Pranata mangsa - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Friday, 11 March 2016

Pranata mangsa


Pranata mangsa (bahasa Jawa:, pranåtåmångså, berarti "ketentuan musim") adalah semacam penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan. Pranata mangsa berbasis peredaran matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari) serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku-suku bangsa lainnya di Indonesia, seperti etnik Sunda dan etnik Bali (di Bali dikenal sebagai Kerta Masa). Beberapa tradisi Eropa mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani". sebagai keperluan penelitian dan menandai pada tahun sebuah mangsa menggunakan angka tahun yang dimulai sejak 560 SM diambil dari Kelahiran Sang Budha sebagai penghormatan bagi agama yang pernah berkembang luas di nusantara, sehingga pada tanggal 30 Januari 2015 M adalah 39 Kapitu 2575 Mangsa.
Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, ia bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani, umpamanya, menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan. Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.
Pranata mangsa dalam versi Kasunanan (sebagaimana dipertelakan pada bagian ini) berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu[3]. Setahun menurut penanggalan ini dibagi menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau atau ketigå (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari), musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng (baca [rəndhəŋ ], 95 hari) , dan pancaroba akhir musim hujan atau marèng (IPA:[marɛŋ], 86 hari) .
Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tumbuhan, situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris. Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim "kecil": terang ("langit cerah", 82 hari), semplah ("penderitaan", 99 hari) dengan mangsa kecil paceklik pada 23 hari pertama, udan ("musim hujan", 86 hari), dan pangarep-arep ("penuh harap", 98/99 hari) dengan mangsa kecil panèn pada 23 hari terakhir.
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi. Tabel berikut ini menunjukkan pembagian formal menurut versi Kasunanan. Perlu diingat bahwa tuntunan ini berlaku di saat penanaman padi sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam).
No. Mangsa Mangsa utama Rentang waktu Candra Penciri Tuntunan
(bagi petani)
1 Kasa
(Kartika) Ketiga - Terang 22 Juni – 1 Ags
(41 hari) Sesotya murcå ing embanan ("Intan jatuh dari wadahnya" > daun-daun berjatuhan) Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah Saatnya membakar jerami; mulai menanam palawija
2 Karo
(Pusa) Ketiga - Paceklik 2 Ags – 24 Ags
(23 hari) Bantålå rengkå ("bumi merekah") Tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga
3 Katelu
(Manggasri) Ketiga - Semplah 25 Ags – 18 Sept
(24 hari) Sutå manut ing båpå ("anak menurut bapaknya") Tanaman merambat menaiki lanjaran, rebung bambu bermunculan Palawija mulai dipanen
4 Kapat
(Sitra) Labuh - Semplah 19 Sept – 13 Okt
(25 hari) Waspå kumembeng jroning kalbu ("Air mata menggenang dalam kalbu" > mata air mulai menggenang) Mata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelur Panen palawija; saat menggarap lahan untuk padi gaga
5 Kalima(Manggakala) Labuh - Semplah 14 Okt – 9 Nov
(27 hari) Pancuran mas sumawur ing jagad ("Pancuran emas menyirami dunia") Mulai ada hujan besar, pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas Selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga
6 Kanem
(Naya) Labuh - Udan 10 Nov – 22 Des
(43 hari) Råså mulyå kasuciyan Buah-buahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lainnya) mulai bermunculan, belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair Para petani menyebar benih padi di pembenihan
7 Kapitu
(Palguna) Rendheng - Udan 23 Des – 3 Feb
(43 hari) Wiså kéntir ing marutå ("Racun hanyut bersama angin" > banyak penyakit) Banyak hujan, banyak sungai yang banjir Saat memindahkan bibit padi ke sawah
8 Kawolu
(Wisaka) Rendheng - Pangarep-arep 4 Feb – 28/29 Feb
(26/27 hari) Anjrah jroning kayun ("Keluarnya isi hati" > musim kucing kawin) Musim kucing kawin; padi menghijau; uret mulai bermunculan di permukaan
9 Kasanga
(Jita) Rendheng - Pangarep-arep 1 Mar – 25 Mar
(25 hari) Wedharing wacånå mulyå ("Munculnya suara-suara mulia" > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis) Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran
10 Kasepuluh
(Srawana) Marèng - Pangarep-arep 26 Mar – 18 Apr
(24 hari) Gedhong mineb jroning kalbu ("Gedung terperangkap dalam kalbu" > Masanya banyak hewan bunting) Padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya
11 Desta
(Padrawana) Marèng - Panèn 19 Apr – 11 Mei
(23 hari) Sesotyå sinåråwèdi ("Intan yang bersinar mulia") Burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekah Saat panen raya génjah (panen untuk tanaman berumur pendek)
12 Sada
(Asuji) Marèng - Terang 12 Mei – 21 Juni
(41 hari) Tirtå sah saking sasånå ("Air meninggalkan rumahnya" > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering) Suhu menurun dan terasa dingin (bediding) Saatnya menanam palawija: kedelai, nila, kapas, dan saatnya menggarap tegalan untuk menanam jagung
Sejarah dan antropologi
Praktik pertanian sebelum 1960-an di Jawa masih tergantung pada kebaikan alam dan "Dewi Sri".
Bentuk formal pranata mangsa diperkenalkan pada masa Sunan Pakubuwana VII (raja Surakarta) dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu. Perlu disadari bahwa penanaman padi pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo. Selain itu, pranata mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan cuaca belum dikenal. Pranata mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut hingga kini masih diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan pengamatan terhadap gejala-gejala alam.

No comments:

Post a Comment