KABUPATEN PANDEGLANG - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Saturday 12 March 2016

KABUPATEN PANDEGLANG

Kabupaten Pandeglang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah Pandeglang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta Samudra Indonesia di barat dan selatan. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah barat, dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil di Samudra Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil. Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung paling barat Pulau Jawa, dimana terdapat suaka margasatwa tempat perlindungan hewan badak bercula satu yang kini hampir punah.
Pusat perekonomian Kabupaten Pandeglang terletak di dua kota yakni Kota Pandeglang dan Labuan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah dan dataran bergelombang. Kawasan selatan terdapat rangkaian pegunungan. Sungai yang mengalir diantaranya Sungai Ciliman yang mengalir ke arah barat, dan Sungai Cibaliung yang mengalir ke arah selatan.

A. Sekilas Sejarah Pandeglang
Menurut Staatsblad Nederlands Indie No. 81 tahun 1828, Keresidenan Banten dibagi tiga kabupaten: Kabupaten Utara yaitu Serang, Kabupaten Selatan yaitu Lebak dan Kabupaten Barat yaitu Caringin.
Kabupaten Serang dibagi lagi menjadi 11 (sebelas) kewedanaan. Kesebelas kewedanaan tersebut yaitu: Kewedanaan Serang (Kecamatan Kalodian dan Cibening), Kewedanaan Banten (Kecamatan Banten, Serang dan Nejawang), Kewedanaan Ciruas (Kecamatan Cilegon dan Bojonegara), Kewedanaan Cilegon (Kecamatan Terate, Cilegon dan Bojonegara), Kewedanaan Tanara (Kecamatan Tanara dan Pontang), Kewedanaan Baros (Kecamatan Regas, Ander dan Cicandi), Kewedanaan Kolelet (Kecamatan Pandeglang dan Cadasari) Kewedanaan Ciomas (Kecamatan Ciomas Barat an Ciomas Utara) dan Kewedanaan Anyer (tidak dibagi kecamatan).
Menurut sejarah, pada tahun 1089 Banten terpaksa harus menyerahkan wilayahnya yaitu Lampung kepada VOC (Batavia). Saat itu Banten dipimpin oleh Sultan Muhamad menyusun strategi untuk melawan kekuasaan VOC. Sultan Muhamad menjadikan Pandeglang ( bagian kawedanan Kolelet pada waktu itu ) sebagai wilayah untuk menyusun kekuatan. Kekuatan kesultanan dipencar kepelosok Pandeglang seperti di kaki gunung Karang dan di pantai.
Pandeglang dalam percaturan sejarah kesultanan Banten telah terbukti merupakan daerah yang strategis. Hal ini bisa terlihat dari berbagai peninggalan sejarah yang terdapat di wilayah Pandeglang. Semua itu bukan hanya membekas pada benda yang berwujud, tapi juga membekas pada kultur kehidupan masyarakat Pandeglang.
Peninggalan sejarah kesultanan Banten masih nampak terlihat dari seni budaya yang ada di Pandeglang. Misalnya saja, Pandeglang merupakan Kota Santri dan Pandeglang terkenal dengan daerah yang historis, patriotis dan agamis. Julukan ini tidak serta merta timbul dengan sendirinya, akan tetapi merupakan bentangan sejarah telah mencatatnya.
Saat ini Pandeglang tetap merupakan wilayah yang strategis di wilayah Provinsi Banten. Sejarah kembali mencatat, Pandeglang dengan tokoh-tokoh masyarakatnya memberi andil besar dalam pembentukan Provinsi Banten. Sejarah Pandeglang mencatat juga, bahwa saat dipimpin oleh Bupati H. A. Dimyati Natakkusumah, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Swasta di Kabupaten Pandeglang Bebas Biaya Sekolah dan pada tahun 2007 pembangunan sarana pendidikan dibangun dengan menggunakan rangka baja. Kembali kepada sejarah terbentuknya Kabupaten Pandeglang sejak tanggal 1 April 1874, tanah-tanah gubernur kecuali Bativia dan Keresidenan Priangan telah Banten telah ditentukan, bahwa:
a. Jabatan Kliwon pada Bupati dan Patih dari Afdeling Anyer, Serang dan Keresidenan Banten dihapuskan.
b. Bupati mempunyai pembantu, yaitu mantri Kabupaten dengan gaji 50 gulden.
c. Kepala Distrik mempunyai gelar jabatan wedana dan Onder Distrik mempunyai jabatan Asisten Wedana.
Berdasarkan Staatsblad 1874 NO. 73 Ordonansi tanggal 1 Maret 1874 mulai berlaku 1 April 1874 menyebutkan pembagian daerah, diantaranya Kabupaten Pandeglang dibagi 9 distrik atau kewedanaan. Pembagian ini menjadi Kewedanaan Pandeglang, Baros, Ciomas, Kolelet, Cimanuk, Caringin, Panimbang, Menes dan Cibaliung.
Menurut data tersebut di atas, Pandeglang sejak tanggal 1 April 1874 telah ada pemerintahan. Lebih jelas lagi dalam ordonansi 1877 Nomor 224 tentang batas-batas keresidenan Banten, termasuk batas-batas Kabupten Pandeglang dalam tahun 1925 dengan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1925 nomor XI. Maka jelas Kabupaten Pandeglang telah berdiri sendiri tidak di bawah penguaasaan Keresidenan Banten.
Dari fakta-fakta tersebut di atas dapat diambil beberapa alternatif, yaitu pada tahun 1828 Pandeglang sudah merupakan pusat pemerintahan distrik. Pada tahun 1874 Pandeglang merupakan kabupaten. Pada tahun 1882 Pandeglang merupakan kabupaten dan distrik kewedanaan. Dan pada tahun 1925 kabupaten Pandeglang telah berdiri sendiri. Atas dasar kesimpulan-kesimpulan tersebut di atas, maka disepakati bersama bahwa tanggal 1 April 1874 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Pandeglang.

BKepemimpinan di Pandeglang
Nama-nama Bupati Caringin/Menes masa jabatan 1827-2907, yaitu R.T. Mandoera Radja Djajanegara (1827-1840), R.T. Wiradidjaja (1840-1849), R.T.Koesoemanegara (1849-1849), R.T.Aria Adipati Soerjanegara (1849-1872), R.T. Dajanegara (1872-1883), R.T. Adipati Koesoemadiningrat (1883-1896), R.T. Soera Adiningrat (1896-1898) dan R. Soeria (1898-1908).
Nama-nama Bupati Pandeglang pada era kemerdekaan, yaitu R.T. Mr. Djoemhana Wiraatmadja (1941-1945), K.H. Tb. Abdoelhalim (1945-1947), Mas Soedibjadjaja (1947-1948), Mas Djaja Rukmantara (1948-1949), Rd. Hola Sukmadiningrat (1949-1956) Rd. Moch. Noch Kartanegara (1956-1957), Rd. Lamri Suriaatmadja (1957-1957), Rd. Muhdas Suria Haminata (1957-1958), Rd. Harun (1958-1959), M. Ebby (1959-1961), Rd. Moch. Sjahra Sastrakusuma (1961-1964), Rd. Akil Achjar Mansjur (1964-1964), Rd. Syamsudin Natadisastra (1964-1968), Drs. Rd. Machfud (1968-1968), Drs. Karna Suwanda (1968-1973), Drs. H. Karna Suwanda (1973-1975), Drs. H. Karna Suwanda (1975-1980), Drs. Suyaman (1980-1985), Drs. H. Suyaman (1985-1990), H.M Zein, BA (1990-1995) Drs. H. Yitno (1995-2000), H.A. Dimyati Natakusumah, SH, MH (2000-2009), Drs. H. Erwan Kurtubi, MM (28 Oktober 2009 s/d November 2010), Asmudji HW memangku jabatan sebagai Penjabat Bupati (November 2010 s/d Maret 2011), dan Drs. H. Erwan Kurtubi, MM (Maret 2011 s/d Sekarang)
Sedangkan Drs. H. Erwan Kurtubi, MM memangku jabatan Bupati Pandeglang dimulai pada Maret 2011 s/d saat ini yang sebelumnya mendapat kepercayaan dari masyarakat melalui pemilihan langsung pertama kali dalam sejarah perpolitikan di Pandeglang sebagai wakil bupati pandeglang pada periode 2005-2009. Beliau merupakan Bupati yang ke 34 secara urutan periode, sedangkan secara berurutan nama merupakan Bupati Pandeglang yang ke 30. Hal ini disebabkan ada beberapa orang bupati yang menjabat lebih dari satu periode kepemimpinan.

Salah satu versi Asal Usul Nama Pandeglang
Di sebuah kerajaan, tinggalah seorang putri raja bernama Putri Arum. Suatu hari, Putri Arum sedang bersedih. Seorang pangeran jahat bernama Pangeran Cunihin datang melamarnya. Meskipun tampan, pangeran itu sangat kejam dan licik. Putri Arum enggan menjadi istrinya.
Lamaran Pangeran Cunihin sangat sulit untuk ditolak. Jika Putri Arum menolak lamarannya, Pangeran Cunihin akan menghancurkan kerajaan tempat tinggalnya. Putri Arum lalu bersemadi meminta petunjuk agar terbebas dari belenggu Pangeran Cunihin.
Dalam semadinya, ia mendapat sebuah petunjuk. Putri Arum harus menenangkan diri di Bukit Manggis. Di bukit itu, akan datang seorang pangeran sakti yang mampu menyelamatkannya.
Setelah sekian lama menunggu, pangeran impian itu tidak kunjung datang. Putri Arum sangat gelisah sebab sebentar lagi Pangeran Cunihin akan datang untuk menikahinya.
Tidak terasa air mata membasahi pipinya. Hancur sudah harapannya. Kini, ia harus menikah dengan seorang pangeran yang sangat kejam.
Tiba-tiba, datanglah seorang kakek mendekatinya. Kakek itu bertanya, “Maaf, siapakah engkau dan mengapa engkau menangis?”
Putri Arum menengadahkan wajahnya. Dilihatnya sosok lelaki tua yang bersahaja itu. Ia lalu menjawab, “Aku Putri Arum. Aku saat ini sedang sedih, Kek. Sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pangeran jahat yang tidak aku cintai.”
“Oh, malang benar nasibmu, Tuan Putri. Kalau hamba boleh tahu, siapakah pangeran jahat itu?” tanya kakek.
“Ia adalah Pangeran Cunihin, Kek,” ujar Putri Arum sesenggukan.
“Lalu, mengapa Tuan Putri berada di bukit ini?” tanya kakek.
Putri Arum menghapus air matanya dan berkata, “Ketika aku sedang bersemadi, aku diberi petunjuk agar menenangkan diri di Bukit Manggis. Kelak akan datang seorang pangeran sakti yang dapat menolongku. Tapi, hingga kini pangeran itu tidak kunjung datang. Sebentar lagi, Pangeran Cunihin pasti akan datang ke istana untuk menikahiku.”
Kakek mendengar cerita Putri Arum seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia merasa iba kepada putri cantik itu.
Putri Arun lalu bertanya, “Maaf Kek, aku terlalu hanyut dengan kesedihanku. Aku sampai lupa menanyakan nama Kakek.”
“Nama hamba Ki Pande . Hamba adalah seorang pembuat gelang. Tuan Putri boleh memanggil hamba Ki Pande,” ujar kakek itu.
Ki Pande lalu melanjutkan,”Maaf Tuan Putri, bolehkan hamba member saran atas masalahmu itu?”
“Silakan, Ki Pande,” ujar Putri Arum.
“Begini Tuan Putri, menurut hamba, sebaiknya Tuan Putri terima saja lamaran itu,” ujar Ki Pande.
“Apa? Menerima lamaran Pangeran Cunihin yang kejam? Tidak Ki Pande, aku tidak akan menikah dengannya. Aku lebih baik mati daripada menjadi istri seorang pangeran yang bengis,” ujar Putri Arum.
“Tenang Tuan Putri, dengarkan saran hamba dulu. Tuan Putri terima saja lamarannya, tapi berikan sebuah persyaratan. Buatlah sebuah yang sangat sulit sehingga mustahil untuk dikabulkan,” ujar Ki Pande.
“Tapi, Pangeran Cunihin sangat sakti. Ia mampu melakukan apa saja,” ujar Putri Arum.
“Baiklah, hamba akan member usul mengenai persyaratan yang harus Tuan Putri ajukan. Mintalah kepadanya untuk dibuatkan lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara dengan tubuh manusia. Katakan saja kepadanya kalau batu keramat itu akan kalian gunakan untuk berbulan madu. Batu itu harus diselesaikan dalam waktu tiga hari dan diletakkan di pesisir pantai,” ujar Ki Pande.
Ki Pande menambahkan, “Perlu Tuan Putri ketahui, kesaktian seseorang akan hilang jika ia melubangi sebuah batu keramat. Setelah kesaktian Pangeran Cunihin hilang, biar hamba yang akan membereskannya. Untuk menjalankan rencana ini, Tuan Putri harus ikut ke tempat tinggal hamba. Apakah Tuan Putri bersedia?”
“Baiklah Ki Pande, aku bersedia. Terima kasih banyak atas saranmu,” ujar Putri Arum.
Putri Arum pun ikut ke tempat tinggal Ki Pande. Tempat tinggal Ki Pande sangat jauh. Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai ke sana. Putri Arum yang tidak biasa berjalan jauh, tampak sangat kelelahan. Tepat ketika sampai di desa tempat tinggal Ki Pande, Putri Arum sudah tidak kuat berjalan lagi dan akhirnya jatuh pingsan.
Para penduduk membantu Ki Pande menolong Putri Arum. Seorang tetua di kampung itu mengatakan bahwa Putri Arum akan kembali sadar jika diberi minum air gunung yang berasal dari batu cadas.
Beberapa penduduk langsung mencari sumber air itu. Sesaat, setelah meminum air yang berasal dari batu cadas, Putri Arum langsung sadarkan diri. Setelah kejadian itu, ia dikenal sebagai Putri Cadasari.
Sementara itu, Ki Pande sibuk membuat sebuah gelang yang akan digunakan untuk menghancurkan Pangeran Cunihin. Gelang tersebut dibuat sebesar batu keramat dan akan diletakkan tepat pada lubangnya. Jika Pangeran Cunihin melewatinya, seluruh kesaktiannya akan hilang.
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Pangeran Cunihin yang sangat sakti mengetahui keberadaan Putri Cadasari di tempat tinggal Ki Pande. Pangeran Cunihin langsung menagih janjinya untuk menikahi Putri Cadasari.
Putri Cadasari mengajukan persyaratannya kepada Pangeran Cunihin. Dengan sombong, Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan itu. Belum sampai tiga hari, batu keramat berlubang itu telah siap dan sudah diletakkan di pesisir pantai.
Putri Cadasari sangat gelisah karena Pangeran Cunihin dengan mudah menyelesaikan persyaratan yang ia ajukan. Ki Pande lalu menyuruh Putri Cadasari agar meminta Pangeran Cunihin untuk melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu.
Pangeran Cunihin melakukan apa yang diminta oleh Putri Cadasari. Setelah melewati lubang di batu keramat itu, seluruh kekuatan dan kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang. Tiba-tiba, ia berubah menjadi seorang lelaki tua.
Bersamaan dengan itu, Ki Pande juga berubah menjadi seorang lelaki tampan.
Putri Cadasari bingung melihat kejadian itu.
Ki Pande lalu menjelaskan, “Tuan Putri, sesungguhnya aku adalah seorang pangeran yang dikutuk oleh Pangeran Cunihin. Dahulu, kami bersahabat. Namun, Pangeran Cunihin menjadi jahat setelah mendapatkan kesaktian dari seorang guru. Ia lalu mencuri kesaktianku dan mengubahku menjadi seorang lelaki tua.
Kesaktianku akan kembali jika Pangeran Cunihin melewati gelang buatanku yang diletakkan pada batu keramat.”
Putri Cadasari sangat berterima kasih kepada Pangeran Pande Gelang karena telah menyelamatkannya. Singkat cerita, mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.
Tempat Pangeran Cunihin menemukan batu keramat itu kini bernama Kramatwatu. Dan batu keramat yang telah berlubang itu dinamakan Karang Bolong.
Bukit Manggis yang dijadikan tempat bagi Putri Cadasari untuk menenangkan diri dinamakan Kampung Pasir Manggu. Nama itu berasal dari bahasa Sunda manggu yang artinya manggis dan pasir yang artinya bukit.
Sedangkan tempat Putri Cadasari disadarkan dari pingsannya dinamakan Cadasari. Cadasari terletak di daerah Pandeglang, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang. 

Versi lainnya lagi
Kisah Pandeglang menurut Juru Kunci Makam Kibuyut Papak ,Tubagus Mohammad Rafiudin demikian ia menyebut nama dirinya.
Ia menjelaskan bahwa dirinya sudah menjadi kuncen atau juru kunci dimakam ini sejak 9 tahun yang lalu. Sebelumnya tugas mengurus makam ini dipegang oleh kakeknya Abdul Rojak yang kemudian diteruskan oleh Abdul Jawad, dan sekarang dirinyalah yang menjadi kuncen di makam ini.
Kibuyut Papak menurutnya mempunyai nama lengkap Raden Purba Jaksa Papak Agung Medang Singa Jaya Gumelar adalah murid dari Syekh Abdul Jabar yang makamnya terletak di Jalan AMD sekarang . “Untuk mengetahui siapa tokoh Kibuyut Papak, harus menceritakannya dari awal, sehingga akan nampak keterkaitannya dengan nama Pandeglang yang sekarang digunakan untuk daerah ini” lanjutnya.
————————————————————
Sebelum membaca kisah ini, perlu jelaskan bahwa kisah ini hanyalah merupakan cerita yang disampaikan oleh Sang Kuncen atau Juru Kunci yang mungkin akan jauh dari Fakta Sejarah. Oleh karena itu, perlu mengingatkan bahwa kisah ini adalah hanya sekedar mitos dan legenda yang dipercaya oleh masyarakat, Bukan Fakta Sejarah yang didukung oleh bukti-bukti sejarah.
————————————————————
Konon di Pandeglang terdapat sepasang suami istri yang memiliki kesaktian yang luar biasa. Kedua orang tersebut adalah Ki Jagur dan Nyi Amuk, saking saktinya kedua orang ini, sehingga menarik perhatian Sultan Hasanudin yang saat itu menjabat sebagai Sultan Banten untuk meng-Islamkan mereka. “Saking saktinya orang ini, akhirnya Sultan Hasanudin pun meminta bantuan bapaknya Syarif Hidayatullah. Akhirnya dibantu dengan Syarif Hidayatullah, ia dapat menandingi kesaktian suami istri tersebut, akibat tidak tahan dengan perlawanan yang diberikan Sultan Hasanudin, kedua orang tersebut menyingkir dan kabur ke daerah Pantai Carita sekarang” .
Tahun berganti tahun, akhirnya kekuasaan Kesultanan Banten pun semakin terjaga. Saat Banten akan diserang oleh Belanda, tiba-tiba dari arah Barat Kesultanan Banten terdengar dentuman keras yang berbunyi secara terus menerus. Sultan yang saat itu mendengar suara tersebut awalnya mengira Belanda telah memulai serangannya. Tapi berdasarkan keterangan penasehat-penasehatnya, mereka mengatakan bahwa Belanda tidak akan mungkin menyerang Kesultanan Banten dari Pantai Carita, ini terlalu jauh ujarnya.
Akhirnya Sultan Hasanudin menugaskan beberapa orang kepercayaannya untuk menyelidiki suara apakah itu. Maka berangkatlah utusan-utusan sultan ini kearah Carita, ketika sampai ditempat itu, rombongan terkaget-kaget karena suara yang menghasilkan suara dentuman yang sangat keras ini, ternyata berasal dari sebuah benda yang tidak berwujud. Mereka tidak dapat menjelaskan benda apakah itu, rombongan kemudian kembali kesultanan Banten sambil menceritakan hal ini kepada Sultan.
Akhirnya Sultan meminta bantuan Syekh Abdul Jabar (tokoh penyebar agama Islam didaerah Pandeglang) dan 40 orang kepercayaannya untuk mendampinginya membawa kedua benda itu. Dengan dibantu Syekh Abdul Jabar akhirnya Sultan Hasanudin berhasil membawa kedua benda tersebut. Ada kisah unik saat Sang Sultan dan Syekh Abdul Jabar diperjalanan, mereka sering berhenti ditengah perjalanan untuk istirahat, anehnya saat rombongan istirahat semua pohon yang berada disekitar tempat tersebut tiba-tiba mendadak mati, sekarang daerah tersebut dinamakan Kadu Paeh (paeh=mati). Perjalanan dilanjutkan dan saat rombongan istirahat lagi, kejadian terulang lagi, kali ini pohon-pohon yang terletak dikedua barang tersebut tumbang dengan tiba-tiba, tempat tersebut sekarang disebut orang dengan Kadu Bungbang (Bungbang=tumbang).
Akhirnya dengan usaha Syekh Abdul Jabar, diketahuilah bahwa sebenarnya kedua barang itu adalah merupakan penjelmaan dari Ki Jagur dan Nyi Amuk. Setelah berkomunikasi secara gaib, Syekh Abdul Jabar , maka diketahuilah bahwa Ki Jagur akan rela dibawa ke kesultanan Banten jika Hasanudin memberikan sebuah gelang untuk istrinya Nyi Amuk. Maka disepakatilah bahwa Sultan akan memberikan gelang tersebut sesaat setelah sampai di Keraton Kesultanan Banten.
Setibanya di Keraton Kesultanan Banten, Sultan Hasanudin mengumpulkan beberapa pandai besi (pande) untuk membuat gelang permintaan tersebut, tapi tidak satupun yang sanggup membuat gelang pesanan itu. Akhirnya atas saran Syekh Abdul Jabar, Sultan menugaskan seorang murid dari Syekh Abdul Jabar yang bernama Kibuyut Papak untuk membuat gelang itu.
Kibuyut Papak pun menyanggupi perintah ini, Ia sanggup melaksanakan tugas yang diberikan Sultan dan gurunya ini. Awalnya ia mencari bahan untuk membuat gelang tersebut di sebuah rawa yang sekarang disebut Sawah Ranca oleh masyarakat, letaknya di daerah Kampung Kabayan Cikole.
Batu Ngamprak
Setelah ia temukan bahannya, Kibuyut Papak segera membakar bahan tersebut pada sebuah batu yang oleh masyarakat disebut Batu Ngamprak, batu bekas membakar bahan itu pun dipercaya lokasinya terdapat di daerah Kampung Kabayan Cikole.
Batu Belah
Kemudian setelah bahan tersebut dibakar, Kibuyut Papak mencoba untuk mulai memukul-mukulnya, layaknya seorang pande. Bahan yang telah dibakar tersebut diletakan pada sebuah batu, untuk dibentuk menjadi sebuah gelang, karena kekuatan bahan gelang tersebut, batu itu tidak dapat menahannya, oleh karena itu sampai sekarang batu tempat meletakan bahan gelang itu oleh masyarakat disebut dengan Batu Belah.
Citaman
Proses berikutnya, Kibuyut Papak memerlukan tempat yang terdapat cukup air untuk mendinginkan gelang yang telah dibuatnya. Dan untuk mencelupnya, Kibuyut Papak menuju ke daerah Citaman yang masih terletak di Kelurahan Kabayan.
Kibuyut Papak akhirnya dapat menyelesaikan tugasnya, gelang yang telah ia buat, ia serahkan kepada Sultan. Atas jasanya Sultan Hasanudin akhirnya mengangkat Kibuyut Papak sebagai penasehatnya. Dan tempat dimana ia membuat gelang tersebut sekarang dikenal dengan nama Pandeglang yang berasal dari dua suku kata Pande dan Gelang.
Itulah kisah atau cerita yang disampaikan Juru Kunci atau Kuncen Makam Kibuyut Papak.
Versi lainnya lagi
Pandeglang berasal dari kata “Paneglaan” yang artinya tempat melihat ke daerah lain dengan jelas. Hal ini seperti dikemukakan dalam salah satu Buku “Pandeglang itu asal dari kata Paneglaan, tempat melihat ke mana-mana”. Sedikit kita nanjak ke pasir, maka terdapat sebuah kampung namanya “Sanghiyang Herang” patilasan orang dahulu, awas (negla) melihat kemana-mana yaitu “Pandeglang sekarang”.
Dibeberapa tempat di Pandeglang, banyak tempat yg dpt dipergunakan memandang Panorama dari atas bukit.
Pandeglang berasal dari kata “Pani-Gelang” yang artinya “tepung gelang”. Pada Tahun 1527 Banten jatuh seluruhnya ke tangan Syarif Hidayatullah yang kemudian diperkuat untuk kepentingan perdagangan. maka dikatakan banten sudah pani gelang atau tepung gelang menjadi kekuasaan Syarif hidayatullah.
Dan masih ada beberapa versi lagi mengenai nama Pandeglang yang tidak saya sampaikan disini.....
------------------
Sejarah Caringin dan Pandeglang
Mungkin belum banyak yang tahu tentang sejarah Caringin dan Pandeglang.
Seperti kita ketahui bersama bersama bahwa pada tahun 1883 pernah terjadi letusan gunung Krakatau yang menghancurkan Caringin. Waktu itu Caringin merupakan ibu kota Kabupaten Banten Barat.
Setelah Caringin luluh lantak pusat ibu kota dipindah ke Pandeglang dan berganti nama menjadi Kabupaten Pandeglang.
Caringin kini hanya sebuah desa, meski sejak itu Caringin terdegradasi menjadi desa, bagi perjalanan sejarah Banten, Caringin tetaplah daerah penting. Caringin, menurut Syaukatuddin yang mengutip dari para kasepuhan, berasal dari kata beringin, yang berarti ’pohon rindang tempat berteduh’.
Mengikuti perkembangan pembagunan Caringin mulai ramai kembali dan pada tahun 2006 terbentuklan Kabupaten Caringin.
Pada tahun 2006 Kabupaten Caringin adalah salah satu calon wilayah otonom di Provinsi Banten. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Pandeglang. Rencana ini berawal dari keinginan warga di wilayah Barat Kabupaten Pandeglang untuk mensejahterakan masyarakat.
Pada 14 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pandeglang menyetujui terbentuknya Kabupaten Caringin & Kabupaten Cibaliung. Calon kabupaten otonom ini terdiri atas 7 kecamatan, yakni Kecamatan Labuan, Kecamatan Carita, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Jiput, Kecamatan Cikedal, dan Kecamatan Sukaresmi. Wilayah ini berpenduduk sekitar 208.138 jiwa.
Diperjalanan proses peresmian dilakukan pengkajian dan disimpulkan jika Kabupaten Cibaliung dan Caringin mendapat persetujuan maka kemungkinan hal tersebut akan mematikan Kabupaten Induk-nya. Maka sesuai Undang-undang pemekaran wilayah tersebut tidak di perbolehkan mematikan daerah Induknya. Menurut beberapa pakar otonomi mungkin yang dapat dilakukan adalah dengan hanya menyetujui salah satu daerah pemekaran saja diantara dua wilayah yang akan di mekarkan tersebut dan yang disetujui hanya Kabupaten Caringin.
Sejarah labuan, pandeglang
Kacamatan Labuan
Labuan adalah daerah di pesisir laut di selat sunda merupakan daerah yang strategis didaerah pesisir. Bukti dari daerah itu strategis biasa di lihat dari peninggalan atau merupakan situs sejarah sisa perang dunia ke dua yaitu adanya dua bangunan benteng pertahanan sisa perang zaman Jepang. dimana tempat sejarah itu didaerah Kalurahan Desa Teluk, dengan di daerah kelurahan Desa Cigondang. adanya dua tempat sejarah itu jelas merupakan bukti Jepang memilih daerah Labuan sebagai tempat yang pas untuk diduduki, sebab banyak daerah lain yang sama adanya dipinggir laut. tapi Labuan yang pas di pakai penjajah.bahkan banyak sisa zaman dahulu di daerah labuan. yaitu: benteng jembatan dua, benteng loterdam, dan kereta api.
Selat Sunda
Pada permulaan sejarah Jawa tercatat bahwa pada tahun 416 S.M. Selat Sunda terbentuk selama periode puncak kegiatan vulkanis yang membentuk lorong laut di antara dua pulau yang saat ini dikenal sebagai Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Selat ini dahulu tidak dikenali oleh para pelaut Eropa sampai pada tahun 1595, setelah itu menjadi salah satu jalur perdagangan terbesar antara barat dan timur.
Mercusuar di Tajung Layar
Bangunan mercusuar di Tanjung Layar mewakili suatu periode yang sangat penting dalam sejarah maritim Indonesia dan sejarah kolonial. Dahulu mercusuar di lokasi ini dijadikan "Ujung Pertama" karena geografinya yang strategis, sebagai petunjuk arah bagi kapal-kapal yang melintasi Selat Sunda.
Sebuah Dermaga di Cibom
Pada tahun 1808 Gubernur Jenderal Hindia Belanda merencanakan membangun sebuah pelabuhan laut di daerah Cibom.
Sultan Banten dengan berat hati menyediakan para pekerja tetapi karena para pekerja banyak yang sakit dan menderita bahkan diantaranya banyak yang meninggal dan yang tersisa pun menjadi lemah disebabkan "uap beracun yang berasal dari lahan kerja baru". Kemudian mereka melarikan diri dari daerah tersebut. Pelabuhan ini tidak pernah terselesaikan.
Pada masa itu pula Tanjung Layar menjadi lokasi tempat penjara dari para bajak laut yang membantu Sultan, dan mercusuar pertama dibangun .
Daerah Cibom - Tanjung Layar
Sisa-sisa dermaga Cibom masih dapat dilihat dengan adanya formasi batu bata dan tiang besi pancang.
Disepanjang jalan menuju Tanjung Layar (dari Cibom) terdapat pal-pal batu petunjuk jarak, sumur-sumur air, kuburan-kuburan dan sisa bangunan pasangan batu bata.
Terdapat juga sebuah tangga batu bata menuju ke lokasi mercusuar yang pertama dengan tinggi 40 meter, menjorok ke arah laut.
Mercusuar Pertama
Diduga bahwa mercusuar pertama dibangun, pada awal tahun 1800. Sebagian fisik bangunannya terbuat dari batu asli. Pada tahun 1880, bagian atas mengalami kerusakan yang parah akibat gempa bumi. Mercusuar runtuh sesudah letusan Gunung Krakatau tahun 1883,dan bagian dasarnya yang bundar sekarang menjadi tempat tangki air besar. Sisa-sisa tangga batu yang melingkar dapat dilihat di kompleks bawah.
Mercusuar Kedua
Mercusuar kedua ini di bangun dari kontruksi baja dan dilengkapi sebuah lampu gas dengan ketinggian 25 meter.
Mercusuar Ketiga
Mercusuar yang ada sekarang dibangun pada tahun 1972.Terletak 500 meter sebelah timur Tanjung Layar (dari mercusuar yang lama) dengan tinggi 40 meter (atau 65 meter di atas pemukaan laut) lampunya dapat dilihat dari jarak 25 mil laut. Di seberang Selat Sunda di Pantai Sumatera, terdapat juga sebuah mercusuar yakni mercusuar Blimbing (Vlakke Hocke) yang berjarak 110 km jauhnya.
Sebuah kelompok terdiri dari 5 orang petugas menjaga mercusuar ini, dengan jadwal kerja 4 bulan untuk satu periode. Walaupun sebuah kebun di buat di lokasi, namun semua bahan makanan pokok dan keperluan lainnya dikirimkan melalui kapal laut. Mercusuar ini dioperasikan oleh Departemen Perhubungan.
Silahkan memintakan izin dari petugas mercusuar sebelum memasuki daerah mercusuar.
Gelombang Pasang Tahun 1883
Pecahnya Pulau Jawa
Dari Sejarah awal Ujung Kulon, tulisan Orang Jawa
"Pada tahun 416 S.M. Gunung Kapi (Krakatau) dengan suatu gemuruh yang dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam ke dasar bumi. Air laut naik dan menggenangi daratan, setelah air surut gunubng dan daerah sekitarnya menjadi laut dan Pulau Jawa terbagi menjadi dua bagian". (Buku Raja-Raja)
Terjadinya Letusan Gunung Krakatau
Pada tanggal 27 Agustus 1883, setelah abad yang relatif tenang, gunung berapi Krakatau meletus dengan dahsyat.
Penjaga mercusuar Tanjung Layar mencatat kejadian ini dalam buku hariannya:
Senin, 27 Agustus
Jam 06.00 pagi, suasana belum terang, lampu mercusuar masih menyala.
Jam 09.00 pagi, cuaca menjadi buruk dan sangat gelap.
Jam 11.00 pagi (kemungkinan lebih awal), letusan dahsyat terdengat, pintu-pintu serta jendela-jendela terbuka dan petir menyambar bangunan-bangunan.
Jam 11.10 pagi, petir menyambar tiang penangkal petir dan rusak, setelah itu petir menyambar pintu masuk mercusuar, melukai 4 dari 10 narapidana.
Selasa, 28 Agustus
Suasana terang pada jam 06.00 pagi dan untuk pertama kalinya diketahui bahwa daerah pantai rusak. Gelombang besar belum diketahui karena gelap didalam mercusuar.
Tanjung Layar, terlindung dari akibat gelombang besar yang tingginya antara 7 sampai 10 meter. Dari tiga dusun kecil di dekat garis pantai, 120 orang telah diselamatkan, disaat mereka mengungsi ke mercusuar, tetapi 14orang meninggal dunia.
Gelombang Pasang
Gelombang pasang yang menghantam garis pantai Selat Sunda, bukanlah suatu gelombang tunggal tetapi suatu seri gelombang yang susul menyusul selama beberapa jam.
Gelombang pasang terbesar, dimana bersamaan dengan letusan gunung Krakatau mencapai intensitas maximum pada jam 10.00 pagi, tanggal 27 Agustus 1883.
Diperkirakan bahwa pada awal kejadian, air laut naik kira-kira setinggi 30-40 meter dengan waktu tempuh kira-kira 35 menit untuk mencapai Tanjung Layar, dan pergerakan tersebut mencapai kecepatan 600 km/jam melintas ke Lautan Hindia.
Akibat Gelombang Pasang
Lebih dari 36.000 orang binasa akibat letusan tersebut, sebagian besar diakibatkan oleh gelombang pasang yang menerjang sampai sekitar 10 km ke daratan. Kapal uap "Berouw" terdampar ke daratan sejauh 2,5 km.
Pengaruh terhadap Dunia
Akibat dari letusan Gunung Krakatau telah dicatat di seluruh dunia:
Suara letusan terdengar disepertigabelas permukaan bumi dari yang paling jauh di barat pada Kepulauan Mauritius (4.800 km) ke Australia Selatan (3.200 km).
Selama dua hari debu letusan jatuh di pantai Afrika Utara.
Gelombang pasang menerjang sepanjang 8.700 km, mencapai Port Elizabeth di Afrika Selatan.
Fluktuasi pasang tercatat di dalam Terusan Inggris sejauh 17.800 km.
Kenaikan tekanan atmosfer tercatat pada barometer sebesar 7 kali di seluruh dunia.
Debu di dalam atmosfer membuat kegelapan yang luar biasa di seluruh dunia.
Sejumlah besar batu terapung-apung di atas permukaan laut, dan masih terus ditemui pada tahun 1885.
Letusan Krakatau pada tahun 1883, walaupun lebih kecil dari letusan-letusan sebelumnya, menunjukan kejadian yang paling mencekam sepanjang sejarah.
Pengaruh di Ujung Kulon
Catatan harian Kapal "Bay of Naples" melaporkan:
"... pada jarak 120 mil dari Ujung Pertama Pulau Jawa (Tanjung Layar) selama gangguan letusan ... ditemukan bangkai-bangkai binatang termasuk bangkai-bangkai harimau ... di samping batang-batang kayu besar".
Sebagian besar hutan pantai dan rawa-rawa mangrove hancur. Walaupun demikian pertumbuhan kembali hutan Ujung Kulon sangat cepat dan menjadikan hutan yang lebat dan merupakan habitat yang ideal bagi badak bercula satu.
-----------------------
Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang
Gunung Karang
Salah satu kawasan wisata Gunung Karang merupakan kawasan yang memiliki 3 objek kunjungan wisata. Kenapa bersifat spiritual , karena salah satu objek wisata ini biasa di kunjungi dengan tujuan berziarah.
Kunjungan pertama disebut Sumur Tujuh.
Objek kunjungan kedua, Kolam Renang Cikoromoi yang dilengkapi tempat penziarahan Cibulakan. Objek penziarahan itu menjadi menarik diamati pengunjung, karena dikolam pemandiannya terdapat Batu Qur’an, batu berukuran besar terletak di dasar kolam dan bertuliskan huruf-huruf arab. Diperkirakan batu bertuliskan huruf arab itu sudah berusia lebih 5 abad.
Dan objek kunjungan yang ketiga disebut pemandian air panas Cisolong.
Dibandingkan dengan objek kunjugan kolam renang Cikoromoi, atau pemandian air panas Cisolong, objek kunjungan Batu Quran dan Sumur Tujuh lebih sering dikunjungi umat Islam pada hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad, 1 Muharam, menjelang Ramadhan, Idul Fitri atau Idul Adha. Ribuan umat Islam selalu mengunjungi kedua objek wisata spritual itu di setiap liburan, karena sejarah keberadaan objek wisata Sumur Tujuh dan Batu Qur’an, konon kabarnya, erat kaitannya dengan kegiatan keluarga Sultan Banten dalam penyebaran Islam di abad ke 15.
Lokasi pemandian Batu Quran terletak di kaki Gunung Karang, tepatnya di Desa Kadubumbang Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Lokasi pemandian memang sangat sederhana. Hanya ada sebuah kolam di situ. Tetapi, jika liburan panjang tiba, antrian orang berdatangan ke pemandian tersebut.
Pengunjung selalu dibuat takjub, karena menurut cerita kuncen, petugas penjaga pemandian Cibulakan, air kolam pemandian - yang tingginya hanya sekitar 1,5 meter dari dasar kolam - tak bisa kering sekalipun musim kemarau berlangsung panjang. Prof Dr Muarif Ambari dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional juga pernah mempelajari bagaimana mengeringkan kolam Cibulakan, kemudian Batu Quran yang ada diteliti asal muasalnya. Ternyata sulit. Pasalnya, air Cibulakan tak mudah kering kendati disedot pipa air bertekanan ratusan kubik perjam. Akibat itu para ahli sejarah kepurbakalaan yakin bahwa batu bertulisan huruf-huruf al-quran yang ada di batu-batu di dasar kolam Cibulakan, sengaja dibuat oleh pengikut Sultan Banten dalam rangka syiar Islam. Batu-batu itu telah dijadikan media pengikut Sultan untuk warga Banten tentang bagaimana menghormati air untuk diminum, bagaimana menghormati air untuk dijadikan wudhu, dan bagaimana menjadikan air sebagai modal kehidupan.
Batu-batu berhuruf arab itu, lebarnya hanya sekitar 2 meter. Di pinggiran batu tersebut, terdapat sejumlah mata air yang deras dan bening airnya. Di lokasi itulah pula, pengunjung sering berlama-lama berendam.
“Ada yang sangat yakin, jika berendam di sekitar batu quran tersebut, penyakit kulit yang ada ditubuh akan mudah disembuhkan. Ada juga yang yakin, sering berendam di kolam Cibulakan kulit akan menjadi lebih bersih karena air kolam Cibulakan mengandung unsur obat kimia yang bisa menghaluskan kulit. Ada juga yang yakin, air kolam Cibulakan bisa dijadikan media penyembuhan beragam bentuk penyakit dalam,” ujar Haji Achmad dari Warung Gunung Kabupaten Lebak yang mengaku sering mengajak santri-santri pesantrennya mengaji bersama di mushollah yang ada di pinggiran kolam Cibulakan.
Batu Quran yang ada di kolam Cibulakan merupakan peninggalan Ki Mansyur, seorang ulama terkenal di jaman kesultanan Banten abad ke-15.Ki Mansyur - yang juga disebut Maulana Mansyur oleh warga masyarakat Banten - memang salah seorang ulama pemberani, cerdas, piawai dalam memainkan alat-alat kesenian bernafaskan Islam. Di masa kejayaan Sultan Hasanudin, Ki Mansyur yang juga cakap dalam ilmu pertanian serta komunikasi diserahi tugas untuk menjaga kawasan Islam Banten Selatan dan berdomisili di Cikaduen.
Selama masa penugasannya, Ki Mansyur mewariskan banyak ilmunya kepada warga Banten Selatan. Salah satu ilmu kesenian bernafaskan Islam yang ditinggalkannya dan hingga kini masih lestari adalah seni Rampak Bedug, kesenian tradisional yang mulanya digunakan warga Pandeglang hanya di bulan Ramadhan untuk membangunkan warga makan sahur. Kesenian itu juga digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan massa menjelang Ki Mansyur menyampaikan pesan-pesan atau tugas kepada warga. Ki Mansyur juga mewariskan ilmu debus, kesenian yang inti sarinya bersumber dari Al-quran, untuk penyebaran Islam. Kini Ki Mansyur - bersama istrinya - bersemayan di Cikaduen.
Setiap libur, terutama sekali jika Maulid Nabi Muhammad tiba, puluhan bus ukuran besar dari berbagai kota parkir di lokasi wisata penziarahan makam Ki Mansyur di Cikaduen, Pandeglang.




Setelah mengunjungi makam Ki Mansyur, para wisatawan juga kerap menyempatkan diri berendam di kolam Cibulakan. Ketika pulang, pengunjung pun membawa oleh-oleh botol berisi air dari kolam Cibulakan. Dan kegiatan itu sepertinya sudah mejadi tradisi yang berlangsung lama. Hasilnya pun menakjubkan. Karena sangat yakin, air kolam pemandian batu quran bisa dijadikan obat, banyak pengunjung yang semula menderita penyakit kulit kini sembuh.

1 comment:

  1. Gabung Bersama kami di Betpulsa,net
    Situs Paling Terpercaya Betpulsa
    Menangkan Bonus Jutaan Rupiah Setiap Harinya
    Jaminan Kemenangan Bergaransi

    Games Yang Tersedia Antara Lain :
    * SPORTSBOOK
    * POKER
    * LIVE CASINO
    * IDN LIVE
    * BLACK JACK
    * SLOT ONLINE
    * SABUNG AYAM S128

    Promo di Betpulsa :
    * Min Depo 25 K
    * Min WD - 50 K
    * Bonus New Member 15%
    * Next Deposit 10%
    * Bonus Harian 5%
    Dan Masih Banyak Bonus Lainnya
    * Deposit Via Pulsa Tanpa Potongan Rate 100%
    * Deposit dan Withdraw 24 jam Non stop ( Kecuali Bank offline / gangguan )
    * Proses Deposit & Withdraw Tercepat
    * Livechat 24 Jam Online
    * Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi CS Kami

    ## Contact_us ##
    WHATSAPP : 0822 7636 3934

    ReplyDelete