Legenda Sadahurip Purba dan Gunung Guntur - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Monday 1 January 2018

Legenda Sadahurip Purba dan Gunung Guntur


Penelitian terhadap Gunung Piramida Sadahurip, di Garut, Jawa Barat oleh Tim Katastropik Purba tidak hanya dengan menggunakan peralatan geologi modern dengan metode georadar dan geolistrik dan juga carbon dating. Tim ini juga mengkaji literatur terkait gunung itu dari beberapa kajian pustaka dan cerita-cerita rakyat.
M.Defta, Asisten Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana mengatakan, salah satu legenda rakyat tentang gunung ini adalah pada masa Kerajaan Timanganten yang dipimpin oleh Sunan Rangga Lawe. Legenda ini cukup menarik karena ada cerita tentang bencana katastropik purba yang terjadi di wilayah tersebut.
Salah satu yang cukup menarik adalah legenda Sadahurip purba yang ternyata Gunung Sadahurip itu disebut juga gunung letik atau gunung putri.
Defta mengatakan, dalam cerita legenda tersebut, kisahnya Sunan Rangga Lawe mempunyai seorang kakak perempuan kandung seibu-seayah bernama Maharaja Inten Dewata.
Sang kakak perempuan ini tidak mau tinggal di ibukota Timanganten, melainkan memilih tinggal di wilayah pedesaan bernama Kerobokan. Dia didampingi seorang pengasuhnya pria tua bernama Batara Rambut Putih
Pada suatu ketika, saat Sunan Rangga Lawe tengah menerima para menteri dan stafnya, seorang Patih berbicara, bahwa ia telah menemukan kawasan yang sangat cocok untuk dibuatkan danau.
Jika danau tersebut bisa dibangun, tentunya seluruh pertanahan di Timanganten akan menjadi daerah persawahan dan akan memakmurkan masyarakat. Selidik punya selidik, ternyata yang mempunyai kawasan yang cocok untuk dibuat danau adalah kakak kandung Rangga Lawe sendiri, yakni Maharaja Inten Dewata.
Tertarik dengan usulan patih tersebut, Rangga Lawe kemudian mengutus seorang menterinya untuk menemui Maharaja Inten Dewata. Pesannya, meminta restu sang kakak agar mengijinkan kawasan itu dijadikan danau karena akan sangat menguntungkan bagi seluruh masyarakat.
Akan tetapi, sang menteri pulang dengan tangan hampa. Maharaja Inten Dewata menolak permohonan Rangga Lawe. Alasannya, ia tidak memiliki lahan selain kawasan tersebut. Menteripun melaporkan penolakan itu. Dan Rangga Lawe pun menerima, jika memang kakaknya tidak mengijinkan, proyek itu dibatalkan saja.
Akan tetapi belakangan, banyak sekali rakyat dan ponggawa yang meminta untuk segera dibuatkan danau agar mereka bisa membuat sawah. Rangga Lawe pun berulang kali meminta lahan kakaknya itu untuk dijadikan danau, namun permintaannya selalu ditolak.
Pada suatu ketika, seorang menteri senior di Kerajaan Timanganten memberikan pendapat agar Sunan Ranga Lawe lebih mementingkan rakyatnya dan tidak usah segan dengan kakak sendiri.
Sang menteri bilang, di Negara ini, satu-satuinya raja hanyalah Sunan dan tidak ada yang lebih berkuasa. Walaupun kakak kandung, tetap harus menurut kepada raja. JIka tidak, negara ini ada 2 raja yakni, Sunan dan kakak Sunan.
Hasutan itu termakan oleh sang Sunan. Ia marah dan langsung menyuruh semua abdi dalem untuk segera membuat danau di kawasan milik kakaknya. Bahkan Rangga Lawe langsung memimpin sendiri proyek pembuatan danau tersebut.
Danau itu pun selesai, dan airnya mengalir ke desa-desa. Akan tetapi, Maharaja Inten Dewata menjadi berduka. Ia sedih, karena adiknya telah berlaku sewenang-wenang atas tanah miliknya.
Maharaja Inten meninggalkan rumahnya sambil membawa sepasang pakaian dan langsung menuju ke sebuah gunung kecil yang dekat dengan gunung Kutu. (Sekarang namanya Gunung Guntur atau Gunung Agung.) Gunung kecil yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Putri . (Sebutan gunung putri muncul karena gunung kecil itu ditempati oleh Maharaja Inten Dewata).
Setelah istirahat, Maharaja Inten meminta Batara Rambut Putih untuk mengambil jolang (wadah/tempat air) dan sekepal tanah “Saya mau naik ke Gunung Kutu. Saya hanya mau melihat kawasan ini dari atas Gunung Kutu.”
Batara rambut putih pun membuat Jolang dan menemani Maharaja Inten Naik ke Gunung Kutu. Sesampainya dipuncak gunung kutu, air tersebut ditumpahkan dan tanah di sebarkan di puncak gunung. Setelah menumpahkan air, Maharaha Inten turun dari Gunung Kutu dan naik ke Gunung Putri.
Saat itu juga langit di negara Timanganten langsung gelap gulita. Kemudian suara letusan terdengar dari puncak Gunung Kutu. Api serta batu-batuan menghancurkan negara Korobokan. Bahkan gunung-gunung disamping Gunung Kutu pun ikut bergoyang.
Gambaran cerita tentang kejadian itu, serasa dunia seakan mau kiamat. Semua rakyat mengembara ke Bandung, Cianjur, Karawang dan daerah lainnya. Banyak yang tidak kembali lagi ke Korobokan. Bencana besar itu, membuat negara Timbanganten hanya menjadi cerita sejarah saja.
Setelah sadar bahwa malapetaka akibat Gunung Kutu itu sangatlah besar, timbulah penyesalan dari Sunan Rangga Lawe. Ia pun mencari kakaknya yaitu Maharaja Inten dan naik ke Punung Putri. Ketika menemui kakaknya, Rangga Lawe mengungkapkan penyesalan, dan memohon maaf sambil mencium kaki Maharaja Inten.
Maharaja Inten akhirnya memaafkan adiknya itu. Ketika itu pula api padam, batu-batu pun tidak lagi beterbangan dari Gunung Kutu. Suasana tenang, Sunan pun mengajak kakaknya untuk kembali ke negara Korobokan.
Tapi sang kakak menolak. Ia menyatakan tidak akan kembali, dan hanya mengikuti kata hatinya saja. Ia berpesan, jika Gunung Kutu akan meletus sebut saja namanya dan nama Aki Batara Rambut Putih. Ia berjanji, gunung itu tidak akan meletus lagi dan rakyat akan selamat .
Setelah berkata demikian Maharaja Inten beserta Batara Rambut Putih pun menghilang. Sunan kembali ke negara Korobokan akan tetapi kota itu sudah tidak berpenghuni, Mereka yang selamat telah pergi menyelamatkan diri ke luar Korobokan ketika Gunung Kutu meletus. Bahkan bintang-binatang piaraan pun musnah.
Semenjak saat itu, Gunung Kutu disebut dengan kata lain, yakni gunung Agung. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Gunung Guntur. Sedangkan Gunung Kecil tempat Sunan meminta maaf kepada kakaknya itu disebut sebagai Gunung Putri. Adapun danau yang dibuat Sunan Rangga Lawe disebut situ taman di Timanganten. Sedangkan negara Kerobokan karena tertutup batu dan lahar letusan Gunung Kutu disebut sebagai daerah Tegal Urug (yang artinya tanah runtuh). .
Adapun Negara Timbanganten kemudian dipindahkan ke daerah Tarogong, Garut. Sekarang daerah itu dikenal sebagai distrik Tarogong. Iitu adalah negara pusaka sejak jaman dulu.

1 comment:

  1. Prediksi Togel HK Mbah Bonar 15 Maret 2020 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu Disini Gabung sekarang dan Menangkan Hingga Ratusan Juta Rupiah !!!

    ReplyDelete