaji, membakar dupa, dan bersemadi semalam suntuk. Hanya, cara yang dilakukan oleh dukun-dukun genderuwo yang ada saat ini menurut penduduk desa sudah sangat menyimpang dibandingkan dengan dukun yang terdahulu.
Dukun terdahulu, katanya, tidak perlu melakukan ritual di tempat-tempat seperti itu. Mereka cukup memanggil ''Mbah Ireng'' (begitu penduduk desa menyebut genderuwo) dari rumah mereka, tanpa harus datang ke tempat-tempat yang wingit tersebut.
Selain di kuburan desa, ada dua tempat lainnya, yaitu tanah Karangan dan Hutan Kalang yang menjadi tujuan dukun Desa Besowo untuk ngunduh genderuwo. Karangan merupakan sebuah gundukan tanah yang lebih tinggi dari areal persawahan. Tempatnya berada di sebelah timur desa. Sementara itu, Hutan Kalang jauh dari desa dan terletak di tengah-tengah areal hutan miliki Perhutani. Hutan Kalang sangat dikeramatkan oleh penduduk. Warga desa juga percaya, hutan tersebut merupakan kerajaan dari genderuwo.
Menurut penduduk, di hutan yang juga biasa disebut hutan larangan itu mengandung mitos jalma mara jalma mati (siapa yang berani datang akan tewas). Banyak cerita penduduk Besowo yang mengatakan orang terutama dari luar daerah yang masuk ke hutan itu akan meninggal. Trisno (35), salah satu kemenakan dukun genderuwo Rasmadi menuturkan, pernah ada mandor hutan yang masuk ke hutan tersebut. Namun setelah beberapa hari, mandor tersebut tidak keluar dari hutan. Oleh penduduk kemudian dicari bersama-sama dan mandor itu telah ditemukan meninggal di hutan tersebut. ''Hewan ternak yang masuk ke hutan tersebut biasanya banyak juga yang mati. Kata sesepuh, hewan ternak tersebut mati dimakan penunggu hutan,'' tuturnya.
Tasman (37), salah satu penduduk setempat yang mengaku pernah mengantarkan seorang konsumen dari Surabaya untuk melakukan ritual pemanggilan genderuwo bersama salah satu dukun, mengatakan, sebelum melakukan ritual di tempat-tempat tersebut, dukun genderuwo biasanya mengajukan beberapa syarat yang harus dibawa oleh konsumen.

Rokok Tertentu
Menurut Tasman, syarat yang harus dibawa oleh konsumen yang meminta genderuwo adalah rokok dengan merek tertentu, kembang boreh, menyan, mori satu meter serta ayam satu potong untuk brokohan atau selamatan. ''Tapi setelah ritual tersebut, saya juga tidak pernah melihat wujud dari Mbah Ireng. Mereka yang minta genderuwo itu oleh dukun hanya diberi sebuah bungkusan kain kecil yang katanya berisi Mbah Ireng. Bungkusan itu oleh dukun disarankan ditanam di tempat yang akan dilindungi oleh genderuwo,'' jelas Tasman.
Selain memberikan bungkusan yang katanya berisi genderuwo itu, konsumen juga diberikan sebuah bungkusan penangkal, agar genderuwo tersebut tidak bisa masuk ke dalam rumah. Bukan lagi rahasia jika makhluk yang bernama genderuwo tersebut bisa berubah wajah sesuka hatinya. Selain itu, genderuwo sering menyaru rupa menjadi orang dan meniduri istri orang. ''Kalau tidak minta penangkal tersebut, biasanya genderuwo masuk ke dalam rumah dan menganggu istri orang. Jika yang meminta genderuwo tersebut tidak memiliki penangkal, dia bisa berubah wajah mirip seperti pemilik rumah. Setelah itu genderuwo masuk ke rumah dan meniduri istri orang tersebut saat terlena,'' kata Munasir (43), warga lainnya yang mengaku belum pernah sekalipun melihat wujud genderuwo Besowo.
Hanya, semakin hari ritual genderuwo tersebut tidak hanya mengandalkan syarat ''standar'' seperti yang dituturkan oleh penduduk desa. Kini, dukun desa juga memodifikasi syarat tersebut dengan mengunakan uang sebagai salah satu syaratnya.
Winarti (25), penduduk desa yang berprofesi sebagai ledhek menuturkan, seringkali dia melihat orang yang melakukan ritual, diminta oleh dukun genderuwo untuk menempatkan uang yang dimasukan ke dalam amplop ke salah satu makam pepunden desa. Bahkan dia juga pernah menyaksikan aksi salah satu dukun yang mensyaratkan, setiap patok kuburan diberi amplop uang dalam jumlah tertentu. ''Tentu saja dukun seperti itu adalah dukun yang tidak benar. Akan tetapi di desa ini memang ada dukun yang seperti itu,'' cerita dia yang memiliki rumah di dekat kuburan tua desa itu.
Winarti sendiri saat ini sudah tidak lagi mempercayai kebenaran dari ritual genderuwo tersebut. Pasalnya, dia melihat sendiri bagaimana dukun-dukun tersebut sudah menerapkan tarif tertentu kepada orang-orang yang meminta jasa mendapatkan genderuwo. ''Saya yang warga desa sendiri tidak habis pikir, bagaimana orang yang datang ke dukun mau melakukan hal itu. Masak, untuk mendapatkan genderuwo harus menyediakan uang hingga Rp 2 juta segala. Tentu saja tidak masuk akal,'' paparnya.
Terlepas dari masuk akal atau tidak, tapi hingga saat ini ritual pembelian genderuwo tersebut masih saja dilakukan oleh sejumlah orang.
''Jarang sekali orang yang sudah datang ke salah satu dukun, kembali lagi. Entah apa mereka tidak datang lagi karena sudah mendapatkan genderuwo atau malahan tertipu karena tidak mendapatkan apa-apa selain bungkusan,'' tandas Winarti sembari tertawa.

Ada Konsumen yang Berani Bayar Jutaan Rupiah
KUBURAN TUA: Kuburan Mbah Honggowongso ini juga sering dipergunakan untuk ritual pemanggilan genderuwo. Dukun dari desa biasanya mengajak konsumen mereka ke tempat ini
DESA Besowo, konon dulunya merupakan gudang ledhek (penari joget). Kata-kata Besowo sendiri berasal dari beso atau beksa yang artinya berjoget/menari. Adapun ''wo'' artinya di-gowo (dibawa). Menurut para penduduk desa sekitar, penari joget dari Besowo dulunya gampang ''dibawa'' setelah menari.
Entah benar entah tidak, kini Besowo lebih terkenal sebagai desa genderuwo daripada desa ledhek. Di desa itu sendiri, kini cuma Winarti seorang yang masih bertahan sebagai ledhek.
Dalam kepercayaan Jawa, sosok setan atau makhluk halus memiliki banyak nama dan bentuk. Wewe, sundel bolong, banaspati dan genderuwo hanyalah sebagian nama dari sosok makhluk halus. Namun sepertinya hanya sosok genderuwo yang memiliki pamor khusus. Sosok genderuwo digambarkan berbadan besar, hitam dan memiliki bulu lebat di sekujur tubuhnya.
Sosok genderuwo ini konon bisa diperintah oleh sebagian manusia. Karena sosok ini bisa diperintah, maka seringkali muncul kabar jual beli genderuwo dengan mengganti sejumlah rupiah. Layaknya jual beli, konsumen seharusnya melihat barang yang akan dibelinya terlebih dahulu. Akan tetapi, dalam jual beli genderuwo di Besowo, konsumen seringkali tidak melihat bentuk dari barang yang akan dibelinya tersebut. Kebanyakan dari mereka pulang ke rumah tanpa pernah melihat bagaimana bentuk dan wujud dari genderuwo yang mereka pesan.
Meski tidak pernah terbukti bagaimana bentuk barang yang diperjualbelikan, namun masih juga ada orang yang kepincut datang dengan maksud membeli genderuwo tersebut. ''Adalah mustahil memperdagangkan mahkluk halus seperti genderuwo. Apalagi memakai sejumlah uang. Genderuwo bukanlah hewan ternak yang bisa diperjualbelikan seperti di pasar,'' kata Alwi Sasongko, Pimpinan Padepokan Spiritual Papan Kencono Semarang yang menyertai Suara Merdeka ke Desa Besowo.
Mendengar penuturan penduduk Desa Besowo, jual beli genderuwo tersebut sebenarnya baru marak pada beberapa tahun belakangan ini. Sebelumnya, penduduk terutama golongan tua tidak pernah mendengar aksi jual beli genderuwo tersebut. ''Kalau tidak salah, dulu yang pertama kali bisa memanggil genderuwo dengan imbalan sejumlah uang itu adalah Sanusi (sudah meninggal-Red). Sebelum-sebelumnya, tidak pernah ada dukun yang memperjualbelikan genderuwo,'' kata Mbah Siyem (67), ibu dari Winarti.
Dia juga menuturkan, generasi dukun tua Besowo yang telah meninggal memang terkenal bisa memanggil genderuwo untuk menjaga ladang ataupun sawah saat memasuki musim panen. Tak dipungkiri, ujarnya, saat itu areal persawahan adalah daerah yang sering disatroni pencuri. ''Genderuwo tersebut dimintai tolong untuk menjaga panenan saja. Setelah itu oleh sang dukun, genderuwonya dikembalikan lagi ke tempat semula. Hanya, sekarang kok katanya diperjualbelikan,'' terangnya.
Menurut cerita penduduk setempat, nama yang pertama kali berhubungan erat dengan mitos genderuwo adalah sosok pendiri desa Mbah Palu. Mitos penduduk sekitar mengatakan bahwa Mbah Palu ini pertama kali membangun Desa Besowo dengan memindahkan genderuwo ke Hutan Kalang. Oleh penduduk, Mbah Palu memang dianggap sebagai cikal bakal yang menurunkan generasi dukun genderuwo di Besowo.
Setelah Mbah Palu meninggal, predikat dukun genderuwo tersebut disandang oleh satu-satunya anak murid Honggo Wongso. Setelah Honggo Wongso meninggal dan dimakamkan di sebelah timur desa, dukun genderuwo Besowo berada di tangan Mbah Joyo Yusuf yang juga merupakan murid dari Mbah Palu. Joyo Yusuf kemudian memiliki dua murid bernama Sanusi dan Paijo yang pada akhirnya meneruskan jejak petualangan dukun genderuwo dari Besowo pada tahun 80-an. ''Dari Sanusi ini saya pernah dengar kalau untuk mendapatkan genderuwo harus membayar dengan jumlah tertentu. Katanya ada yang memberi hingga jutaan rupiah untuk mendapatkan genderuwo,'' kata Mbah Siyem.
Tasman yang saat itu mengantarkan konsumen dari Surabaya menuturkan, uang yang diberikan pada saat itu berjumlah kira-kira Rp 2 juta. ''Saya bahkan diajak mengantarkan bungkusan dari salah satu dukun di sini hingga ke Surabaya,'' katanya mengenang peristiwa tahun 2004 silam.
Setelah era Sanusi dan Paijo meninggal, keberadaan genderuwo Besowo yang telah moncer itu oleh penerusnya dijadikan bahan komoditas yang diperjualbelikan. Namun permasalahan penjualan hingga jutaan rupiah ini dibantah keras oleh salah satu dukun Rasmadi. Dia mengutarakan, jika mereka memasang tarif sebegitu tinggi, pasti mereka telah memiliki kekayaan yang melimpah. ''Tapi lihat saja rumah saya dari kayu.''
Terlepas dari bantahan Rasmadi, ritual memanggil genderuwo dengan memakai uang tersebut memang banyak dilakukan oleh dukun-dukun genderuwo masa sekarang. Meski tidak pernah terbuktikan secara kasat mata hasil kerja dukun-dukun tersebut, namun mereka tetap berani memasang tarif yang cukup tinggi untuk jasa yang mereka berikan.

Memang Ada
Sementara itu, berdasarkan penelitiannya, Alwi Sasongko menjelaskan, di Desa Besowo ini memang banyak terdapat genderuwo, seperti di tempat-tempat lain. Menurutnya, genderuwo itu bisa kawin, beranak dan umurnya panjang, lebih panjang dari manusia. Dengan demikian, populasinya lebih dahsyat dari manusia.
Namun, manusia adalah makhluk paling sempurna. Jadi secara logika, sangat menggelikan kalau ada orang memperjualbelikan genderuwo hanya untuk menjaga rumah atau tanah pertanian. ''Secara nalar saja, kan lebih baik menyewa satpam daripada menyewa atau membeli genderuwo untuk menjaga rumah. Karena satpam bisa kelihatan sosoknya, lagi pula bisa diperintah secara lisan. Kalau ada genderuwo bisa dibeli, saya mau beli sepuluh, asal yang menjual bisa mewujudkan bentuk genderuwonya,'' ujar Alwi.




No comments:

Post a Comment