LEGENDA SENDANG BANYU PANGURIPAN - SEJARAH, CERITA, LEGENDA & MITOS

Monday 1 January 2018

LEGENDA SENDANG BANYU PANGURIPAN


Pada suatu hari ada seorang anak petani di desa. Ia bernama Cokro Joyo. Sehari-harinya Ia bekerja sebagai pemanjat kelapa. Ia sering bernyanyi tembang jawa saat Ia memanjat kelapa.

Pada saat Ia memanjat kelapa sambil bernyanyi, seorang wali lewat di sekitar pohon itu. Ia bernama Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mendengar suara Cokro Joyo yang nyaring saat bernyanyi. Lalu Sunan Kalijaga berhenti menunggu Cokro Joyo turun dari pohon.
Pada waktu itu Sunan Kalijaga memberi banyak petuah pada Cokro Joyo. Lalu Cokro Joyo berminat untuk ikut dengan Sunan Kalijaga. Sunan pun memperbolehkan. Mereka pun segera berjalan dan sampai di sebuah pegunungan. Tiba-tiba Sunan Kalijaga ingat bahwa Ia harus pergi ke Makkah untuk menjalankan tugas. Lalu Ia berkata pada Cokro Joyo “Cokro, tolong tunggu di sini, karena saya akan pergi ke Makkah”. Cokro Joyo diperintah untuk menunggu di sebuah pegunnungan dan diberi tongkat milik Sunan Kalijaga yang harus dijaga oleh Cokro Joyo. Syaratnya adalah, Cokro Joyo harus berada di tempat itu sampai Sunan Kalijaga kembali dan Ia tidak boleh berpindah dari tempat itu.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Cokro Joyo tidak pergi karena takut dengan Sunan Kalijaga. Ia menunggu sampai tumbuhan-tumbuhan bambu muncul di sekitar tempatnya.
Saat di Makkah Sunan Kalijaga ingat bahwa Cokro Joyo masih berada di tempat itu. Dengan spontan, Sunan Kalijaga kembali ke tempat Cokro Joyo. Setelah sampai di tempat, yang ada hanya pohon-pohon bambu yang rimbun. Tapi Sunan kalijaga yakin bahwa Cokro Joyo berada di tengah bambu itu.
Lalu Sunan Kalijaga memutuskan untuk membakar pohon bambu itu. Setelah dibakar ternyata memang benar bahwa Cokro Joyo berada di tempat itu. Wajah Cokro Joyo hitam terbakar. Sunan Kalijaga memutuskan untuk membawa Cokro Joyo ke arah timur di sebelah barat Sungai Oyo. Ternyata sungai itu kering.

Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya. Setelah tongkatnya diangkat, muncul sumber air yang jernih dan melimpah. Lalu Ia memandikan Cokro Joyo. Setelah itu Sunan Kalijaga memutuskan untuk member nama sumber air itu dengan nama Sendang Banyu Penguripan.
Setelah member nama, Sunan Kalijaga memutuskan untuk peri kea rah barat bersama Cokro Joyo. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Cokro Joyo “Itu Pohon apa?”. Maksud Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.
Cokro Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan kalijaga menjawab,”Itu pohon Kluwih”. Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon Kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka. Sunan Kalijaga mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon jati sedangkan Cokro Joyo mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon Kluwih. Tiba-tiba pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun Kluwih. Lalu disebut dengan nama pohon Jati Kluwih.
Setelah mengetahui bahwa pohon dapat berubah menjadi pohon jatikluwih, Sunan Kalijaga mengubah nama Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Sunan Geseng merupakan Sunan yang terakhir di kisah Wali Songo.
Setelah itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Sunan Kalijaga kembali menguji kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat, lalu bertanya pada Sunan Geseng, “Ini apa?” lalu Sunan Geseng menjawab “Ini Golong”. Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu itu berubah menjadi Golong.
Semua itu masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan keluharan di daerah itu dinamakan kelurahan Banyu Urip yang bertempat di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
sumber blog Dlingo.......
KISAH LAIN YANG SERUPA...
Sendang Banyu Panguripan Sebagai Sumber Kehidupan
Mengenai alasan datang mengunjungi Sendang Panguripan, Mas Tik menjawab selain karena pernah digunakan oleh GPH Mangkubumi, tempat tersebut pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menghidupkan Cakrajaya.
Sendang Banyu Panguripan yang terletak di Dusun Banyuurip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Hugo M Satyapara
Sendang Panguripan
Menurut rumor yang beredar di antara para pelaku “budaya spiritual” konon Sultan Hamengku Buwana X sebelum naik tahta pernah mandi berkah di Sendang Banyu Panguripan. Mbah Rejomulyo (86), istri juru kunci sepuh sendang, membenarkan adanya rumor tersebut.
Pada dekade tahun 70-an, Sultan Hamengku Buwana X yang kala itu masih memakai nama gelar GPH Mangkubumi sekali waktu pernah mengunjungi Sendang Banyu Panguripan yang terletak di Dusun Banyuurip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia datang diantar oleh sopir, dan membawa gula pasir sebanyak 10 bungkus.
Saat bertemu dengan Mbah Rejomulyo, GPH Mangkubumi minta supaya diguyur dengan air sendang sebanyak 10 ember. Mendengar permintaan tersebut, Mbah Rejomulyo bertanya dalam hati, inikah sosok pengganti Sultan yang kelak akan bertahta. Pertanyaan tersebut mengusik rasa hati kala Mbah Rejomulyo mengguyurkan air ke atas kepala GPH Mangkubumi sampai membasahi seluruh tubuh.
Usai dimandikan, GPH Mangkubumi duduk bersila di sebelah selatan sendang menghadap ke selatan. Dalam gelapnya malam karena semua lampu dimatikan, Mbah Rejomulyo yang kini sudah almarhum melihat sinar terang benderang menyelimuti raga GBP Mangkubumi. Cahayanya berpendar sampai celah-celah daun beringin putih yang tumbuh di sebelah barat sendang. Pemandangan yang baru pertama kali ditemui oleh Mbah Rejo. Pendar cahaya itu rupanya menjadi tanda awal terjawabnya pertanyaan yang mengusik rasa Mbah Rejo. Pertanyaan itu terjawab sepenuhnya manakala GPH Mangkubumi naik tahta menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Sultan Keraton Yogyakarta. Pengalaman tersebut bagi Mbah rejo sangat berharga. Pasalnya sangatlah jarang ada orang yang mempunyai kesempatan melihat cahaya seperti itu, yang juga sekaligus sebagai berkah baginya.
Berkah itu yang diharapkan dapat dirasakan juga oleh sekalian warga yang datang berkunjung, seperti Mas Sutikno (40) asal Dusun Pucung, Imogiri. Pagi itu di penghujung hari bulan Sura Mas Tik, demikian panggilan akrabnya, datang diantar anaknya. Ia datang untuk mencari kesembuhan, karena ada benjolan yang tumbuh di rongga hidungnya, yang sering kali menghambat pernafasan.
Pagi itu Mas Tik dibantu oleh Mbah Rejo putri menyempurnakan peziarahan. Asap kemenyan yang dibakar Mbah Rejo membumbung keluar melalui tungku cungkup, menghantarkan doa permohonan ke hadirat Tuhan Yang Maha Penyembuh. Wanginya bunga mawar merah putih menjadi simbol harum mewanginya nama ayah bunda yang melahirkan Mas Tik. Semerbak aroma bunga melati menyucikan rasa. Air yang diusapkan ke muka menjadi simbol pembersihan raga.
Raga Mas Tik nampak lebih bugar setelah unjukkan doa. Mengenai alasan datang mengunjungi Sendang Panguripan, Mas Tik menjawab selain karena pernah digunakan oleh GPH Mangkubumi, tempat tersebut pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menghidupkan Cakrajaya.
Mengenai cerita Sunan tersebut dibenarkan oleh Bu Yanti salah satu putri Mbah Rejo yang ikut membantu para peziarah. Bu Yanti yang juga salah seorang Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dengan nama gelar Bekel Sepuh Surakso Warih menuturkan bahwa kala itu Sunan Kalijaga sedang berjalan-jalan di daerah Bagelen sekaligus berdakwah, bertemu dengan seorang penderes air nira namanya Cakrajaya.
Sendang Banyu Panguripan yang terletak di Dusun Banyuurip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, foto: Hugo M Satyapara
Juru kunci Mbah Rejomulyo putri, dan anak perempuannya, Bu Yanti,
sedang menemui seorang peziarah
Saat bertemu Sunan menyapa ‘klonthang-klanthung wong nderes buntute bumbung’. Cakrajaya kemudian menjawab ‘iki tinggalane nenek moyang men akeh legene…akeh payune’. Karena tertarik dengan yang dilakukan Cakrajaya, Sunan Kalijaga menyampaikan niat untuk ikut membuat gula aren. Niat tersebut disambut dengan senang hati oleh Cakrajaya.
Berhari-hari Sunan yang kala itu berpakaian seperti orang pada umumnya ikut membuat gula aren dalam bentuk tangkepan atau sepasang. Setelah dirasa cukup, Sunan minta diri akan melanjutkan perjalanan. Selang beberapa hari air nira pun jadi gula aren. Satu per satu tangkepan dibuka. Dari sekian banyak gula tangkepan ada yang satu yang membuat Cakrajaya terkejut. Pasalnya air nira yang membeku setelah dibuka tak berwujud gula aren tangkepan tapi bewujud emas. Cakrajaya pun berkata kepada istrinya, “Mbokne jebul wong kang melu ewang-ewang awake dhewe gawe gula dudu wong sabaene…lha iki lho gula gaweane dheweke dadi emas”.
Terdorong oleh rasa penasaran, Cakrajaya pun berpamitan pada istrinya hendak mencari Sunan. Dalam perjalanan pengembaraan akhirnya Cakrajaya pun bertemu dengan Sunan di Dusun Selomiring tak jauh dari letak sendang yang kala itu masih berupa cekungan tanah karst yang cukup dalam. Rasa hati Cakrajaya dipenuhi keinginan untuk berguru pada Sunan. ‘Kowe ana kepentingan apa Cakra?’ Tanya Sunan. ‘Sowan kula menawi diparengke badhe ndherek meguru, necep ngelmu dumateng panjenengan’ .‘Bayare abot…apa gelem nebus kowe’ tanya Sunan. ’pinten reyal tetep kula bayar’ ‘wujud bayarane dudu duwit ananging nganggo laku kang utama…aja nyebal seka garising urip’. ‘Sendika’ kata Cakrajaya dengan penuh semangat.
Cakrajaya kemudian diajak Sunan naik ke atas sebuah bukit di dekat Sungai Oya. Namanya Gunung Ngajen. Di sana Cakrajaya diberi beberapa petuah tentang laku peziarahan batin yang layak dilakoni dengan sepenuh hati. Dirasa cukup, kemudian mereka turun kembali ke Dusun Selamiring. Untuk mengetahui kesungguhan niat Cakrajaya untuk berguru, Sunan berkata ‘ teken iki tungganana…aku arep nindakake shalat sedhela neng Mekkah’. (Jagalah tongkat ini... aku mau shalat sebentar di Mekkah).
Dengan penuh setia Cakrajaya menunggui teken (tongkat) yang terbuat dari kayu rasamala itu. Waktu pun cepat, tanpa terasa sudah hampir sewindu Cakrajaya tak berpindah tempat sedikit pun. Menunggui teken beralaskan batu padas kesetiaan dan berpayung angkasa harapan. Tanpa makan minum dan tidur. Sekitar tempat Cakrajaya duduk pun berubah jadi semak belukar. Pohon bambu ori tumbuh mengitari tubuh Cakrajaya yang mulai nampak kehijauan. Seakan berubah menjadi lumut.
Teringat akan tugas yang diberikan pada Cakrajaya, Sunan kembali ke Dusun Selamiring. Yang ditemui hanyalah semak belukar. Untuk memastikan keadaan Cakrajaya, Sunan berkata lantang ‘jebeng cakrajaya apa kowe isih ana neng kono?’ .‘taksih’ jawab Cakrajaya ‘kok kowe ora lunga?’ ‘ sabab kula kadhawuhan nenggo teken panjenengan’ jawab Cakrajaya.
Sunan lalu berkata ‘oh ya kuwi pitukone ngelmu…eling-elingen ngelmu kang tau tak paringake marang sira…grumbul iki arep tak obong’. Semak belukar dan juga rumpun bambu pun dibakar oleh Sunan. Api menyala sampai angkasa, terlihat sampai tempat yang ada di utara grumbul. Tempat tersebut di kemudian hari bernama Dusun Muladan. Begitu api padam Sunan menemukan Cakrajaya dalam keadaan samadi. Sukma nampak meninggalkan raga. Tubuhnya berubah jadi coklat kehitaman karena terbakar oleh api. Untuk mengambalikan sukma yang meninggalkan raga, Sunan kemudian bertafakur memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Dalam sunyi Sunan melihat seberkas cahaya hijau memancar dari arah timur Selamiring.
Maka dicarilah tempat itu. Setelah ketemu, tongkat yang ditunggui oleh Cakrajaya kemudian ditancapkan. Tak lama setelah dicabut keluarlah air dari bekas tempat menancapnya tongkat. Dengan air itulah raga Cakrajaya disucikan. Sukma pun menyatu kembali dengan raga. Raga yang mulanya mati suri kembali hidup sepenuhnya. Tempat keluarnya air yang digunakan untuk menyucikan raga Cakrajaya kemudian hari diberi nama BanyuUrip atau Banyu Panguripan. Artinya air yang memberi kehidupan. Atau dapat dimengerti sebagai air yang menjadi sumber kehidupan, baik kehidupan raga maupun kehidupan roh. (*)

2 comments:

  1. Prediksi Togel Sgp Mbah Bonar 15 Maret 2020 <a href="https://indextogel.org/prediksi-togel/prediksi-togel-sgp-mbah-bonar-15-maret-2020/ > Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu hari ini </a> Gabung sekarang dan Dapatkan Potongan Setiap Hari !!!

    ReplyDelete
  2. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete