KEDIRI BUMI PANJI - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Friday 11 March 2016

KEDIRI BUMI PANJI


Cerita Asal-Usul Kediri dan Sungai Brantas
Pada Jaman Dahulu, Di Kediri ada sebuah kerajaan besar. Kerajaan Medang namanya. Rajanya bernama Prabu Airlangga. Prabu Airlannga berasal dari Pulau Bali. Ia adalah seorang putra raja di Bali. Ia menjadi Raja Medang setelah menikah dengan Putri Raja Medang.
Saat usia Prabu Airlangga sudah tua, Ia ingin menjadi pertapa. Tahta Kerajaan Medang akan di serahkan pada Putri Permaisurinya yang hanya seorang. Ia putri yang cantik jelita. Namanya Dyah Sangramwijaya.
Dyah Sangramwijaya menolak keinginan Ayahanda nya. Ia tidak punya keinginan menjadi Raja. Yang menjadi keinginan Dyah Sangramwijaya adalah menjadi seorang pertapa. Ia lalu meminta restu ayahanda nya menjadi pertapa di Goa Selomangleng ( Di Kaki Gunung Klotok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri). Ia pun mengubah namanya menjadi Dewi Dewi Kilisuci.
Prabu Airlangga lalu berkeinginan menyerahkan tahta kerajaan pada putranya yang berasal dari selir ( Istri tidak resmi ). Kebetulan sekali, Ia memiliki dua putra dari selir. Kedua Putranya bernama Raden Jayengrana dan Raden Jayanagara.
Prabu kebingungan untuk memilih salah satu yang akan di beri tahta Kerajaan Medang.
Prabu Airlangga berusaha mencari jalan keluar yang adil. Ia menyuruh Empu Baradha untuk pergi ke Bali. Empu Baradha disuruh meminta tahta kerajaan milik Ayahanda Prabu Airlangga di Pulau Bali untuk salah satu putranya.
Namun, Tahta kerajaan milik ayahanda Prabu Airlangga di Bali sudah diberikan kepada adik Prabu Airlangga.
" Tahta milik Ayahanda Prabu Airlangga di Pulau Bali sudah diberikan kepada adik Prabu Airlangga yang bernama Anak Wungsu!" Lapor Empu Baradha setibanya dari Pulau Bali.
" Tak apa-apa, Bapak Empu! Terima kasih Bapak Empu sudah melaksanakan apa yang kusuruh. Sekarang bantu aku membagi Kerajaan Ini dengan adil untuk kedua putraku, Raden Jayengrana dan Raden Jayanagara!"
" Baiklah, Baginda Raja! Bagaiman kalau hamba yang membagi kerajaan medang ini menjadi dua bagian yang sama besar?"
" Itu lebih baik Bapak Empu! Tapi, bagaimana caranya Bapak Empu membagi kerajaan ini menjadi dua bagian sama besar?"
" Serahkan semuanya pada hamba,Baginda Raja! Hamba yang akan mengaturnya!"
" Baiklah Bapak Empu! Kuserahkan semua persoalan ini kepada Anda!"
Keesokan harinya, Empu Baradha terbang sambil membawa Kendi ( Teko dari tanah liat ) berisi air. Dari angkasa, ia tupahkan air kendi itu sambil terbang melintas persis di tengah-tengah Kerajaan Medang. Ajaibnya, Tanah yang terkena tumpahan air Kendi langsung berubah menjadi sungai. Sungai itu semakin besar dan airnya deras. Sungai itu sekarang bernama Sungai Berantas.
Kerajaan Medang pun sekarang terbagi menjadi dua bagian. Batasnya adalah ciptaan Empu Baradha. Prabu Airlangga pun menyerahkan dua bagian dari Kerajaan Medang itu kepada Raden Jayengrana dan Raden Jayanagara.
" Bagian Kerajaan Medang sebelah timur sungai aku serahkan pada Putraku Raden Jayengrana! Kerajaan itu aku beri nama Kerajaan Jenggala, Sedangkan bagian barat sungai aku serahkan pada putraku Raden Jayanagara. Kerajaan itu kuberi nama Kerajaan Kadiri ( sekarang Kota Kediri )." titah Prabu Airlangga.
Kini tentramlah hati Prabu Airlangga. Ia dengan tenang pergi dari Kerajaan Medang ( Sebelum terbelah ) untuk menjadi seorang pertapa. Prabu Airlangga menjadi pertapa di Pucangan. Ia mengganti namanya menjadi Maharesi Gentayu. Ketika meninggal dunia, Jenazah Prabu Airlangga dimakamkan di lereng Gunung Penanggungan sebelah timur.
Selamat pagi indonesia http://bagianjawatimur.blogspot.com
Legenda Ringin Sirah (Ringin=Pohon Beringi; Sirah=Kepala)
Bila anda pernah mengunjungi Kota Kediri, pasti pernah melintasi kawasan Ringin Sirah. Kawasan ini terletak di pusat kota, persis di perempatan Jl. Hayam Wuruk - Jl. Joyoboyo. Tepatnya di sebelah selatan Kediri Mall/Sri Ratu. Di lokasi ini, terdapat sebuah lapangan yang cukup luas (kini, lapangan tersebut oleh warga Kota Kediri sering disebut Lapangan Joyoboyo), dan di lapangan itu terdapat pohon beringin dengan ukuran cukup besar (sampai sekarang ini pohon beringinnya masih ada dan bisa dilihat). Meski berada dipusat keramaian, persis di depan Joyoboyo Trade Centre, namun lapangan ini menyimpan sebuah misteri ,terkait legenda Ringin Sirah.
Bukan tanpa sebab kawasan itu bernama Ringin Sirah, karena menurut keyakinan turun-temurun warga kota maupun warga kabupaten Kediri, lapangan itu memang terkait erat dengan sebuah kisah tentang "sirah" atau kepala.
Menurut cerita "wong tuwo-tuwo mbiyen" (orang tua-tua dahulu), di lapangan itulah makam seorang tokoh legendaris Kediri berjuluk "Maling Gentiri". Maling Gentiri memang sosok maling budiman di zaman Kediri kuno. Maling Gentiri merupakan tokoh pencuri yang memiliki kesaktian "sundul langit" alias sakti mandraguna. Tapi karir Maling Gentiri dibidang mencuri, bukan semata-mata demi kepentingannya sendiri, melainkan hasilnya dibagikan pada warga miskin. Ia merampok harta orang kaya, lalu diberikan pada orang "kere" (miskin).
Tentunya kiprah Maling Gentiri ini disukai oleh orang miskin dan dibenci orang kaya (konglomerat) waktu itu. Para konglomerat berupaya sekuat tenaga menangkap hidup-hidup atau mati Maling Gentiri. Merekapun menjadikan Maling Gentiri sebagai buronan yang paling dicari. Akan tetapi kesaktian Maling Gentiri membuat para konglomerat itu "keder" (takut). Karena meskipun Maling Gentiri berkali-kali tertangkap, tidak pernah bisa dibunuh/mati. Maklumlah saja, Maling Gentiri memiliki aji pancasona, sebuah ilmu kadigdayan yang memungkinkan pemiliknya hidup kembali meski berkali-kali dibunuh, dengan syarat raganya tetap menyatu dan darahnya tidak menyentuh tanah.
Singkat cerita, para konglomerat yang ingin menamatkan riwayat Maling Gentiri, akhirnya menemukan titik kelemahan sang pendekar. Ketika Maling Gentiri tertangkap untuk kesekian kalinya, tubuh pencuri budiman itu lalu dipotong-potong dan dikubur terpisah di beberapa tempat untuk menghindari dia hidup kembali. Dan bagian kepalanya itulah, yang diyakini warga Kediri dikubur di kawasan Lapangan Joyoboyo dibawah pohon beringin. Sehingga kawasan ini disebut Ringinsirah. Ringin berarti Pohon Beringin, sedangkan Sirah adalah kepala manusia.
Sampai sekarang ini pun, kawasan itu masih dipercaya sebagai kawasan yang "wingit" (angker). Sehingga meski telah bersentuhan dengan suasana modern lingkungan sekitarnya, tetapi kawasan itu tetap dikeramatkan oleh sebagian warga Kediri dan menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka.
Itulah sedikit cerita Kediri kuno mengenai Ringin Sirah yang mulai asing bagi kita sebagai warga Kediri.
Diambil dari beberapa sumber_
Cerita Arca Totok Kerot
Arca Totok Kerot, terletak di Dusun Bulupasar, Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Arca dwarapala yang seharusnya berpasangan ini hanya tinggal satu.
Arca Totok Kerot terletak sekitar 6,5 Km dari pusat Kotamadya Kediri atau sekitar 2 Km dari Simpang Lima Gumul.
> Dari Terminal Kediri, bisa naik bus jurusan Malang dan turun di Simpang Lima Gumul. Atau, bisa juga naik angkot menuju Simpang Lima Gumul. Biaya sekitar Rp 3.000,-
> Dari sini, kita bisa jalan kaki atau naik ojek/ becak [tapi sangat jarang di daerah ini] sejauh 2 Km dengan mengikuti papan petunjuk yang bertuliskan PAGU.
> Pedomannya, setelah Simpang Lima Gumul, kita akan melewati pemukiman penduduk, selanjutnya melewati persawahan. Nah, sebelum memasuki desa selanjutnya, perhatikan kanan jalan, akan ada jalan yang langsung menuju arca. Mobil bisa langsung lewat dan dari jalan desa tersebut, Arca Totok Kerot sudah terlihat.
Arca Totok kerot merupakan arca dwarapala setinggi tiga meter yang terbuat dari batu andesit. Keadaan Arca Totok Kerot sangat mengenaskan, tangan kirinya sudah menghilang dan ada retakan besar pada bahu kanannya. Arca Totok Kerot memakai kalung dan anting – anting bermotif tengkorak. Ada hiasan di dadanya, serta memakai aksesori di tangan, kaki, serta perutnya.
Arca Totok Kerot merupakan peninggalan Kerajaan Kediri karena adanya hiasan Candrakapala, berupa tengkorak bertaring diatas bulan sabit. Hiasan Candrakapala merupakan lambang dari Kerajaan Kediri dan hiasan ini terletak di atas kepala Arca Totok Kerot.
Kemungkinan besar, Arca Totok Kerot merupakan pintu gerbang sebelah barat istana kerajaan atau juga merupakan pintu masuk ke sebuah candi. Entahlah, tak ada yang tahu karena tidak pernah dilakukannya penggalian disekitar arca.
Sejarah Penemuan
Arca Totok Kerot Sebelum Direnovasi, Difoto Sekitar Tahun 1986 - 1989
Sekitar tahun 1981, penduduk sekitar melaporkan ada benda besar dalam sebuah gundukan di tengah sawah dan berada di bawah pohon besar. Pada tahun itupulalah gundukan tersebut dibongkar hingga memperlihatkan sosok Arca Totok Kerot. Namun, penggalian hanya menampakkan setengah badan bagian atas dari arca.
Pada tahun 1983, pemerintah mulai memperbaiki daerah sekitar Arca Totok Kerot dengan membangun jalan menuju arca dan menutup gorong – gorong di depan arca. Arca Totok Kerot masih dibiarkan terbenam setengah badan di dalam tanah.
Tahun 2003, penggalian kembali dilakukan pada Arca Totok Kerot. Arca diangkat sepenuhnya dari dalam tanah dan dibuatkan tempat dudukan arca dari beton. Disekitar arca yang dulunya berpagarkan kayu mulai dibuatkan pagar dari besi. Kondisi arca dipercantik dengan dibuatkan taman kecil serta pos penjagaan.
Legenda bercerita bahwa Arca Totok Kerot merupakan penjelmaan dari Putri dari daerah Lodoyo, Blitar. Tersebutlah pada zaman dahulu sang putri ingin melamar Raja Joyoboyo dari Kerajaan Kediri. Raja Joyoboyo menolak lamaran tersebut hingga pecahlah perang antara kedua belah pihak. Kemenanganpun diraih oleh Kerajaan Kediri dan Raja Joyoboyo mengutuk sang putri menjadi batu berwujud raksasa.
Masyarakat Kediri juga memiliki legenda tersendiri tentang Arca Totok Kerot. Masyarakta beranggapan bahwa Arca Totok Kerot terbenam separuh badan karena arca tersebut sangat berat, hingga tanah dibawah arca tidak kuat menopang berat arca. Kenyataannya, Arca Totok Kerot bukan tenggelam karena kelebihan berat badan dan kurang diet, melainkan penggalian yang tidak dilanjutkan.
Masih ada legenda tentang Arca Totok Kerot. Legenda ini masih berkesinambungan dengan legenda diatas, bahkan lebih heboh daripada legenda berpindahnya Arca Ganesha Boro. Disebutkan bahwa Arca Totok Kerot pernah dipindah dari tempat asalnya dan diletakkan di Alun – Alun Kota Kediri. Hanya dalam waktu semalam, Arca Totok Kerot tidak betah akan tempat barunya. Arca Totok Kerot mulai menyusun rencana melarikan diri.
Pada tengah malam, tiba – tiba saja terkumpulah tujuh ekor sapi dan dua ekor gajah di alun – alun. Kesembilan hewan tersebut lalu menarik Arca Totok Kerot menuju Dusun Bulupasar, tempat asal sang arca. Karena Arca Totok Kerot teramat sangat berat (seperti legenda nomor dua), hanya beberapa meter saja, kesembilan hewan tersebut tidak kuat menarik arca dan meninggal karena kecapaian.
Paginya, melihat Arca Totok Kerot telah berpindah tempat dan adanya hewan – hewan tak bernyawa disekitarnya, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengembalikan lagi ke tempat asalnya. Legenda ini dipercaya terjadi sekitar tahun 80’an, berselang beberapa tahun semenjak Arca Totok Kerot diketemukan.
Kondisi Terkini
Walaupun berada di tengah sawah,nyatanya Arca Totok Kerot ini sering dikunjungi wisatawan, apalagi kalau hari libur. Sayangnya, wisatawab hanya singgah beberapa menit kesini setelah sebelumnya sekadar berfoto dan mengagumi kemegahan arca tersebut. Plus masih ada pedagang makanan yang setia berjualan disini.
Saat saya berkunjung kemari, tampak beberapa wisatawan silih berganti ke situs ini. Beberapa naik kendaraan bermotor dengan membonceng anak – anak mereka yang tampak antusias melihat Arca Totok Kerot. Bahkan ada anak kecil yang awalnya sangat bersemangat melihat arca hingga rebut sendiri di dalam mobil, namun langsung menangis ketakutan karena melihat rupa arca yang mengerikan.
Anehnya, saat saya meminta izin masuk ke dalam situs ke juru peliharanya, saya dilarang masuk. Katanya tidak boleh tanpa disertai penjelasan ilmiah dan masuk akal. Hal yang sangat aneh, padahal Arca Dwarapala di Singosari atau Arca Ganesha Boro boleh dimasuki, dipeluk – peluk dan diajak foto bersama. Pada zaman dahulu, Arca Totok Kerot yang masih terbenam juga boleh dimasuki.
Ya udahlah, karena tidak boleh masuk, berarti hanya bisa memfoto dari luar pagar. Saat saya sedang memfoto inilah saya kembali didekati Jupel situs dan bertanya,
“ Masnya mau naruh apa ?? Kalau mau naruh sesuatu boleh masuk kok, “
Kontan saja saya mau tertawa, lha wong saya cuma mau melihat arca yang terkenal seantero Kediri ini dari dekat (juga kepengen tahu kehalusan arcanya, apakah lebih halus dari Arca Gayatri di Candi Boyolangu) dengan tersenyumpun saya menolaknya. Kalau ga boleh masuk ya ga usah masuk, simple ! Ternyata kalau diperhatikan ada seseorang menaruh untaian buah kedondong belum masak di tangan kanan arca.
Arca Totok Kerot
Hm, mungkin kalau tempat ini dikelola secara maksimal seperti dibuat taman misalnya, bisa menadatangkan keuntungan ke Pemkab Kediri; mengingat hanya setengah jam saja saya disana, puluhan wisatawan datang mengunjungi Arca Totok Kerot.
Posted on 07.32 by Pein Akatsuki and filed under Candi dan Arkeologi,
Kediri : Kota Angker Bagi Presiden RI, Bisa Lengser!
Sebagian besar warga Kediri berpendapat kedatangan Presiden ke Kediri, merupakan keberanian yang jarang dimiliki oleh presiden
Hal ini tak lepas adanya mitos, bahwa Kediri adalah kota angker bagi kunjungan presiden.
Keangkeran Kediri bagi kunjungan presiden terbukti dengan lengsernya beberapa Presiden RI setelah melakukan kunjungan kerja ke Kediri, antara lain Soekarno, BJ Habibie dan Gus Dur. Usai melakukan kunjungan, tak lama kemudian, 3 presiden tersebut benar-benar lengser dari jabatannya.
Keangkeran Kediri bagi kunjungan presiden juga "diakui" mantan Presiden Soeharto yang selama 32 tahun, tak sekalipun berani datang ke Kediri.
Sunardi (57), warga Desa Segaran Kecamatan Wates menyangsikan, apakah SBY akan benar-benar datang ke Kediri atau hanya berkunjung ke Blitar, yang juga sedang digunakan sebagai tempat pengungsian.
Bahkan seorang Sulaiman Lubis, yang seorang wakil bupati juga mempercayai adanya mitos keangkeran Kediri bagi kunjungan presiden.
Berdasarkan catatan, 3 hari seusai melakukan kunjungan kerja ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Presiden Abdurrahman Wahid lengser dari jabatannya.
Sedangkan Presiden BJ Habibie, lengser setelah tak lebih dari 3 bulan datang ke Kediri.

KISAH LAIN.....MELALUI ALAM LAIN...
LEGENDA KEDIRI ( KADHIRI)
Ki Dermakanda , mendapat tugas menelusuri Babad Kediri.. bersama Pak Sondong sebagai perantara gaib......
Ki Dermakanda lalu membakar dupa dan membaca mantra. Suasana menjadi hening. Beberapa saat kemudia, Ki Dermakanda berhenti membaca mantra dan berhadap-hadapan dengan Pak Sondong. Keduanya berpandang-pandangan. Sekejap kemudian Pak Sondong kehilangan kesadaran lalu terjatuh. Tak lama kemudian di bangun kembali dan duduk tegak.
Pada saat yang sama Ki Dermakanda berpura-pura atau bertingkah seolah-olah dia adalah mas Ngabei Purbawidjaja yang sedang menyambut kedatangan tamunya sambil berkata, ”Selamat datang Ki Buta locaya.” Pak Sondong yang raganya sudah dimasuki jin Buta Locaya menjawab, ”Ada keperluan apa Mas Ngabei Purbawidjaja memanggil saya ?” Ki Dermakanda yang berteriak dan bertingkah menjadi Mas Ngabei Purbawidjaja menjawab, “Iya Kyai Buto Locaya, mengapa saya mengundang tuan datang ke rumah saya karena ada dua tujuan. Yitu, pertama saya ingin bersahabat dengan tuan dan kedua karena saya mempunyai persoalan yang harus saya jawab atau saya selesaikan. Persoalan itu adalah, saya mendapat tugas dari pembesar untuk memperoleh keterangan tentang babad Nagari Kadhiri. Bagaimana asal mulanya menjadi kerajaan, kapan berdirinya dan siapa yang menjadi raja yang pertama? Juga siapa pengganti-penggantinya sampai pada saat ini? Bagaimana ceritanya semua itu? Saya sangat kesulitan karena tidak mengetahui cerita atau sejarah nagari Kadhiri ini. Selama ini yang saya ketahui hanya cerita Panji Kudarawisrengga atau Panji Inukarpati serta masa sesudahnya. Cerita sebelum masa Panji saya tidak tahu sama sekali. Menurut penurutan Ki Dermakanda, saya harus bertanya kepada tuan, Ki Buto Locaya. Untuk itulah saya mengundang tuan kerumah saya untuk menceritakan legenda itu sehingga saya menjadi tenang dan bias menjalankan tugas untuk memperoleh cerita legenda kota Keddhiri. Tuan pasti maklum tentang hal ini dan tuan pasti bias menceritakan legenda ini dengan benar dan baik, karena tuanlah yang menjadi raja atau pemimpin semua makhluk halus yang ada di Kediri.” Pak Sondong yang sudah kerasukan Buta Locaya langsung tertawa keras sekali sambil berkata,”Ha…ha…ha…,Mas Ngabei purbawidjaja, kalau hanya soal yang begitu, itu mudah sekali. Karena sesungguhnya sayalah cikal-bakal atau orang pertama yang membuka hutan dan yang pertama bertempat tinggal di Kadhiri. Semula saya ini adalah seorang manusia. Nama saya Kyai Daha. Saya mempunyai saudara bernama Kyai Daka. Ketika itu saya dan adik saya bersama-sama menebangi hutan di dekat sungai Kadhiri (Barntas) dengan maksud untuk dijadikan pemukiman. Waktu itu tempat tersebut masih merupakan hutan belantara yang lebat bahkan masih merupakan hutan perawan yang belum tersentuh tangan manusia, karena memang belum ada seorang manusiapun yang hidup di situ. Singkatnya, setelah kami selesai menebangi pohon-pohon yang besar-besae dan tinggi-tinggi, kemudian kami membersihkannya. Tempat itu kemudian kami jadikan tempat tinggal untuk kami berdua, saya dan adiksaya Kyai Daka. Ketika itu saya didatangi Syanghyang Wisnu yang bersabda kepada saya bahwa beliau menghendaki untuk mengejawantahkan atau turun dari kahyangan, menjadi manusia dan akan menjadi raja di permukiman yang kami buat. Saya tunduk dan berserah diri atas di kehendak Dewa Wisnu. Kemudian Batara Wisnu menjadi raja di Kadhiri dan bergelar Prabu Sri Aji Jayabaya. Saya sendiri lalu diberi nama Buta Locaya yang artinya: Orang bodoh tetapi lo kok dapat dipercaya. Sabda sang Prabu aji Jayabaya begini,”Engkau memang orang bodoh tetapi dapat dipercaya. Mengenai diriku aku hanya menjadi raja. Tetapi engkau berdua saya berii tugas untuk selalu memelihara anak cucumu kelak, walaupun engkau berdau sudah muksa (moksa) atau tidak berwujud manusia hidup.” Nama adik saya, Kyai Daka juga dipakai untuk memberi nama desa. Desa tersebut dinamakan Desa Daka. Adik saya juga diberi nama baru, yaitu Kyai Tunggul Wulung serta dijadikan senapati.”(Catatan: Menurut karangan atau kitab Aji Pamasa, yang pertama menjadi raja Memang ialah Prabu Gendrayana lalu berputra Prabu aji jayabaya, penjelmaan Batara Wisnu, jadi bukan Wisnu Ngajawantah). Selanjutnya Ki Dermakanda bertanya,”Selama berapa tahun Prabu Jayabaya menjadi raja di Kediri dan dimanakah letak kerajaanny?” Pak Sondong pun menjawab, ”Letak kerajaannya disebelah Timur Bengawan dan disebut Mamenang atau Daha. Memenang adalah nama kerajaan. Sedangkan Daha adalah nama daerah ( nagarai). Dinamakan Memenang sebab pada waktu itu kerajaan tersebut merupakan kerajaan yang utama (pemenang) dalam hal. Nama Prabu jayabaya terkenal di seluruh Jawa dan besar pengaruhnya. Raja-raja dari negeri asing banyak yang takhluk di bawah duli paduka Sang Prabu Aji Jayabaya tanpa diperangi terlebih dahulu. Kerajaan-kerajaan lain di pulau Jawa menghaturkan upeti yang berupa mas, intan, berlian, hasilbumi, hasil kerajinan tangan dan segala macam harta benda yang berharga serta puteri-puteri untuk dijadikan dayang-dayang. Raja-raja di luar kekuasaan kerajaan Kediri bersatu dan bersujud di bawah raja Kadhiri. Mereka melakukan ibadahnya dengan baik sungguh-sungguh, mempelajari segala macam ilmu, seperti ilmu duniawi dan ilmu batin. Pengetahuan itu mereka kuasai dan mereka amalkan dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka sangat taat dalam hal ambatar atau melakukan ibadahnya. Semua diyu, danawa sangat ketakutan. Raksasa yang jahat dan jail tak mampu menggoda ketentraman di Kadiri. Karena itulah, pada waktu itu tanah Jawa sangat tentram dan taka da yang berani menggangu, merusak atau membuat keonaran. Semua penghalang yang ada dimusnahkan. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.” Melalui Pak Sondong, Kyai Buta Locaya meneruskan penjelasannya,”Karena itu sang Prabu dan balatentaranya, yang berpangkat tinggi atau rendah selalu menghibur diri dan saling bertatap muka. Jika malam hari sang Prabu seringkali pergi ke pesanggrahan Wanacatur bersama putrinya yang bernama Mas Ratu Pangedhongan. Dan yang mendapat tugas untuk mengiringi dan mengawal Sang Prabu dan puterinya adalah hamba sendiri dan adik hamba Ki Tunggulwulung. Biasanya sesudah sampai di pesanggrahan, Sang Prabu duduk di halaman memandang orang lalu-lalang dan seringkali membicarakan hal-hal yang penting, antara lain tentang pemerintahan agar kerajaan tetap tentram damai dan maju serta hal-hal penting lainya. Karenanya pesanggrahan itu dinamakan Wanacatur yang artinya hutan tempat merembug atau berunding. Jika ada hal yang perlu dipecahkan, saya dan Tunggulwulung ditugaskan untuk mengiringi baginda raja pergi ke Wanacatur, diajak membicarakan dan memecahkan segala persoalan yang dihadapi Sang Prabu. Menurut pengamatan saya sang Prabu Aji Jayabaya dan puterinya Mas Ratu Pagedhongan apabila sedang di Wanacatur tak pernah bersantap(makan nasi). Beliau hanya menyantap bubur pati kunyit dan temulawak, meskipun beliau dan puterinya berhari-hari, bahkan sampai tujuh atau sepuluh hari di Wanacatur. Pengikutnya atau para abdi dalem makan nasi jagung atau ayam. Sang Prabu sendiri tak pernah makan daging binatang jenis apapun, tidak juga daging ikan sungai maupun laut. Karena itu pula di sebelah tenggaranya kota Mamenang ada desa bernama si Kunir dan si Lawak, sebab desa itu menghasilkan hasil bumi kunyit dan temulawak, yang menjadi santapan sang Prabu. Hati, pikiran dan jiwa sang Prabu menjadi bersih dan mampu mengetahui segala sesuatu yang belum terjadi (weruh sadurunge winarah ataua sidik ing paningal,bahasa Jawa), karena itu beliau bertapa dan Manahan hawanafsu. Apalagi sang Prabu itu titisan Wisnu.” Kemudian Ki Dermakanda yang mewakili Mas Ngabei Purbawidjaja bertanya, “Apakah Prabu Jayabaya yang membuat ramalan jaman yang belum terjadi lebih terkenal dengan Jangka Jayabaya yang kemudian disebut Serat Jayabaya?” Pak Sondong langsung menjawab, “Iya benar. Tetapi Serat Jayabaya itu ada tiga. Yang pertama karangan atau ciptaan Syeh Sebaki (Syech Subakir), utusan Sang Prabu Ngerum (Handramaut) yang memberi tumbal tanah Jawa dan di pasang di gunung Tidar, Magelang. Atau dipasang di tanah Pacitan yang kelak di kemudian hari melahirkan orang Jawa Baru, yang membuat angka satu atau membuat angka berkepala satu, sampai sekarang angka tahunya sudah mencapai tahun 1761(*). Yang kedua Serat Jayabaya karangan Prabu Jayabaya bernama Serat Jayabaya atau Jangka Jaybaya (**). Yang ketiga Pangeran Banjarsari, ratu Jenggala yang kemudian pindah ke Kerajaan Galuh. Karangan Pangeran Banjarsari disebut juga dengan Surat Jayabaya, sebab antara Prabu Jayabaya dan Pangeran Banjarsari itu sebenarnya sama. Jelasnya Pangeran Banjarsari titisan Prabu Jayabaya. Karena itu pula kesaktian kedua raja itu sama. Kedua-duannya merajai semua makhluk halus.” Pak Sondong yang masih kerasukan Buta locaya meneruskan kisahnya, “Pada jaman pemerintahan Prabu Jayabaya, datanglah seorang raksasa perempuan di Kadhiri. Seluruh penduduk Kadhiri kacau-balau karena ketakutan. Mereka mengira raksasa perempuan itu akan mengacau dan melakukan kejahatan. Karena itu raksasa tersebut dikroyok oleh penduduk. Saya dan adik saya di Tunggulwulung ikut mengkroyok juga. Akhirnya raksasa perempuan itu roboh tetapi belum mati. Lalu saya bertanya kepadanya. ‘Apa maksudmu masuk ke daerah kami?’ Raksasa itu menjawab, ‘Aku akan melamar Prabu Jayabaya, untuk aku jadikan junjunganku atau suamiku.’ Lalu saya bertanya lagi, ‘Dimana tempat tinggalmu?’ Dia menjawab, ‘Rumahku di Lodoyong (lodaya, blitar?), di tepi laut selatan.’ Semua perkataan raksasa perempuan itu kemudian saya sampaikan kepada sang Prabu Aji Jayabaya. Selanjutnya Sang Prabu mendatangi tempat raksasa perempuan itu dan menjumpainya. Sang Prabu bertanya apakah benar semua berita yang di sampaikan oleh Tunggulwulung dan saya? Sang raksasa menjawab, ‘Benar.’ Lalu Prabu Aji Jayabaya berkata, ‘Jika memang benar demikian kehendakmu dewata tak mengijinkan. Tetapi saya akan memberitahu kepadamu, kelak setelah aku tiada (muksa), kira-kira dua puluh tahun kemudian, di tanah sebelah barat kerajaan Kadhiri ada seorang yang mengangkat diri menjadi raja, Kerajaan itu beribukota di Prambanan Nama raja itu Prabu Prawatasari, raja itulah yang akan menjadi jodohmu.’ Sebelum Prabu Jayabaya menyelesaikan sabdanya, raksasa itu menghembuskan napasnya penghabisan. Sang Prabu merasa keheranan dalam hatinya. Beliau kemudian memberi dua perintah kepada saya. Pertama desa di sebelah selatan Mamenang di berinama GUMURAH ( yang kemudian dikenal menjadi Girah dan sekarng menjadi wilayah kecamatan Gurah). Diberinama Gumurah karena ketika kami bersama penduduk desa itu mengeroyok raksasa perempuan itu, rakyat bersorak-sorak dan berteriak-teriak sehingga menimbulkan suara hiruk pikuk, (gumurah = gumerah,bahasa Jawa). Ke dua, raja memerintahakan agar dibuat patung yang berupa dengan raksasa perempuan yang baru meninggal itu, namun wajahnya hendak di pahat serupa dengan wajah patung gupala. Patung raksasa itu diberi nama patung Nyai.Desa tempat patung itu dinamakan Desa Nyaen. Desa itu sampai sekarang masih ada, terletak di sebelah selatan bekas kota Mamenang. Tinggi patung itu 14 kaki. Bola matanya sebesar alas cawan (lepek, bahasa Jawa), bulat besar, posisinya berlutut. Tidak lama setelah memberi dua perintah itu kemudian Sri Aji Jayabaya muksa. Saya dan Tunggulwulung ikut muksa mengikuti sang Prabu. Namun sebelum muksa Sang Prabu Aji Jayabaya memberi perintah lagi. Saya ditugaskan untuk bertempat tinggal di GOA SELOBALE yang terletak di sebelah barat Banawi atau kali Brantas. Saya dijadikan pemimipin kaum makhluk halusyang bermukim di situ. Sedangkan Tunggulwulung ditugaskan untuk bertempat tinggal di gunung Kelud, menjadi raja makhluk halus yang ada di situ. Tetapi saya dibawah kekuasan Tunggulwulung juga. Prabu Jayabaya juga bersabda kepada saya ‘Engkau jangan salah terima. Mengapa engkau orang yang lebih tua dari pada adikmu saya tempatkan di sebelah barat sungai Brantas? Sebabnya adalah karena tanah di sebelah barat sungai bernuansa dingin, maksudnya taka da perkara atau hanya sedikit persoalan yang harus dihadapai dan dicari penyelesaiannya. Engkau hanya bertugas menjaga. Tunggulwulung saya beri tugas di sebelah timur sungai Brantas, sebab tanah disitu bernuansa panas. Banyak sekali perkara atau kesulitan yang harus diatasi dan diselesaikan. Di tempat itu sering terjadi lahar yang merusak desa-desa, juga terdapat hutan-hutan yang hasilnya bisa dipakai menghidupi rakyat di sekitarnya. Jadi si Tunggulwulung saya tugaskan untuk mengawasi aliran lahar. Aliran hendaknya tetap melalui aliran yang lama, tidak boleh melalui jalan baru atau membuat aliran baru. Jika hendaknya menerjang desa-desa, penduduk desa hendaknya engkau beritahu terlebih dahulu dengan jalan orang-orang desa diberi wisik atau ilham yang jelas terlebih dahulu, sehingga mereka bisa mengungsi ke tempat yang aman dan selamat. Hasil hutan, hasil pertanian pokoknya semua hasil bumi yang menjadi makanan penduduk hendaknya kau jaga baik-baik jangan sampai terkena lahar. Apalagi bila ada orang-orang yang berani merusak hutan atau menebangi pohon-pohon besar yang buahnya dapat dimakan manusia hendaknya si perusak itu kau hokum, kau ganggu, agar dia tidak jadi melaksanakan niatnya. Gunanya apabila ada orang asing yang mengungsi atau dating ke tempat itu dan membutuhkan pertolongan, hasil hutan atau bumi yang dapat dimakan dapat disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan. Akan tetapi cegahlah mereka yang ingin membawa barang-barang itu ke negerinya. Dia. Pokonya orang asing tidak boleh membawa pulang barang-barang dari Kadhiri ke negerinya.” Melalui Pak Sondong, Ki Buta Locaya meneruskan ceritanya, “Saya dan Tunggulwulung melaksanakan sabda sang Prabu dengan sungguh-sungguh. Setelah bersabda demikian Sang Prabu lalu pergi ke kahyangan. Sedangkan saya sendiri lalu menjadi siluman, menjaga tanah di sebelah barat sungai Brantas dan Tunggulwulung menjaga tanah di sebelah timur sungai Brantas. Sampai sekarang saya dan Tunggulwulung masih tetap setia menjalankan tugas yang di sabdakan oleh Sang Prabu Aji Jayabaya. Karena, sampai sekarang apabila ada penduduk yang bertempat tinggal di sekitar gunung Kelud yang mau menebangi pohon-pohon besar (yang selama ini sesungguhnya yang memberi nafkah kepada mereka), pastilah yang bersangkutan akan menderita sakit atau gila karena sebenarnya mereka itu diganggu oleh si Tunggulwulung. Orang-orang yang berbuat zina (mesum) di tempat itu pasti dimakan harimau. Jadi orang-orang yang bertempat tinggal di situ harus jujur, baik budi pekertinya, tidak boleh berhati jahat. Sampai sekarang tanah Kadhiri yang di sebelah timur Bengawan (Brantas) biasa dijadikan tempat mengungsi orang-orang luar Keraton Kadhiri yang menderita kesengsaraan. Para pengungsi itu akhirnya hidupnya menjadi bahagia dan mendapat kemuliaan. Semua itu terjadi karena sabda Sang Prabu Aji Jayabaya. Tetapi apabila mereka sudah kaya, hidupnya sudah serba cukup, kemudiaan ke tumpah darahnya, mereka akan jatuh miskin lagi. Sampai sekarang saya masih tetap menjadi pemimpin atau raja makhluk halus di sebelah barat bengawan dan bertempat tinggal di goa Selabale. Sedangkan Tunggulwulung bertempat tinggal di gunung Kelud. Waktu itu ada seorang abdi raja Prabu Jayabaya bernama Ki Krama Taruna yang ikut muksa menjadi siluman, lalu diperintahkan bertempat tinggal di Sendang (mata air) Desa Kalasan. Tempat tersebut terletak di barat daya kota Mamenang, di sebelah barat gunung Kelud dan menjadi dhanyang atau datu di situ. Namanya tetap Kyai Krama Taruna. Dia berada di bawah kekuasaan Tunggulwulung juga. Sampai sekarang para petani yang mempunyai sawah di situ, apabila sawahnya kekurangan air lalu mengadakan upacara dengan jalan menyediakan sesaji, air sendhang atau mata air di situ diaduk. Taklama kemudian air yang keluar dari mata air itu kian nampak banyak, permukaanya tampak naik lalu airnya mengalir ke sawah lading. Setelah Sang Prabu Jayabaya muksa, beberapa waktu kemudian di Kadhiri ada banjir besar. Kraton Mamenang musnah dan pindah ke Purwacarita asalmulanya menjadi hutan kembali. Sedang kerajaan Mamenang kemudian pindah ke Medang Kamulan.”
Mendedah Kisah Hingga Ke Panji
Membangun Kebesaran suatu bangsa membutuhkan mitos. Kepahlawanan, Idealisasi sosok panutan dan pemimpin ideal, dapat dipungut dari cerita panji.
Dalam suatu badai di laut, panji jayakusuma terpisah dari istrinya. Kisah petualangan panji dan istrinya, Dewi Sekartaji atau Dewi Candrakirana dari sinilah dimulai . Perjalanan pertualangan mereka sampai juga di Bali . Mereka saling mencari, hingga akhirnya keduanya dipertemukan dan menjadi raja dan ratu di kerajaan jenggala. Maka negeri dalam keadaan makmur setelah diperintah raja Panji Jayakusuma.

Cerita ini telah menjadi mitos masyarakat, terutama di jawa, terutama ketika figur pahlawan menjadi dambaan untuk membangun suatu zaman damaan untuk memangun suatu zaman. Citra kepahlawanan ini tidak harus ditiru secara harfiah, melainkan harus direnungkan seagai suatu simbol dari apa yang hendak dicapai.ia merupakan pengungkapan dan pengejawantahan diri sendiri yang mahakuasa dan membawa pesan agar kita menyadari kesatuan antara mikrokosmos dan makrokomos.

Mitologi merupakan khazanah pelajaran yang diberikan secara kiasan , demikian batasan yang di ajukan Emilie Durkheim, “Dengan tujuan membentuk individu sesuai dengan komunitasnya”. Mitologi berfungsi menerangkan dengan abstraksi tugas – tugas manusia dan masyarakat dalam dunia secara individual tetapi dalam entuk mekanisme yang berfungsi. Dunia dan manusia ada untuk mengatur dan merawatnya.

Di sebalik mitos, dalam pemikiran yang sederhana , tokoh pahlawan biasanya gambaran orang ideal yang harus dicontoh dan djadikan panutan. Dalam kajian Filologi Nusantara , Achadiati Akram, menyimpulkan cerita panji memiliki ciri-ciri definisi pahlawan , seagai panutan dan pemimpin yang diteladani , baik dalam sikap hidupnya maupun dalam segala sepak terjangnya.Dijelaskan pula tentang kajian W.H. Ressers dan J.J . Ras , bahwa kelangsungan hidup bangsa terletak pada panji dan pasanganya : mereka menjadi nenek moyang suku bangsa jawa.
Cerita roman Panji pun mendedahkan peristiwa kelahiran yang sera istimewa menempatkan sang tokoh sebagai yang di idealisasi agar leih efektif isa berperan seagai teladan . Akhir cerita memberikan gambaran betapa segala sesuatu di dunia seimbang dan sempurna , setelah sang pahlawan menyelesaikan tugasnya, melambangkan ikatan yang erat antara pahlawan sebagai mikrokosmos sekaligus manusia yang berkuasa dan dunia sebagai makrokosmos yang yang mencangkup pahlawan dan sekaligus diatur olehnya. Inilah yang dalam istilah santri disebut khalifatullah fil-ard(manusia utusan di umi).

Semua sifat yang terlihat pada panji merupakan sifat yang dapat diterima secara universal dan berlaku di segala zaman : keteguhan kemauan harga diri yang tinggi, cinta pada sesama . seuah mitos yang yang telah sanggup mengatasi perjuangan hidup , menembus batas-batas personal dan batasan waktu serta tempat untuk mencapai nilai- nilai kemanusiaan yang wajar dan umum berlaku.
Kisah Panji yang bersifat eoik romantik , dihasilkan para pujangga di menurut majapahit (1293 – 1521) yang, menurut kajian sejarah Agus Aris Munandar, tak pernah dijumpai dalam karya sastra yang merujuk kisah-kisah India. Barangkali inilah strategi menyamar meniru object yang dilawan agar dapat menandingi epos Mahaarata dan Ramayana, agar tetap menjaga kekhasan dan cerita identitasnya .Konsep “mimikri”iniloah , oleh Homi K .Bhabha dalam kritik pasca – kolonial, menggamarkan perlawanan masyarakat yang terkolonialisasi dengan menyusuri dan memanfaatkan balik bahasa hegemoni dari penjajahnya, untuk mengejek dan menghancurkan panoptikonya pihak penjajah dalam ranah diskursus.

Panji , dalam pelbagai kisah turunanya , seperti Hikayat Panji Panji Kuda Semirang dan Jaayakusuma,adalah cerita roman yang telah menjadi mitos.Begitu populernya kisah Panji sehingga dikenal diluar tanah kelahiran ya sendiri (Jawa Bagian timur) , seperti di Sumatra , Kamboja dan Thailand. Ia hasil dari sebuah kebudayan masyarakat pada zaman kita kini, baik dituturkan lewat ketoprak , wayang topeng, bahkan juga dalam pemetasan ludruk.
Sebagai sebuah hasil kebudayaan , cerita Panji menjadi bagian dari pencarian identitas suatu masyarakat.Kisah –kisah Panji mampu membangkitkan kreativitas hingga kini.Kreativitas itulah yang harus ditekankan, sebagai salah satu aspek kebudayaan.Cerita Panji bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, ia dihasilkan oleh proses kebudayaan, bukan sebaliknya.
Cerita Panji Dalam Budaya Jawa
Cerita panji dalam seni pertunjukan
(Kesenian Tradisional) dapat difahami secara gamblang bila dilacak dan dikaitkan dengan bidang studi yang lain.Bidang studi yang dimaksud adalah sejarah (Kediri,Singosari, dan Majapahit), Kesustraan (sastra tulis dan sastra lisan)
Dan ragam cerita panji pada seni pertunjukkan rakyat seanalog dengan pernyataan tersebut , maka makalah ini dideskripsikan sebagai berikut

Tokoh Panji dalam sejarah
Istilah sejarah atau history difahami oleh budayawan Indonesia setelah intelektual Indonesia mempelajari konsep sejarah dari dunia barat .Bangsa Indonesia pada periode awal lebih lekat dengan istilah Babad, Tambo, dan Hikayat. Ciri khas genre budaya menyajikan seperangkat tokoh , latar, tempat , latar peristiwa pada zamannya.Peristiwa itu sering dikaitkan dengan angka kejadian yang diwujudkan dalam bentuk Candra Sangkala atau Surya Sangkala, angka tahun peristiwa yang dirajut dalam kalimat.Misalnya pada karya sastra “Panji Gandrung Angreni”, Candara Sangkala “guna paksa kaswareg rat”, artinya “guna = ; paksa = 2 ; kaswareg =7 ; rat (jagat)=1.bila dibaca dari belakang menunjuk ke angka 1723 Syaka atau 1801 M.
Perdebatan yang berulangkali muncul ialah serat Babad Tanah Jawi , Pararaton dan Negara Kretagama (serta karya yang sejenisnya)itu termasuk karya sastra ataukah karya sejarah?
Pendapat yang berulangkali muncul ialah serat Babad Tanah Jawi, Paraton dan Negara Kretagama (serta karya yang sejenisnya) itu termasuk karya sastra ataukah karya sejarah?
Pendapat yang moderat menyatakan bahwa karya tersebut termasuk sejarah yang didongengkan, ( rumusan pengertian yang kompromistis)
Siapakah tokoh Panji dalam sejarah Kediri, Singasari dan Majapahit ? Para sejarahwan berpendapat bahwa Panji atau kameswara dikaitkan dengan kisah kehidupan kameswara I, karena istrinya itu bernama Candra Kirana (Poerbatjaraka, 1940:363)
Pramudito dalam bukunya yang berjudul kitap negar a Kertagama (sejarah Tata Pemerintahan dan Peradilan Kraton Majapahit) menjelaskan bahwa cerita Panji tampak pada kerajaan Kediri yang dibelah menjadi dua negara.Raja membagi dua kerajaan menjadi dua bagian yakni , kerajaan panjalu (dengan ibu kota daha) dan kerajaan jenggala yang berpusat di lereng gunung penanggungan

1 comment:

  1. Gabung Bersama kami di Betpulsa,net
    Situs Paling Terpercaya Betpulsa
    Menangkan Bonus Jutaan Rupiah Setiap Harinya
    Jaminan Kemenangan Bergaransi

    Games Yang Tersedia Antara Lain :
    * SPORTSBOOK
    * POKER
    * LIVE CASINO
    * IDN LIVE
    * BLACK JACK
    * SLOT ONLINE
    * SABUNG AYAM S128

    Promo di Betpulsa :
    * Min Depo 25 K
    * Min WD - 50 K
    * Bonus New Member 15%
    * Next Deposit 10%
    * Bonus Harian 5%
    Dan Masih Banyak Bonus Lainnya
    * Deposit Via Pulsa Tanpa Potongan Rate 100%
    * Deposit dan Withdraw 24 jam Non stop ( Kecuali Bank offline / gangguan )
    * Proses Deposit & Withdraw Tercepat
    * Livechat 24 Jam Online
    * Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi CS Kami

    ## Contact_us ##
    WHATSAPP : 0822 7636 3934

    ReplyDelete