Apa itu Singo Barong? Menurut beberapa sumber, tokoh Singo Barong (singa raksasa) yang merupakan tokoh utama dalam kesenian barongan, merupakan visualisasi dari semangat para pejuang itu. Boleh jadi para pejuang terinspirasi oleh keberanian dan ideologi Gembong Amijoyo yang merupakan figur asli dari jelmaan Singo Barong. Lirik selanjutnya dari pantun kilat tersebut, barongan moto beling merupakan gambaran sepasang mata Singo Barong yang dibuat dari kelereng berukuran besar dan berbahan dasar kaca. Parikan ini ingin menyatakan bahwa semangat perjuangan anak bangsa tak mengenal kompromi dalam melawan penjajah Belanda. Hal ini semakin jelas apabila kita mendengar lirik selanjutnya ndhas pethak ditempiling. Menggambarkan semangat para seniman yang waktu itu ingin sekali menempeleng kepala para pejabat Belanda yang kebanyakan berkepala botak.
Barongan Blora sendiri dibawa dan dikembangkan oleh Samin Suro Sentiko setelah tinggal di Sumoroto, Ponorogo , tempat leluhurnya dimana nama Reyog di sumoroto saat itu lebih populer dikenal Barongan. dari segi bentuk saat itu juga kepala Reyog dengan mulut terbuka dengan mahkota merak yang besar, namun saat di Blora sangat sulit untuk mendapatkan bulu merak, sehingga di ganti dengan bahan ijuk yang di bentuk seperti dadak merak dan di selipkan beberapa bulu merak saja di ijuk sebagai rambut barongan blora.
Samin suro sentiko ke Sumoroto atas perintah ayahnya untuk menemui saudaranya disaat namanya masih Raden Kohar. selama di Sumoroto, Suro Sentiko berganti nama yang sebelumnya raden kohar atas saran saudaranya, serta mendapatkan berbagai pengetahuan seperti bertani, kebathinan, bela diri, barongan serta pemahaman masyarakat Sumoroto yang anti Belanda, terutama kalangan warok. Barongan dari Sumoroto dibawa ke Blora sebagai media menarik simapti rakyat Blora untuk hidup lebih mandiri dan menolak kesewenangan yang merugikan rakyat.
Dalam perkembangannya, propreti Barongan Blora selalu mengikuti propreti Barongan Ponorogo, dari busana, gerakan, dan sebagaian musik. seperti barongan yang di perankan oleh dua orang, kini hanya di lakukan satu orang saja serta kepala baronga yang botak di tengah. Pemerintah Blora mendeklarasikan Barongan Blora sabagai kesenian Khas Blora, meskipun di kota jawa tengah lainnya sendiri masih banyak terdapat group Barongan yang diperankan oleh dua orang, alias Reyog Tradisonal.
Tokoh
Singo Barong
Joko Lodro (kelana Sewandana)
Jathilan perempuan (dahulu diperankan oleh remaja laki-laki)
Bujang Ganong
Seorang Warok (pawang dengan cambuknya)
Budaya
Apalagi, beberapa budaya tradisi mensyaratkan keterlibatan kesenian barongan di dalamnya. Tradisi lamporan—ritual tolak bala misalnya, mengharuskan keterlibatan barongan. Bahkan, justru Singo Barong yang dianggap sebagai pengusir tolak bala. Tak mengherankan bila kesenian barongan sangat populer dan sangat lekat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Blora. Mereka beranggapan bahwa barongan telah berhasil mewakili sifat-sifat kerakyatan mereka, seperti spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, tegas, kekompakan, dan keberanian yang didasarkan pada kebenaran.
Barongan Blora sendiri dibawa dan dikembangkan oleh Samin Suro Sentiko setelah tinggal di Sumoroto, Ponorogo , tempat leluhurnya dimana nama Reyog di sumoroto saat itu lebih populer dikenal Barongan. dari segi bentuk saat itu juga kepala Reyog dengan mulut terbuka dengan mahkota merak yang besar, namun saat di Blora sangat sulit untuk mendapatkan bulu merak, sehingga di ganti dengan bahan ijuk yang di bentuk seperti dadak merak dan di selipkan beberapa bulu merak saja di ijuk sebagai rambut barongan blora.
Samin suro sentiko ke Sumoroto atas perintah ayahnya untuk menemui saudaranya disaat namanya masih Raden Kohar. selama di Sumoroto, Suro Sentiko berganti nama yang sebelumnya raden kohar atas saran saudaranya, serta mendapatkan berbagai pengetahuan seperti bertani, kebathinan, bela diri, barongan serta pemahaman masyarakat Sumoroto yang anti Belanda, terutama kalangan warok. Barongan dari Sumoroto dibawa ke Blora sebagai media menarik simapti rakyat Blora untuk hidup lebih mandiri dan menolak kesewenangan yang merugikan rakyat.
Dalam perkembangannya, propreti Barongan Blora selalu mengikuti propreti Barongan Ponorogo, dari busana, gerakan, dan sebagaian musik. seperti barongan yang di perankan oleh dua orang, kini hanya di lakukan satu orang saja serta kepala baronga yang botak di tengah. Pemerintah Blora mendeklarasikan Barongan Blora sabagai kesenian Khas Blora, meskipun di kota jawa tengah lainnya sendiri masih banyak terdapat group Barongan yang diperankan oleh dua orang, alias Reyog Tradisonal.
Tokoh
Singo Barong
Joko Lodro (kelana Sewandana)
Jathilan perempuan (dahulu diperankan oleh remaja laki-laki)
Bujang Ganong
Seorang Warok (pawang dengan cambuknya)
Budaya
Apalagi, beberapa budaya tradisi mensyaratkan keterlibatan kesenian barongan di dalamnya. Tradisi lamporan—ritual tolak bala misalnya, mengharuskan keterlibatan barongan. Bahkan, justru Singo Barong yang dianggap sebagai pengusir tolak bala. Tak mengherankan bila kesenian barongan sangat populer dan sangat lekat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Blora. Mereka beranggapan bahwa barongan telah berhasil mewakili sifat-sifat kerakyatan mereka, seperti spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, tegas, kekompakan, dan keberanian yang didasarkan pada kebenaran.
kalau joko lodro itu siapa ya saya mau tau asal usulnya dari keluarganya juga,saya tertarik dengan barongan soalnya unik
ReplyDelete