Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 1582, tepatnya pada hari Jum`at Kliwon tanggal 6 April 1582 Masehi, atau bertepatan tanggal 12 Robiul Awwal 990 Hijriyah. Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor 2 tahun 1990.
Keberadaan sejarah Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya yaitu Raden Joko Kahiman yang kemudian menjadi Bupati yang pertama dikenal dengan julukan atau gelar ADIPATI MARAPAT (ADIPATI MRAPAT).
Keberadaan sejarah Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya yaitu Raden Joko Kahiman yang kemudian menjadi Bupati yang pertama dikenal dengan julukan atau gelar ADIPATI MARAPAT (ADIPATI MRAPAT).
Riwayat singkatnya diawali dari jaman Pemerintahan Kesultanan PAJANG, di bawah Raja Sultan Hadiwijaya.
Raden Djoko Kahiman (Adipati Marapat).
Riwayat Djoko Kahiman atau Raden Djoko Semangoen adalah putra Raden Harjo Banjaksosro Adipati Pasir Luhur yang sejak kecil diasuh dan diambil anak angkat oleh Kjai dan Njai Mranggi Semoe di Kejawar. Kjai Mranggi sebenarnya namanya adalah Kjai Sambarta dan Njai Mranggi adalah Njai Ngaisah.
Setelah Raden Djoko Kahiman dewasa lalu mengabdikan dirinya pada Kjai adipati Wirasaba yang bernama Adipati Wargo Oetomo I dan akhirnya Raden Djoko Kahiman menjadi menantu Wargo Oetomo I, dinikahkan dengan putri sulungnya yang bernama Rara Kartimah.
Setelah Raden Djoko Kahiman dewasa lalu mengabdikan dirinya pada Kjai adipati Wirasaba yang bernama Adipati Wargo Oetomo I dan akhirnya Raden Djoko Kahiman menjadi menantu Wargo Oetomo I, dinikahkan dengan putri sulungnya yang bernama Rara Kartimah.
Suatu ketika Adipati Wirasaba mendapat titah Sultan agar mempersembahkan salah seorang putrinya untuk dijadikan garwa ampean. Oleh Sang Adipati dipersembahkan putri bungsunya yang bernama Rara Soekartijah, yang pada masa kecilnya pernah dijodohkan
dengan putra saudaranya yaitu Ki Ageng Tojareka, namun setelah dewasa Rara Soekartijah menolak untuk berumah tangga dan bercerai sebelum berkumpul.
dengan putra saudaranya yaitu Ki Ageng Tojareka, namun setelah dewasa Rara Soekartijah menolak untuk berumah tangga dan bercerai sebelum berkumpul.
Sakit hati Ki Ageng Tojareka kemudian membuat fitnah yang menyebabkan murka Sultan Pajang dan menyuruh Gandek supaya membunuh Adipati Wirasaba dalam perjalanan pulang tanpa penelitian terlebih dahulu. Tetapi sesudah diteliti menyesallah Sultan Pajang, kemudian menyuruh Gandek untuk menyusul Gandek terdahulu supaya membatalkan rencana membunuh Adipati Wargo Oetomo I, namun sudah terlambat. Tempat terjadinya di Desa Bener, maka Adipati Wargo Oetomo I juga terkenal dengan sebutan Adipati Sedo Bener, sedangkan makam beliau di pasarehan Pakiringan, sebelah timur kota Banyumas, sekarang masuk wilayah Purworejo Klampok.
Penyesalan Sultan Pajang kemudian menitahkan memanggil putra Adipati Wirasaba supaya menghadap ke Kesultanan Pajang, namun semua putra Wargo Oetomo I tidak ada yang berani menghadap, akhirnya dengan jiwa heroik dan patriotis karena anggapannya akan dibunuh juga, berangkatlah Raden Djoko Kahiman menghadap Sultan Pajang. Di luar dugaan Raden Djoko Kahiman malah diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII dengan gelar Adipati Wargo Oetomo II untuk menggantikan Adipati Wargo Oetomo I yang telah wafat karena kesalahpahaman. Sultan Pajang memberikan segala kebijaksanaan Kadipaten Wirasaba kepada Wargo Oetomo II.
Dengan kebesaran jiwanya Adipati Wargo Oetomo II tidak ingin mementingkan dirinya sendiri (mukti sendiri), karena beliau adalah anak
mantu, maka mohon restu agar diperkenankan untuk membagi daerah
kekuasaan Wirasaba menjadi 4 daerah.
Penyesalan Sultan Pajang kemudian menitahkan memanggil putra Adipati Wirasaba supaya menghadap ke Kesultanan Pajang, namun semua putra Wargo Oetomo I tidak ada yang berani menghadap, akhirnya dengan jiwa heroik dan patriotis karena anggapannya akan dibunuh juga, berangkatlah Raden Djoko Kahiman menghadap Sultan Pajang. Di luar dugaan Raden Djoko Kahiman malah diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII dengan gelar Adipati Wargo Oetomo II untuk menggantikan Adipati Wargo Oetomo I yang telah wafat karena kesalahpahaman. Sultan Pajang memberikan segala kebijaksanaan Kadipaten Wirasaba kepada Wargo Oetomo II.
Dengan kebesaran jiwanya Adipati Wargo Oetomo II tidak ingin mementingkan dirinya sendiri (mukti sendiri), karena beliau adalah anak
mantu, maka mohon restu agar diperkenankan untuk membagi daerah
kekuasaan Wirasaba menjadi 4 daerah.
Menurut penelitian dan hasil seminar, hari, tanggal, bulan, tahun diangkatnya Raden Djoko Kahiman menjadi Adipati Wirasaba VII yang bergelar Adipati Wargo Oetomo II adalah : Jumat Kliwon, tanggal 12
Rabiul awal 990 H bertepatan dengan tanggal 6 April 1582 M.
Rabiul awal 990 H bertepatan dengan tanggal 6 April 1582 M.
Kemudian sekembalinya dari Kasultanan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Sultan, bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian diberikan kepada iparnya.
1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda.
2. Wilayah Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma.
3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya.
4. Wilayah Kejawar dikuasai sendiri dan kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli dibangun pusat pemerintahan dan diberi nama Kabupaten Banyumas.
1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda.
2. Wilayah Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma.
3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya.
4. Wilayah Kejawar dikuasai sendiri dan kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli dibangun pusat pemerintahan dan diberi nama Kabupaten Banyumas.
Karena kebijaksanaannya membagi wilayah Kadipaten menjadi empat untuk para iparnya maka dijuluki Adipati Marapat.
Siapakah Raden Joko Kahiman itu ?
R. Joko Kahiman adalah putra R. Banyaksasro dengan ibu dari Pasir Luhur. R. Banyaksosro adalah putra R. Baribin seorang pangeran Majapahit yang karena suatu kesalahan maka menghindar ke Pajajaran yang akhirnya dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas putri Raja Pajajaran. Sedangkan Nyi Banyaksosro ibu R. Joko Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur semenjak kecil R. Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Sambarta dengan Nyai Ngaisah yaitu putrid R. Baribin yang bungsu.
Sejak kecil diasuh dan diambil anak angkat oleh Kjai dan Njai Mranggi Semoe di Kejawar. Kjai Mranggi sebenarnya namanya adalah Kjai Sambarta dan Njai Mranggi adalah Njai Ngaisah.
Setelah Raden Djoko Kahiman dewasa lalu mengabdikan dirinya pada Kjai adipati Wirasaba yang bernama Adipati Wargo Oetomo I dan akhirnya Raden Djoko Kahiman menjadi menantu Wargo Oetomo I, dinikahkan dengan putri sulungnya yang bernama Rara Kartimah.
Setelah Raden Djoko Kahiman dewasa lalu mengabdikan dirinya pada Kjai adipati Wirasaba yang bernama Adipati Wargo Oetomo I dan akhirnya Raden Djoko Kahiman menjadi menantu Wargo Oetomo I, dinikahkan dengan putri sulungnya yang bernama Rara Kartimah.
Dari sejarah terungkap bahwa R. Joko Kahiman adalah merupakan SATRIA yang sangat luhur untuk bisa diteladani oleh segenap warga Kabupaten Banyumas khususnya karena mencerminkan :
a. Sifat altruistis yaitu tidak mementingkan dirinya sendiri.
b. Merupakan pejuang pembangunan yang tangguh, tanggap dan tanggon.
c. Pembangkit jiwa persatuan kesatuan (Majapahit, Galuh Pakuan, Pajajaran) menjadi satu darah dan memberikan kesejahteraan ke kepada semua saudaranya.
b. Merupakan pejuang pembangunan yang tangguh, tanggap dan tanggon.
c. Pembangkit jiwa persatuan kesatuan (Majapahit, Galuh Pakuan, Pajajaran) menjadi satu darah dan memberikan kesejahteraan ke kepada semua saudaranya.
Dengan demikian tidak salah apabila MOTO DAN ETOS KERJA UNTUK Kabupaten Banyumas SATRIA.
Candra atau surya sengkala untuk hari jadi Kabupaten Banyumas adalah "BEKTINING MANGGALA TUMATANING PRAJA" artinya tahun 1582.
Bila diartikan dengan kalimat adalah "KEBAKTIAN DALAM UJUD KERJA SESEORANG PIMPINAN / MANGGALA MENGHASILKAN AKAN TERTATANYA ATAU TERBANGUNNYA SUATU PEMERINTAHAN".
Bila diartikan dengan kalimat adalah "KEBAKTIAN DALAM UJUD KERJA SESEORANG PIMPINAN / MANGGALA MENGHASILKAN AKAN TERTATANYA ATAU TERBANGUNNYA SUATU PEMERINTAHAN".
PARA ADIPATI DAN BUPATI SEMENJAK BERDIRINYA
KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 1582
1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II (1582-1583)
2. R. Ngabei Mertasura (1583-1600)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1601 -1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 - 1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid, R.T. Yudanegara I) Tahun 1650 - 1705
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa) Tahun 1707 -1743.
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) kemudian diangkat menjadi Patih Sultan Yogyakarta bergelar Danureja I.
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 - 1780)
11. R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 - 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830) Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T. Martadireja)
14. R.T. Martadireja II (1830 -1832) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang).
15. R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 - 1933)
19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 - 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 - 01 - 1957 / 15 - 12 - 1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 - 12 - 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 - 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 - 2008)
30. Drs. H. Mardjoko, M.M. (2008 - 2013)
31.Ir. H. Achmad Husein (2013 - "Sekarang" )
2. R. Ngabei Mertasura (1583-1600)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1601 -1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 - 1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid, R.T. Yudanegara I) Tahun 1650 - 1705
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa) Tahun 1707 -1743.
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) kemudian diangkat menjadi Patih Sultan Yogyakarta bergelar Danureja I.
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 - 1780)
11. R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 - 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830) Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T. Martadireja)
14. R.T. Martadireja II (1830 -1832) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang).
15. R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 - 1933)
19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 - 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 - 01 - 1957 / 15 - 12 - 1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 - 12 - 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 - 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 - 2008)
30. Drs. H. Mardjoko, M.M. (2008 - 2013)
31.Ir. H. Achmad Husein (2013 - "Sekarang" )
Asal usul Nama Banyumas ada beberapa versi, salah satunya adalah sbb :
Mana yang benar wallahualam bishshawab... semua hanya untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita saja..
Mana yang benar wallahualam bishshawab... semua hanya untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita saja..
POHON TEMBAGA dan ASAL MULA BANYUMAS
Sepintas lalu pohon ini tampak seperti pohon biasa, namun demikian bila anda cermati lebih dekat secara langsung pohon ini mempunyai warna yang khas coklat kekuningan layaknya logam tembaga.
Pohon ini merupakan “prasasti” hidup sejarah Banyumas, karena menurut babad dan cerita sejarah Banyumas dari sini titik tonggak sejarah dimulainya / dibangunnya Kabupaten Banyumas . Pohon ini terletak di daerah yang pertama kali dibangun sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas di hutan Mangli daerah Kejawar dan sekarang terletak di Desa Kalisube
Grumbul Mangli, Kecamatan Banyumas.
Grumbul Mangli, Kecamatan Banyumas.
Tempat awal pemerintahan dan nama Banyumas.
Menurut penelitian, maka hutan Mangli daerah Kejawar sebagai tempat pertama dibangunnya pusat pemerintahan Adipati Wargo Oetomo II (Djoko Kahiman / Adipati Mrapat) setelah meninggalkan Wirasaba.
Menurut riwayat yang juga dipercayai masyarakat, beliau menerima wisik
supaya pergi ke suatu tempat tumbuhnya pohon Tembaga. Di hutan Mangli inilah diketemukan pohon Tembaga yang dimaksud ; yaitu di sebelah Timur pertemuan sungai Pasinggangan dan sungai Banyumas. Kemudian mulailah dibangun tempat tersebut sebagai pusat pemerintahan dengan dibiayai oleh Kjai Mranggi Semu di Kejawar.
Menurut riwayat yang juga dipercayai masyarakat, beliau menerima wisik
supaya pergi ke suatu tempat tumbuhnya pohon Tembaga. Di hutan Mangli inilah diketemukan pohon Tembaga yang dimaksud ; yaitu di sebelah Timur pertemuan sungai Pasinggangan dan sungai Banyumas. Kemudian mulailah dibangun tempat tersebut sebagai pusat pemerintahan dengan dibiayai oleh Kjai Mranggi Semu di Kejawar.
Ketika sedang sibuk-sibuknya membangun pusat pemerintahan itu, kebetulan
pada waktu itu ada sebatang kayu besar hanyut di sungai Serayu. Pohon tersebut namanya pohon Kayu Mas yang setelah diteliti berasal dari Desa Karangjambu (Kecamatan Kejobong, Bukateja, Kabupaten Purbalinga), sekarang sebelah timur Wirasaba. Anehnya kayu tersebut terhenti di sungai Serayu dekat lokasi pembangunan pusat pemerintahan. Adipati Marapat tersentuh hatinya melihat kejadian tersebut, kemudian berkenan untuk mengambil Kayu Mas tersebut untuk dijadikan Saka Guru. Karena kayu itu namanya Kayu Mas dan hanyut terbawa air (banyu), maka pusat emerintahan yang dibangun ini kemudian diberi nama Banyumas (perpaduan antara air (banyu) dan Kayu Mas))
pada waktu itu ada sebatang kayu besar hanyut di sungai Serayu. Pohon tersebut namanya pohon Kayu Mas yang setelah diteliti berasal dari Desa Karangjambu (Kecamatan Kejobong, Bukateja, Kabupaten Purbalinga), sekarang sebelah timur Wirasaba. Anehnya kayu tersebut terhenti di sungai Serayu dekat lokasi pembangunan pusat pemerintahan. Adipati Marapat tersentuh hatinya melihat kejadian tersebut, kemudian berkenan untuk mengambil Kayu Mas tersebut untuk dijadikan Saka Guru. Karena kayu itu namanya Kayu Mas dan hanyut terbawa air (banyu), maka pusat emerintahan yang dibangun ini kemudian diberi nama Banyumas (perpaduan antara air (banyu) dan Kayu Mas))
Versi Dongeng Banyumas..
Ada berbagai dongeng rakyat yang menandai kisah awal mula pembukaan hutan untuk perkampungan Jawa bernama ‘Selarong’. Satu saat, kampung yang masih dikelilingi rimba raya itu menderita kekeringan yang amat sangat. Hari demi hari, penderitaan warga bertambah dengan semakin langkanya persediaan air untuk menyambung kehidupan. Harga setetes air nilainya sama tinggi dengan emas.
Sampai tibalah di kampung itu seorang pengemis hina dina yang tak dihiraukan oleh masyarakat. Namun sang pengemis pergi ke jalan desa dan menancapkan tongkatnya. Ketika tongkatnya dicabut dari tanah, muncullah mata air yang menghasilkan air berlimpah. Mendapat sukacita yang teramat besar, warga berteriak-teriak, menyebut telah mendapatkan Banyu (air) seperti mendapatkan Mas (emas). Teriakan ‘Banyu’ dan ‘Mas’ yang bersambung dari mulut ke mulut itulah yang lantas mengubah nama selarong menjadi nama Jawa, Banyumas.
Kampung mulai dipadati penduduk baru dan lantas berubah menjadi pusat keramaian. Memasuki abad pemerintahan kerajaan, intrik politik kekuasaan kerajaan Jawa melatari berkembangnya Banyumas menjadi sebuah wilayah kabupaten (distrik). Raja terakhir Kerajaan Majapahit, Sri Prabu Brawidjaja V merasa takut kekuasaannya berpindah tangan kepada adiknya, Raden Harjo Baribin yang alim dan dicintai rakyatnya. Seorang patih kerajaan lantas diperintahkan untuk mengakhiri hidup Raden Harjo Baribin.
Memperoleh informasi hendak dibunuh, R Harjo Baribin mengungsi dan lantas menjadi petapa di wilayah kerajaan Pakuhan Parahyangan. Sri Prabu Linggawastu yang memimpin kerajaan Pakuhan Parahyangan, tertarik untuk melanjutkan keturunan darah biru R Harjo Baribin. Adik Sri Prabu, Dewi Retna Pamekas dinikahkan dengan R Harjo Baribin dan memiliki empat orang keturunan. Satu diantaranya, Raden Banyaksosro yang mati muda, dan meninggalkan bayi bernama Raden Djaka Kaiman.
Bayi itu dititipkan ke ahli pembuat keris Kiai Ageng Mranggi, dan hidup sebagai rakyat biasa tanpa memiliki hak layaknya putra berdarah biru. Saat dewasa, dia mengabdi menjadi pengurus kuda di kediaman Adipati Wirasaba dibawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Pemimpinnya, Raden Adipati Wargohutomo mengetahu status darah biru si jabang bayi dan lantas menikahkan dengan putri sulungnya, Rara Kartimah. Karena fitnah politik, pemimpin Kerajaan Padjang, Sultan Hadiwijaya membunuh Raden Adipati Wargohutomo.
Pada abad XV, Raden Djoko Kaiman diangkat Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang sebagai pemimpin daerah Wirasaba bergelar Kiai Adipati Wargohutomo II. Ini sekaligus untuk meminta maaf atas kekeliruannya membunuh Adipati. Tak ingin menguasai wilayah sendirian, pada tahun 1582, R Djoko Kaiman ia membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian. Salah satu wilayah, dia pimpin sendiri dengan pusat di Hutan Mangli, Desa Kejawar yang lantas menjadi cikal-bakal Kabupaten Banyumas.
Versi lain Lagi Asal Mula Nama Banyumas
Menurut cerita, pada zaman dahulu sebelum ada nama banyumas, kota banyumas disebut orang “SELARONG”. Suatu ketika kota selarong kedatangan seorang tamu yang mengendarai kuda. Selama di kota selarong orang tersebut menjadi perhatian penduduk karena tingkah lakunya yang aneh, sehingga meresahkan masyarakat. Karena itu penguasa praja setempat segera mengamankan dan memasukkan orang asing itu kerumah tahanan.
Suatu ketika kota selarong dilanda kemarau panjang. Sumur penduduk banyak yang kering. Bahkan kali serayu juga airnya semakin surut. Untuk mendapatkan air orang harus bersusah payah membuat belik, yaitu menggali tanah di tepi kali. Itupun harus bergantian. Seacara kebetulan saat orang asing tadi dipenjarakan nampak awan hitam di langit bergumpal-gumpal menyelimuti kota selarong. Tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Bukan main gembiranya penduduk kota selarong bagaikan mendapat emas. Karena gembiranya mereka berteriak-teriak “BANYU,BANYU,BANYU”. Dan yang lain mengatakan “EMAS,EMAS,EMAS”. Perkataan itu diucapkan secara serempak sehingga lama-kelamaan ucapan mereka terdengar BANYU-EMAS,BANYU-EMAS. Sejak saat itu orang lebih serring memnyebut kota itu Banyumas. Banyumas artinya air bagaikan emas.
Melihat keadaan masyarakat sudah tenang penguasa segera membebaskan orang itu dari tahanan. Orang asing tersebut berjalan ke barat menuju bukit di dukuh dawuhan. Di sana ia berguru kepada seorang sakti yang konon bernama Embah Galagamba. Iapun lama tinggal di padepokan dawuhan hingga akhir hayatnya. Di komplek pesarean dawuhan banyumas terdapat dua buah makam yang konon makam embah galagamba dan muridnya tadi.
( dan masih ada beberapa versi lagi asal mula Banyumas, yang tidak saya postingkan disini berhubung keterbatasan space.......)
Asal Mula Wong Banyumas
( ini juga bukan fakta yang terbantahkan, semuanya masih bisa diklarifikasi dan diperbaiki, hanya untuk menambah wawasan saja )
Sejarah asal mula wong Banyumasan alias asal mula orang Banyumas yang merupakan hasil rangkuman penulusuran di internet.
Untuk sharing kali ini selanjutnya Banyumas akan disebut Banyumasan, istilah ini untuk menggambarkan tentang orang dengan karakteristik “Banyumasan” artinya bukan hanya orang yang bermukim di wilayah Kabupaten Banyumas saja karena Budaya Banyumasan itu meliputi daerah di luar Kabupaten Banyumas.
Berdasarkan sejarah yang dihimpun dari sumber-sumber, terutama yang inyong ambil sebagai sumber adalah dari wikipedia Basa Banyumasan yang membeberkan sejarah Banyumasan yang dalam versi aslinya ditulis dalam bahasa Banyumasan dan Wikipedia Bahasa Indonesia , kurang lebih ceritanya begini ….
Berdasarkan sumber tersebut dikatakan bahwa nenek moyang orang Banyumasan berasal dari daerah Kutai Kalimantan timur sebelum periode Kerajaan Kutai Hindu, alias masih zaman pra Hindu.
Berdasarkan catatan Van der Meulen Kemudian pendatang-pendatang tersebut masuk ke tanah Jawa jauh sebelum abad ke 3 Masehi mendarat di Cirebon, kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di sekitar Gunung Cermai dan sebagian lagi melanjutkan perjalanan dan menetap di sekitar Gunung Slamet dan Lembah Sungai Serayu.
Pendatang yang menetap di sekitar Gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban sunda sedangkan pendatang yang menetap di sekitar Gunung Slamet kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba.
Kerajaan Galuh Purba yang didirikan di Gunung Slamet ini disebut-sebut merupakan kerajaan yang pertama di Jawa Tengah dan keturunannya bakal menjadi penguasa dari kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa.
Kerajaan Galuh Purba didirikan pada sekitar abad Ke-1 M di Gunung Slamet berkembang sampai dengan abad ke-6 M dengan kerajaan-kerajaan kecil dengan nama Galuh didepannya. Antara lain kerajaan :
Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan
Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan
Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan
Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo
Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di Medangkamulyan
Kerajaan Galuh Pataka lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka
Kerajaan Galuh Nagara Tengah lokasi di Cineam,ibukota di Bojonglopang
Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara
Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan
Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan
Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan
Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo
Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di Medangkamulyan
Kerajaan Galuh Pataka lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka
Kerajaan Galuh Nagara Tengah lokasi di Cineam,ibukota di Bojonglopang
Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara
Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan
Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen ,Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.
Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun kalah pamor dynasti Syilendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang, kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.
Pada saat itu di wilayah timur berkembang Kerajaan Kalingga yang konon merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Kalingga sebuah Kerajaan di wilayah Galuh Purba.
Sedangkan di wilayah barat berkembang Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Salakanegara.
Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman kerajaan bawahan Tarumanegara mendapatkan kekuasaannya kembali termasuk Galuh Kawali. Pada masa Tarumanegara Pemerintahan Raja Tarusbawa, Wretikandayun Raja Galuh Kawali memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkawinan antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.
Wilayah Kerajaan Galuh Purba sebelum pindah ke Kawali mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen ,Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.
Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E.M. Uhlenbeck, 1964, dalam bukunya : “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi :Sub Dialek Banten Lor
Sub Dialek Cirebon/Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas,
Sub Dialek Bumiayu (peralihan Tegalan karo Banyumas), Kelompok dialek ini biasa disebut Bahasa Jawa Ngapak-ngapak atau Bahasa Banyumasan.
Sub Dialek Cirebon/Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas,
Sub Dialek Bumiayu (peralihan Tegalan karo Banyumas), Kelompok dialek ini biasa disebut Bahasa Jawa Ngapak-ngapak atau Bahasa Banyumasan.
Bila kita lihat dari sejarah tersebut, diperoleh informasi bahwa perkembangan peradaban Banyumasan sudah berkembang sedemikian jauh sebelum masa-masa Kerajaan Majapahit. Artinya peradaban budaya dan bahasa Banyumasan sudah sangat tua jauh sebelum Kerajaan Mataram Islam yang kemudian terpecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta.
Istilah Banyumas sendiri itu muncul jauh setelah Kerajaan Galuh Purba yaitu pada saat R. Jaka Kaiman membangun Pusat Kadipaten di Hutan Mangli Kejawar tepatnya pada masa akhir Kerajaan Pajang sebelum muncul Kerajaan Mataram Islam. Silahkan baca Pohon Tembaga dan Awal Mula Banyumas.
Pada zaman Kesultanan Demak (1478 – 1546), wilayah Banyumasan terdiri dari beberapa Kadipaten, diantaranya Kadipaten Pasirluhur dengan Adipatinya Banyak Belanak, juga Kadipaten Wirasaba dengan Adipatinya Wargo Utomo I. Luasnya kekuasaan Kesultanan Demak membuat Sultan Trenggono (Sultan Demak ke III) merasa perlu memiliki angkatan perang yang kuat, untuk itu wilayah-wilayah Kesultanan Demak pun dibagi-bagi secara militer menjadi beberapa daerah komando militer. Untuk wilayah Barat, Sultan Trenggono mengangkat Adipati Banyak Belanak sebagai Panglima Komando Wilayah Pertahanan Barat dengan cakupan wilayah meliputi Kerawang sampai gunung Sumbing (Wonosobo). Sebagai salah seorang Panglima Perang Kesultanan Demak, Adipati Pasirluhur dianugrahi gelar Pangeran Senopati Mangkubumi I sedangkan adiknya yang bernama Wirakencana diangkat menjadi Patih.
Setelah Sultan Trenggono wafat, Kesultanan Demak terpecah menjadi 3 bagian, salah satunya adalah Pajang yang diperintah oleh Joko Tingkir dan bergelar Sultan Adiwijaya (1546 – 1587). Pada masa ini, sebagian besar wilayah Banyumasan termasuk dalam kekuasaan Pajang.
Mengikuti kebijakan pendahulunya, Sultan Adiwijaya juga mengangkat Adipati Pasirluhur yang saat itu dijabat Wirakencana, menjadi Senopati Pajang dengan gelar Pangeran Mangkubumi II. Sementara itu Adipati Kadipaten Wirasaba, Wargo Utomo I wafat dan salah seorang putranya ( putra menantu ) bernama R. Joko Kaiman diangkat oleh Sultan Adiwijaya menjadi Adipati Wirasaba dengan gelar Wargo Utomo II, beliau menjadi Adipati Wirasaba ke VII.
Menjelang berakhirnya kejayaan kerajaan Pajang dan mulai berdirinya kerajaan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kekuasaan Kadipaten Wirasaba ke saudara-saudaranya, sementara beliau sendiri memilih membentuk Kadipaten baru dengan nama Kadipaten Banyumas dan beliau menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.
Selanjutnya, Kadipaten Banyumas inilah yang berkembang pesat, telebih setelah pusat Kadipatennya dipindahkan ke Sudagaran – Banyumas, pengaruh kekuasaannya menyebabkan Kadipaten-Kadipaten lainnya semakin mengecil. Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Mataram, Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan pun tunduk pada kekuasaan Mataram.
Kekuasaan Mataram atas Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tidak secara otomatis memasukkan wilayah Banyumasan ke dalam “lingkar dalam” kekuasaan Mataram sehingga Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tersebut masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram pun menyebut wilayah Banyumasan sebagai wilayah Mancanegara Kulon.
Sebelum Belanda masuk, wilayah Banyumasan disebut sebagai daerah Mancanegara Kulon dengan rentang wilayah meliputi antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap). Disebut Mancanegara Kulon karena pusat pemerintahan waktu itu memang berada di wilayah Surakarta atau wilayah wetan.
Terhitung sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon ini secara politis masuk di bawah kontrol pemerintah kolonial Belanda, itulah awal penjajahan Belanda, sekaligus akhir dari pendudukan kerajaan Mataram atas bumi Banyumasan. Selanjutnya para Adipati di wilayah Banyumasan pun tidak lagi tunduk pada Raja Mataram, mereka selanjutnya dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dan dipilih dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir.
Pemerintahan di wilayah Banyumasan diatur berdasarkan Konstitusi Nederland yang pada pasal 62 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintahan umum di Hindia Belanda (Indonesia) dilakukan oleh Gubernur Jenderal atas nama kerajaan Belanda. Gubernur Jenderal adalah kepala eksekutif yang berhak mengangkat serta memberhentikan para pejabat di Hindia Belanda, termasuk para Adipatinya. Saat itu yang menjadi Gubernur Jenderal adalah Johannes Graaf van den Bosch (16 Januari 1830 – 2 Juli 1833).
Upaya untuk mengontrol para Adipati ini sebenarnya agar Belanda mudah melakukan mobilisasi rakyat untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik Belanda yang lebih dikenal dengan tanam paksa. Persiapan pembentukan pemerintahan kolonial Belanda di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan bernama Hallewijn. Hallewijn tiba di wilayah Banyumasan pada 13 Juni 1830 dengan tugas utama mempersiapkan penyelenggaraan pemerintahan sipil di wilayah Banyumasan. Dia dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator juga Kapiten Tak sebagai komandan pasukan.
Tanggal 20 September 1830, Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock di Sokaraja, diantara isi laporan tersebut adalah tentang cakupan wilayah Banyumasan yang meliputi (dari timur) : Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur), termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Pada pertemuan di Sokaraja itulah akhirnya diresmikan berdirinya Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama.
Pada tanggal 18 Desember 1830 melalui Beslit Gubernur Jenderal J.G. van den Bosch, Karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal).
Untuk mengefektifkan jalannya pemerintahan, pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 22 Agustus 1831 membentuk 4 Regentschap (Kabupaten) di wilayah Karesidenan Banyumas yaitu, Kabupaten Banyumas, Ajibarang, Daiyoe-loehoer dan Prabalingga yang masing-masing dipimpin oleh seorang Bupati pribumi. Selain itu Residen de Sturler juga melakukan perubahan ejaan nama dan pembentukan struktur Afdeling yang berfungsi sebagai Asisten Residen di masing-masing Kabupaten.
Di antara yang mengalami perubahan nama adalah Prabalingga menjadi Poerbalingga, Daiyoe-Loehoer menjadi Dayoehloehoer dan Banjar menjadi Banjarnegara, selanjutnya wilayah Banjarnegara diperluas dengan memasukkan Distrik Karangkobar, statusnyapun ditingkatkan menjadi sebuah Kabupaten.
Pembentukan Afdeling meliputi, Kabupaten Dayoehloehoer dan Kabupaten Ajibarang menjadi satu Afdeling yaitu Afdeling Ajibarang dengan ibukota Ajibarang dan D.A. Varkevisser diangkat sebagai Asisten Residen di Ajibarang sekaligus sebagai ”pendamping” Bupati Ajibarang Mertadiredja II dan Bupati Dayoehloehoer R. Tmg. Prawiranegara. Tiga Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara masing-masing memiliki Afdeling sendiri-sendiri.
Wilayah Banyumasan merupakan sebuah wilayah yang meliputi 8 Kabupaten yaitu : Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas.
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Hal ini sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial. Penggunaan bahasa halus (kromo) pada dasarnya merupakan serapan akibat interaksi intensif dengan masyarakat Jawa lainnya (wetanan) dan ini merupakan kemampuan masyarakat Banyumasan dalam mengapresiasi budaya luar. Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh feodalisme memang terasa tetapi itu bukan merupakan karakter asli masyarakat Banyumasan. Selain egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau biasa disebut Cablaka / Blakasuta.
Demikian Saudara sedikit cerita tentang asal mula Wong Banyumasan cukup menarik bukan, dengan cerita di atas mudah-mudahan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Yang menjadi pertanyaan inyong yang cukup menggelitik adalah tentang sedikitnya informasi yang bisa kita dapatkan untuk mencari jejak sejarah Banyumasan terutama terkait Kerajaan Galuh Purba, ini tentunya merupakan tantangan bagi Sejarawan Banyumasan untuk menggali lebih dalam jati diri bangsa Banyumasan.
Sebagai penutup tulisan, karena inyong bukan ahli sejarah dan hanya “menggatuk-gatukan” dari sumber yang ada sekitanya ada yang salah mohon untuk diluruskan.. ehhh..mbok kayakuwe…Klilaan.. (diolah dari beberapa sumber, sumber utama Wikipedia Bahasa Indonesia dan Basa Banyumasan)
Asal Mula Nama Desa Buniayu
Legenda
Legenda
Penduduk Desa Buniayu memiliki banyak cerita rakyat yang turun-temurun. Misalnya adalah legenda Panembahan Perawan Sunti yang konon menyatakan bahwa di Desa Buniayu akan selalu ada pemuda ataupun pemudi yang tidak menikah dalam satu masa.
Kata Buniayu berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu "Ibune" (Ibunya) dan "Ayu" (cantik), sehingga secara utuh diterjemahkan sebagai Ibunya Cantik. Sebutan ini awalnya digunakan untuk menyebut seorang wanita pemimpin desa di masa awal yang rela untuk tidak menikah demi memimpin desanya. Ibu ini kemudian disebut Perawan Sunti atau Perawan Suci karena tidak menikah hingga akhir hayatnya dan tetap mempertahankan kesuciannya.
Konon, Ibu Sunti adalah putri dari Mbah Buyut Lekor, yaitu orang yang pertama kali membabat alas (membuka hutan) untuk membangun Desa Buniayu. Ia dikisahkan memimpin desa dengan sangat bijaksana, tetapi tegas dalam bersikap, bahkan rela mengorbankan kehidupannya demi warga desanya. Dalam kisah turun-menurun, Ibu Sunti dikatakan berkeliling desa dengan mengendarai kuda untuk menyambangi warganya.
Makam Ibu Sunti berada di Grumbul Sigandu, sisi sebelah barat jalan. Sedangkan makam Mbah Buyut Lekor berada di sisi timur Kali Ijo. Makam Ibu Sunti disebut "Panembahan Perawan Sunti" dan Makam Mbah Buyut Lekor disebut "Panembahan Buyut Lekor".
Makam Panembahan Perawan Sunti banyak didatangi para gadis untuk menyekar, bertawasul, dan berdoa agar dimudahkan mendapatkan jodoh. Ada himbauan dari Juru Kunci makam, jika ada gadis yang disakiti oleh lelaki karena cinta, sangat dilarang untuk datang ke Makam Panembahan Perawan Sunti. Jika larangan ini dilanggar, ada kepercayaan bahwa bila ia berdoa di makam ini dan menyebut nama pria yang menyakitinya, pria itu akan menjadi tergila-gila padanya dan obatnya adalah hanya dengan menikahinya.
Ibu Sunti tidak ingin anak-cucunya tidak menikah karena sakit hati, karena ia sendiri tidak menikah karena perjuangannya dan lebih mementingkan warga desanya, daripada iia menikah kemudian meninggalkan warga yang dicintainya. Itulah sebabnya Ibu Sunti tidak rela jika anak-cucunya ada yang tidak menikah. Ia berpesan, "Biarlah Ibu sendiri yang menjadi perawan suci hingga akhir hayat."
Namun, terdapat mitos bahwa akan ada yang meneruskan perjuangan Ibu Sunti dalam bidang sosial, yaitu dengan mengorbankan diri sendiri untuk tidak menikah....
Prediksi Togel HK Mbah Bonar 5 November 2019 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu Disini Gabung sekarang dan Menangkan Ratusan Juta Rupiah !!!
ReplyDelete