Gunung Merbabu - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Monday, 1 January 2018

Gunung Merbabu


Ketinggian 3.145 m (10.630 kaki)
Lokasi Semarang, Boyolali, Magelang, Kota Salatiga (Jawa Tengah), Indonesia
Koordinat 7,5°LS 110,4°BT
Geologi
Jenis strato
Letusan terakhir 1797
Gunung Merbabu
Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan,Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.
Gunung Merbabu mempunyai kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Jalur Pendakian
Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.
Kopeng Thekelan
Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat di sekitar Merbabu mayoritas beragama Budha[rujukan?] sehingga akan kita temui beberapa Vihara di sekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada di tengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sindoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda.
Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki. Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.
Jalur Wekas[sunting | sunting sumber]
Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang ( Steve, Sigit, Bowo, Hari, Bayu) pertengahan Maret 2005 melakukan pendakian Gunung Merbabu melalui Jalur Wekas. Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3 Km menuju pos Pendakian.
Jalur ini sangat populer dikalangan para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7 jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan menemui ladang penduduk khas dataran tinggi yang ditanami Bawang, Kubis, Wortel, dan Tembakau, juga dapat ditemui ternak kelinci yang kotorannya digunakan sebagai pupuk. Rute menuju pos I cukup menanjak dengan waktu tempuh 2 jam.
Pos I merupakan sebuah dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam.
Pos II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur Pos II ini banyak digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-hari tersebut banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa besar yang ditampung pada sebuah bak.
Dari Pos II terdapat jalur buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya. Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang mengarah ke aliran sungai di bawah kawah. Terdapat dua buah aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak Gn. Merbabu.
Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Jalur Kopeng Cunthel[sunting | sunting sumber]
Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang (Maulana, Steve, Iwi, Ardy, Sigit) pertengahan September 2004 melakukan pendakian Gunung Merbabu berangkat melalui jalur Kopeng - Cunthel, dan turun mengambil jalur Kopeng Thekelan.
Untuk menuju ke desa Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo. Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan.
Untuk menuju ke Desa Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Desa Cuntel yang berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan mengisi persediaan air. Pendaki juga dapat membeli berbagai barang-barang kenangan berupa stiker maupun kaos.
Setelah meninggalkan perkampungan, perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk. Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata dan pernapasan. Untuk itu sebaiknya pendaki menggunakan masker pelindung dan kacamata.
Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk beristirahat.
Dari Pos I hingga pos Pemancar jalur mulai terbuka, di kiri kanan jalur banyak ditumbuhi alang-alang. Sementara itu beberapa pohon pinus masih tumbuh dalam jarak yang berjauhan.
Pos Pemancar atau sering juga di sebut gunung Watu Tulis berada di ketinggian 2.896 mdpl. Di puncaknya terdapat stasiun pemancar relay. Di Pos ini banyak terdapat batu-batu besar sehingga dapat digunakan untuk berlindung dari angin kencang. Namun angin kencang kadang datang dari bawah membawa debu-debu yang beterbangan. Pendakian di siang hari akan terasa sangat panas. Dari lokasi ini pemandangan ke arah bawah sangat indah, tampak di kejauhan Gn.Sumbing dan Gn.Sundoro, tampak Gn.Ungaran di belakang Gn. Telomoyo.
Jalur selanjutnya berupa turunan menuju Pos Helipad, suasana dan pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa. Di sebelah kanan terbentang Gn. Kukusan yang di puncaknya berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering. Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Si Misterius Gunung Merbabu
Pagi itu Hariyoto tengah duduk-duduk di depan rumahnya di kaki Gunung Merbabu, Dusun Krajan, Desa Somogawe, Kecamatan Gegatas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sambil menunggu sang anak bersiap berangkat sekolah. Namun tiba-tiba dentuman keras terjadi. Tak lama berselang, gempa pun menyusul.
Baginya, Senin pagi itu bumi seperti diangkat dan dijatuhkan kembali. Sejak dirinya lahir 62 tahun lalu, belum pernah merasakan gempa dan suara dentuman sebesar yang terjadi pada Senin 17 Februari lalu, sekitar pukul 06.00 WIB. Gempa yang terjadi cukup kuat hingga genting jatuh dan tembok rumah rusak. Setidaknya ada 50 rumah yang rusak.
"Ada suara kencang, terus rumah seperti diangkat, diturunkan, dibanting gitulah," kenang Ketua RT 03 RW 02, Dusun Krajan itu kepada Liputan6.com, Rabu (19/2/2014).
"Sejak saya kecil baru sekali ini terjadi. Orangtua saya juga nggak pernah cerita semasa hidupnya Merbabu atau gempa seperti ini terjadi di sini."
Ketakutan yang sama juga disuarakan Suparman, warga warga Dusun Krajan. "Suara dentuman keras tadi pagi juga terdengar hingga beberapa kilometer dari Gunung Merbabu," kata Suparman kepada Liputan6.com 17 Februari lalu.
Anehnya, hanya warga di Dusun Krajan saja yang mendengar suara dahsyat misterius itu. Sementara warga di 3 dusun yang berbatasan langsung dengan Dusun Krajan, yakni Dusun Piji, Magersari, dan Pendingan Wates tak mendengarnya. Padahal, jarak antara dusun Krajan dan ketiga dusun itu hanya beberapa ratus meter saja.
Meski begitu, ketakutan akibat gempa dan dentuman yang diduga dari Gunung Merbabu menyebar hingga ke 3 kota lainnya. Warga di Salatiga, Magelang, dan Boyolali begitu khawatir, Merbabu bakal meletus menyusul letusan dahsyat Gunung Kelud.
Walaupun was-was, Suparman dan Hariyoto yakin, gunung setinggi 3.145 meter itu masih baik-baik saja. Lantas pertanda apa ini? Masih 'tidurkah' si Gunung Merbabu?
Cerita lain dari Gempa Ungaran, kilat bersahutan dari Gunung Merbabu
Gempa yang terjadi sekira pukul 06.00 WIB itu mengakibatkan sebanyak 17 rumah warga mengalami rusak sedang dan puluhan rumah warga lainnya rusak ringan.
Rumah yang rusak sedang antara lain milik Supanggih (50), warga RT 10 RW 5, Dusun Piji, Desa Sumogawe; Suwarji (51), warga RT 01 RW 02 Dusun Krajan, Desa Sumogawe; Sidik Sumarni (70) dan Wiwit (40), keduanya warga RT 05 RW 02 Dusun Krajan. Sedang puluhan rumah yang rusak ringan tersebar di dua dusun tersebut.
Informasi yang dihimpun SINDO di lokasi kejadian menyebutkan, gempa terjadi selama sekira empat detik. Sebelumnya terlihat kilat dari arah Gunung Merbabu. Kilat tersebut terlihat bersahutan yang disertai dengan suara ledakan yang sangat keras dan disusul gempa yang cukup kuat. Atap puluhan rumah puluhan warga langsung rusak dan banyak tembok yang retak.
Ribuan warga panik dan berhamburan ke luar rumah untuk menyelamatkan diri dari reruntuhan genting dan anternit yang ambrol. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, hanya kerugian material yang diderita puluhan warga akibat gempa ini ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.
Ketua RT 01 RW 02 Dusun Krajan, Marwoto menuturkan, saat kejadian dirinya sedang berada di dalam rumah. Sekitar pukul 06.00 WIB dirinya mendengar suara ledakan yang sangat kencang dan terjadi gempa.
"Saya dan istri langsung ke luar rumah karena bangunannya bergerak. Setelah gempa selesai, saya cek kondisi rumah ternyata atap rusak dan tembok ruang dapur banyak yang retak," turunya kepada SINDO, Senin (17/2/2014).
Menurut dia, kerusakan terparah di wilayah RW 02 Dusun Krajan terdapat di RT 1, 2, 3, 4 dan 5. Sejumlah rumah mengalami kerusakan cukup parah, atapnya rusak dan temboknya retak. Sedangkan puluhan rumah lainnya mengalami kerusakan pada bagian atap.
Suwarji (51), menyatakan, gempa yang mengguncang desanya pagi kemarin sangat kuat. "Gempa terjadi hanya selama empat detik. Namun tembok sejumlah ruang bisa retak, kaca jendela pecah, dan atap rumah rusak," ujarnya.
Dia berharap, Pemkab Semarang memberikan perhatian kepada para korban gempa di Desa Sumogawe. Karena sebagian besar warga korban gempa tidak memiliki uang untuk memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan cukup parah.
"Saya berharap pemerintah segera mengucurkan bantuan agar rumah warga yang rusak bisa segera diperbaiki," ujarnya.
Kasi Trantib Kecamatan Getasan Didik Setiawan mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang untuk melakukan penanganan bencana ini. Pihak BPBD segera melakukan pendataan rumah warga yang rusak baik sedang maupun ringan.
Bukan dari Merbabu
Wakil Bupati Semarang Warnadi menyatakan, gempa yang dirasakan Suparman dan Hariyoto itu diketahui berkekuatan 2,7 skala richter. Namun hingga kini belum diketahui darimana sumber getaran itu. Tapi yang pasti bukan berasal dari aktivitas Gunung Merbabu.
"Yang pasti itu gempa dengan kekuatan 2,7 skala richter," kata Warnadi 18 Februari 2014 lalu.
Sementara itu, Kepala Pusat Badan Geologi Surono menjelaskan, guncangan yang terjadi di sekitar Gunung Merbabu merupakan gempa tektonik biasa. Dia memastikan, gempa tersebut tak akan membangunkan Gunung Merbabu yang sedang 'tidur'.
"Itu gempa tektonik biasa. Jadi nggak perlu dikhawatirkan,"
Pakar gempa Danny Hilman Natawidjaja menduga, dentuman misterius dan gempa itu berasal dari amblesan tanah. Suara dentuman diprediksi berasal dari rongga di dalam tanah saat terjadi amblesan.
"Suara dentuman tak lazim dalam gempa tektonik. Namun kalau di dalam tanah ada rongga, maka terjadi resonansi. Atau kemungkinan lain gempa itu berkaitan dengan aktivitas vulkanik," ucap Danny kepada Liputan6.com.
Yang menarik, beberapa pekan sebelum terjadi gempa dan dentuman misterius, kera-kera liar menyerbu bagian lain lereng Merbabu. Ketua Asosiasi Petani Tembakau Lereng Merbabu, Teguh Sambodo menyatakan, ada dua Kecamatan di lereng Merbabu yang diserbu kawanan kera liar.
"Yang pertama adalah Kecamatan Cepogo yang ada di sisi timur laut Gunung Merbabu dan Musuk. Di 2 kecamatan itu, kebun sayur warga diserang kawanan kera liar," kata Teguh kepada Liputan6.com.
Masih Aktif
Meski nampak 'tertidur', namun Gunung Merbabu tetap harus diwaspadai. Gunung itu masih tergolong aktif, meski tak seaktif Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur yang meletus Kamis malam 13 Februari 2014 lalu.
Hanya saja, Gunung Merbabu masih 'malu-malu'. Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono memaparkan, letusan Merbabu tak bisa dikenali sejak berabad-abad silam.
"Masih tergolong aktif, tapi lebih aktif Kelud. Sekarang statusnya normal," terang Surono kepada Liputan6.com.
Dia menjelaskan, ciri-ciri gunung aktif, yakni adanya gempa dan asap dari fumarol (tempat keluarnya gas vulkanik). "Gunung aktif, ada gempa, ada ngebulnya, ada asapnya." (Ndy)
Mitos Merbabu
Gunung ini pernah meletus ratusan tahun yang lalu, sebelum belanda datang di jawa dia sudah meletus meletusnya pecah dan trebelah-belah, konon kata beberapa panoramal jawa ada kerajaan di jawa yang besar, tenggelam dan terkubur dalam di lembah antara gunung Merbabu sisi selatan dan Merapi sisi utara, akibat letusan dari ke dua gungung itu, entah kerajaan mana yang jelas ada hubunganya dengan Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu boko. Kalau di sejarah sih disebut-sebut kerajaan Mataram kuno. Posisi Lembah-lembah itu ya sepanjang daerah kota area muntilan ke borobudur Sebagian sleman atau ke utara ketep pass hingga ke selo boyolali, menuju ke prambanan di klaten barat, terus ke seleman utara.
Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur, Propinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut.
Gunung Merbabu mempunyai kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Bentuk atau kontur gunung merbabu tengah hancur karena tidak ada kawah di atas puncak, semua puncak baik yang tertinggi dari Urutan bukit Kenteng songo, Syarip maupun puncak Muhtar, struktur gunung vulkanik pecah belah dengan kawah dapat di temui di dasar jurang, jadi pendaki harus turun jika ingin melihat kawah-nya, masih ada yang aktip tapi kecil, hanya air hangat dengan bau asap belerang mengepul sedikit..
Gunung ini miskin sumber mata air, apalagi di puncak, sangat kering, sepanjang pendakian jarang di jumpai sumber mata air, kalaupun toh ada itu hanya rembesan-rembesan kecil saja, itupun jika musim penghujan. Maka tak heran Air terjun yang ada di bawah tepatnya di Bumi perkemahan Umbul songo, tidak ada airnya jika musim kemarau/kering. Kondisi ini diakibatkan karea kontur letusan gunung yang tidak membentuk penampungan di atas, sehingga jika hujan gunung ini tidak bisa menampung air seperti di gunung Lawu tawangmangu perbatasan Jateng dan Jatim, gunung Rinjani di lombok yang ada kolam kawah di atas gunung...bahkan ada ikan yang bisa di tangkap untk di masak di gunung itu.
Di puncak Muhtar merbabu ada Installasi pemancar ulang Radio dan Telekomunikasi, tenaga surya, milik TNI AD dan jajaran Orari. Yang diresmikan oleh beliau bapak Muhktar Kusumaatmaja (saat menjadi gubernur Jateng dulu kala), maka puncak pertama dari jalur post cunthel atau post tekellan ds kopeng itu terkenal dengan "Puncak Muhktar". Nama aslinya puncak kukusan karena berbentuk meruncing, bak mirip kukusan buat menanak nasi orang jawa tengah.
Puncak Syarip adalah puncak yang lebih tinggi dari Muhktar, terletak di sebelah selatan atas barisan puncak tertinggi Kenteng Songo, nama syarip sebanarnya disebut-sebut berasal dari si penungu gunung atau jurtu kunci tertua yang pernah hidup di dusun terdekat, puncak ini lebih dekat jika di tempuh dari post wekas ds wekas kec ngablak magelang, 6,4 km dari wisata kopeng, anda jika lewat sana adalah menyusuri bongkahan letusan yang menjadi kaki bukit dan sungai mati sisi barat bagian dasar dan jalan lalu naik sepajang gunung dan akhirnya bertemu di pertigaan antara ke kiri menuju puncak Mukhtar dan ke kanan depan menuju puncak Syarip dan kenteng songo, Jadi kalau anda dari post cunhel kopeng mau ke puncak syarip malah setiba di puncak muhtar anda justru harus jalan turun lagi lalu ketemu dengan jalur dari wekas tsb dan baru ke astas naik lagi...sungguh petualangan yang menguras tenaga, jadi kalau anda mau mendaki lewat post chuntel atau tekellan, dan bermaksud ke puncak Syarip atau yang tertinggi BAWALAH BEKAL 2X lebih banyak khusunya air.
Mitos-mitos Gunung Merbabu
Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.
Banyak mitos-mitor seputar gunung ini, seperti Pasar Setan di kawah bawah gunung merbabu, Pasar burah di jalan menuju puncak syarip, Sarung Dingin atau hawa dingin mematikan, hutan dan lereng larangan, dll, entah sudah beredar sampai kemana dan apa saja sebutanya, setiap orang yang mengalami pengalanman maka ia akan menyebutnya lain, bahkan banyak-tim-tim baik Mapala, Ormas-ormas, ataupun umum pencinta gunung, ingin membuktikan itu, tapi yang mereka temui juga tak banyak, ada dan mungkin hanya kebetulan saja. Jadi mitos di gunung merbabu adalah kondisi yang tidak perlu di buktikan karena alam tidak akan memerlukan bukti untuk bisa menjadi sebuah mitos.
Sebenarnya hal ini hanyalah fakta tidak tetap saja karena tidak semua mengalami hal-hal yang aneh tersebut, jika pada perinsipnya mereka tidak menggangu alam, yang penting niat anda tidak menentang kondisi yang ada, ikuti saja dan netrallah dari segala kesombongan, karena memang setiap jengkal bumi ini ada yang menempatinya dan lebih berkuasa tentunya dari pada kita yang baru, jadi jika kita pergi kemanapun termasuk tempat-tempat yang jarang kita kunjungi seperti gunung ini, maka kita hendaknya bisa menjaga diri untuk tidak sombong dan conkak, baik pikiran, perasaan ataupun tingkah laku tentunya.
Siapa tahu ada yang tidak senang dan itulah MITOS yang bisa saja menjadi ada dan menjadi suatu kenyataan, pada diri anda, .

3 comments: