Konon di masa lalu hiduplah seorang bernama Ki Ageng Jogorogo. Ia seorang petani yang karena kealiman dan kesantunannya, dia sangat dihormati oleh orang-orang yang berdiam di tepian sungai Bengawan Solo hingga ke daerah kaki gunung Lawu. Ki Ageng Jogorogo adalah putra dari Panembahan Pamekasan di Madiun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Purboyo, salah satu keturunan Sultan Patah pendiri Kasultanan Demak. Pada suatu hari saat Ki Ageng Jogorogo sedang menunggui para petani menggarap sawah di tepian sungai Bengawan Solo, sebuah kapal besar mendekat dan berhenti. Kapal tersebut adalah kapal milik kerajaan yang sedang mengantarkan sang raja untuk melihat-lihat kondisi wilayah. Sang raja tampak sangat berkenan dengan Ki Ageng Jogorogo yang dipujinya mampu menjadi pemimpin yang cakap. Karena itulah Sang Raja mengundang Ki Ageng Jogorogo untuk datang dan menemuinya di kerajaan ( disebutkan dalam cerita itu Mataram-Kartosura).
Sesuai dengan titah Sang Raja, Ki Ageng Jogorogo pun menghadap ke kerajaan dan diberikan harta dan seorang perempuan untuk diperistri. Perempuan itu adalah seorang garwa ampil (salah satu selir sang raja). Dimasa lalu tradisi semacam ini merupakan bentuk penghargaan Raja terhadap jasa-jasa seseorang. Perempuan tersebut saat diberikan sebagai garwa ampil sudah dalam keadaan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki beberapa bulan berikutnya. Sesuai pesan dari sang raja, Ki Ageng Jogorogo dengan sepenuh hati menjaga, merawat, dan mendidik anak tersebut bak keturunannya sendiri. Hingga pada saat remaja ia pun membawa sang anak ke kerajaan. Oleh sang raja, pemuda itu kemudian diberikan wilayah setingkat kadipaten yang berkedudukan di Gendingan, dengan bergelar (Kanjeng Raden Tumenggung Anom) KRTA Arya Kertonegoro.
Adipati Kertonegoro berusaha menjalankan pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Tetapi lantaran ketidakjelasan batas wilayah maka beliau sering terlibat konflik dengan VOC yang kala itu berkedudukan di Karisidenan Magetan. Perselisihan itu pun memuncak hingga timbul saling benci. Pada satu ketika VOC dan beberapa Adipati lain berkomplot untuk membunuh Adipati Kertonegoro. Mereka bersiasat untuk membunuh Sang Adipati dalam perundingan yang mereka gelar di Ngawi ( dalam versi lain disebutkan mengundang dalam pertunjukan tayub).
Adipati Kertonegoro yang dapat meloloskan diri dari percobaan pembunuhan, kemudian mengadakan perlawanan menggunakan kekuatan pasukan. Beberapa kali VOC dan pasukannya yang mencoba memasuki Kadipaten Gendingan gagal, karena kegigihan Adipati Kertonegoro dalam mempertahankan wilayahnya. Namun dalam satu pertempuran di tepian sungai ( tempat ajang perang-sekarang dinamakan Kajangan), panglima yang juga merupakan patih legendaris Gendingan, Ronggolono tewas karena penghianatan.
Adipati Kertonegoro pun terpaksa menyingkir untuk menyusun kembali pasukannya yang tercerai-berai. Setelah dirasa cukup kuat, Adipati Kertonegoro balik menyerbu dan berhasil mengusir VOC dan kaki tangannya dari Kadipaten Gendingan. Tetapi saat melihat keadaan kadipaten yang telah porak poranda, Adipati Kertonegoro merasa tak akan sanggup lagi menjalankan roda pemerintahan. Beliaupun memutuskan untuk mengasingkan diri ke daerah Sine dan akhirnya menutup usia di sana
No comments:
Post a Comment